Lebaran di OKI, Tak Lengkap Tanpa Tradisi Midang
Tradisi ini mulanya berasal dari perseteruan dua keluarga saat hendak menikahkan anak mereka.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Sriwijaya Post, Mat Bodok
TRIBUNNEWS.COM, KAYUAGUNG -- Merayakan Idul Fitri atau Lebaran di Kota Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel), tak lengkap tanpa tradisi Midang.
Midang merupakan tradisi khas masyarakat Kayuagung sejak abad ke-17 dan tetap lestari hingga saat ini.
Tradisi ini mulanya berasal dari perseteruan dua keluarga saat hendak menikahkan anak mereka.
Sang gadis yang berasal dari keluarga terpandang, memiliki kekasih seorang bujang dari keluarga miskin, namun berkepribadian luhur.
Lantaran berbeda status itu lah, pihak keluarga sang gadis meminta sejumlah syarat. Antara lain, kereta hias menyerupai naga dan arak-arakan.
Persyaratan itu akhirnya dipenuhi keluarga pengantin laki-laki. Sejak itulah, Midang menjadi tradisi bagi masyarakat Bumi Bende Seguguk.
Dahulu, tradisi Midang dipakai setiap ada pernikahan. Namun belakangan, tradisi itu mulai terkikis hingga akhirnya pemerintah setempat berinisiatif menyelenggarakannya setiap momen Lebaran.
Ada dua bentuk Mindang yang dikenal warga. Yaitu Midang Begorok dan Midang Bebuke.
Midang Begorok diadakan sebagai bagian dari suatu acara yang digelar secara besar-besaran.
Seperti pernikahan, sunatan dan acara lainnya. Sedangkan Midang Bebuke untuk memeriahkan Hari Raya Idul Fitri.
Arak-arakan pengantin remaja ini diadakan pada hari ketiga dan keempat setelah Idul Fitri.
Midang Bebuke memiliki nama lain Midang Morge Siwe (Sembilan Marga).
Ini karena semua marga yang ada di wilayah Keresidenan Kayu Agung turut serta meramaikan acara ini.
Midang pun menjadi hiburan warga, serta menjadi daya tarik wisatawan ke Kayu Agung berkat keramaian dan kentalnya budaya yang ditampilkan.
Para pengantin muda diarak berjalan mengelilingi kota Kayu Agung, diiringi tabuhan musik Tanjidor khas lokal.
Arak-arakan Midang selalu melintas di depan rumah dinas Bupati OKI.
“Midang harus tetap dilestarikan, karena budaya ini peninggalan nenek moyang terdahulu. Kewajiban kita untuk menjaga dan melestarikan kearifan lokal jangan sampai hilang,” kata Bupati OKI, Iskandar didampingi Ketua TP PKK OKI, Lindasari Iskandar saat menyambut Midang tahun ini pada Senin (20/7/2015). (*)