Paris Tidak Seromantis yang Kami Bayangkan, Betapa Susah Cari Hotel Saat Puncak Musim Liburan
Impian menikmati wisata romantis di Paris, Perancis, berantakan. Betapa susah cari penginapan di saat puncak musim liburan.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Siapa yang tidak tahu kota Paris? Walau belum pernah ke sana, aku yakin sekali semua orang tahu nama kota Paris, kota impian dunia dan salah satu kota ter-romantis di dunia.
Ini adalah kali ke-4 aku ke Paris. Pertama kali tahun 1991, berwisata dengan orang tua dan adik2ku, sewaktu aku masih kuliah.
Kedua dan ketiga, tahun 2000 dan 2006, untuk tugas pekerjaan cukup lama aku tinggal di Paris. Dan terakhir tahun 2014, berwisata dengan 2 anakku.
Pagi itu, kami sudah berada di Paris, menumpang pesawat dari Zurich.
Dan kami di antar oleh seorang tukang taxi berkebangsaan Morocco, yang sudah tinggal di Paris belasan tahun.
Seorang anak muda yang mengembara dari satu negara ke negara lain demi melanjutkan hidup, yang kayanya keluarganya hidup miskin di Morocco.
Ternyata hotel kami di Paris sangat tidak sesuai dengan yang kami bayangkan.
Sekitar 45 menit dari kota Paris, sebuah hotel transit, karena di Paris sangat penuh dengan wisatawan (peak season).
Dengan harga yang aku minta, tidak ada 1 hotel pun di Paris yang punya kamar kosong, bahkan hotel2 sejelas bintang 5 pun semua penuh.
Aku memang sudah merencanakan semuanya sejak aku menabung dari 4 tahun lalu, untuk berwisata keliling Eropa Barat dalam 7 negara.
Perhitunganku mulai dari tiket pesawat, taxi atau transportasi lainnya, akomodasi dan makan untuk kebutuhan primer.
Yang kedua adalah untuk kebutuhan secondary, adalah untuk tour kemanapun, karena menang aku tidak mau ikut tour dari Indonesia, karena aku tidak mampu dalam keterbatasanku.
Juga memang aku ingin berjalan2 sendiri tanpa ikatan waktu. Dan sisanya untuk bersenang2 serta berbelanja terbatas, termasuk membeli oleh2.
Untuk akomodasi, aku minta di booking kan di hotel2 maksimal bintang 3, dengan alasan toh hotel hanya untuk tidur saja.
Pagi sampai malam pasti berjalan2. Lebih bagus kalau hotel melati, tetapi bukan hotel untuk back-packer.
Hotel back-packer, adalah bukan hotel, tetapi hostel, dalam 1 ruangan untuk 10 atau 20 orang ( lain ) dan toilet nya berada di luar ruangan. Memang cocok untuk orang2 ‘avonturir’, bukan untuk kami ….
Karena setelah aku sering berwisata ke luar negeri sejak kecil, hotel melati pun disana sudah cukup bagus, dan justru 'tersembunyi' di deretan toko, yang membuat kami bisa gampang untuk mengakses apapun di kota.
Dan untuk hotel maksimal bintang 3 yang aku inginkan, range harganya antara 100 - 200 Euro / malam. Yang artinya lagi, aku harus mengeluarkan sekitar 1.500.000 - 3.000.000 Rupiah / malam untuk wisata kali ini.
Karena kami hanya bertiga, harga itu cukup murah karena 1 kamar untuk 3 orang (selalu ada ranjang untuk 3 orang, sudah dipesan dari Indonesia).
Jadi, 1 orang hanya mengeluarkan sekitar 500.000 - 1.000.000 Rupiah / malam untuk akomodasi, di Eropa.
Fasilitas hotel bintang tiga memang standard di seluruh dunia.
Yang penting adalah harus termasuk makan pagi, karena agak susah untul makan pagi, jika kami harus ikut tour ke kota lain, bahkan ke luar negeri, yang terdekat seperti ke Belgia dan ke Liechtenstein.
Selama di Eropa, hotel di Amsterdam lah yang terbaik. Dengan 200 Euro / malam dan makan paginya luar biasa enak dan lengkap, kami sangat menikmatinya selama 5 hari kami di Amsterdam.
Dan kami bisa mengakses berjalan2 kemanapun tanpa taxi, karena hotel kami berada di lokasi wisata, walau wisata "red district", District Wellen, hihihi .....
Di Zurich adalah hotel yang kamar kami terbesar dan sangat nyaman.
Memang tanpa AC (itu pun masih cukup kedinginan di malam hari), dan tanpa makan pagi, dengan membayar hanya 100 Euro, kami pun cukup puas dengan pelayanan hotel tersebut.
Dan untuk makan pagi, ternyata banyak cafe kecil di sekitar hotel, dan kami sudah mempunyai langganan makan pagi di Cafe Migros.
Dan pencapaian nya pun ke Central Tour, cukup hanya berjalan kaki saja, tidak perlu naik taxi atau kereta MRT .....
Dan di Paris, ternyata prediksi hotel kami sangat jauh meleset.
Hotel nya sendiri cukup besar bintang 3. Kyare Hotel, sebuah hotel transit.
Tetapi hotel itu terletak di lingkungan perkabtoran dan sepi serta tidak ada makanan, kecuali dari hotel itu sendiri.
Semalam 125 Euro, dan kamarnya sangat kecil.
Dengan 3 koper besar dan 3 koper kecil, membuat kami tidak bisa "bergerak" untuk sekedar membuka koper mengambil baju kami ... apalagi untuk membereskannya ......
Mengapa aku mengungkan hotel di tempat ramai? Karena untuk mengirit biaya taxi.
Aku pun berpikir bahwa dengan kursi roda, agak sulit untuk naik turun ke MRT yang pastinya berada di bawah tanah.
Kasihan anak2ku yang harus bolak balik angkat kursi rodaku, walau MRT relatif murah.
Aahhh ...... sudahlah. Mau diapakan lagi? Bukan tidak mau membayar lebih banyak, tetapi hotel bintang 5 di kota Paris pun penuh!
Sudahlah. Cukup dengan kekecewaan kami tentang hotel. Sekarang saatnya untuk bersenang2 .....
(Kompasiana.com/ Christie Damayanti)