Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kirab Pusaka dan Ritual Jamasan, Agar Pusaka Warisan Nenek Moyang Ponorogo Tidak Mudah Karatan

Kirab pusaka dan ritual jamasan di Ponorogo, agar benda-benda pusaka warisan leluhur tak mudah rusak atau karatan dan bisa diwariskan ke anak cucu.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Kirab Pusaka dan Ritual Jamasan, Agar Pusaka Warisan Nenek Moyang Ponorogo Tidak Mudah Karatan
Kompasiana/ Shandy AA Miraza
Kirab pusaka dan ritual jamasan di Kota Ponorogo 

TRIBUNNEWS.COM -  "menyimpan dan menjaga apa yang pernah dimiliki para leluhur kita, adalah sama seperti menjaga kehormatan negeri ini"

Ponorogo, 31 Juli 2015

Tulisan ini hampir 1 tahun nge-draft (belum terpublish), dan menjelang hari jadi Ponorogo tulisan ini baru sempat saya buka kembali.

Satu kebanggaan tersendiri ketika kami diberi kesempatan dan diberi kepercayaan untuk mengabadikan acara budaya dan pariwisata di Ponorogo, kami yang tergabung dalam group Beku.

Saya, Shandy Miraza, Damar Sasongko, Deby Cahyo , serta teman teman lainnya.


Kirab pusaka dan ritual jamasan di Kota Ponorogo (Kompasiana.com/ Damar Sasongko)

Satu tekad kami ingin mengenalkan Ponorogo dengan cara kami, baik lewat photo maupun tulisan meski kami dari berbagai latar belakang pendidikan atau berbeda pekerjaan.

Baik budaya, wisata, kuliner, atau bahkan serba-serbi Ponorogo.

BERITA TERKAIT

Berikut ini liputan kami tentang Jamasan dan Kirab pusaka di Ponorogo tersebut :

"Menyimpan dan menjaga apa yang pernah dimiliki para leluhur kita, adalah sama seperti menjaga kehormatan negeri ini" begitu diantara kata-kata sambutan bupati Ponorogo ketika menyerahkan pusaka ke petugas penjamas, dan petugas kirab.

Acara yang dihadiri para anggota muspida, pejabat dilingkungan pemda dan dewan, serta para tokoh masyrakat Ponorogo.

Menjamas pusaka adalah proses memandikan/membersihkan pusaka dengan maksud untuk merawat dan menjaga pusaka supaya tetap bebas dari karat sehingga terjaga dari kerusakan.

Proses menjamas/merawat pusaka ini dimulai dari proses membersihkan dari karat / mutih, mewarangi, hingga meminyaki dan memberi wewangian pada pusaka.


Kirab pusaka dan ritual jamasan di Kota Ponorogo (Kompasiana.com/ Damar Sasongko)

Keseluruhan proses ini disebut proses Jamasan Pusaka. Dan yang terpenting dari seluruh proses ini adalah sikap batin kita yang harus menghormati dan sama sekali tidak meremehkan.

Hal tersebut merupakan penghormatan kita atas kerja sang empu pembuat pusaka dan atas berkah Tuhan yang diberikan pada pusaka tersebut.

Dan merupakan bentuk rasa terima kasih pada para pemimpin kita yang terdahulu yang pernah memakai pusaka-pusaka yang dijamas, dan penghormatan pada barang-barang yang pernah ikut berjasa dalam berdirinya suatu wilayah baik secara lahiriyah maupun batiniyah.

Karena konon pusaka-pusaka yang dijamas ini pernah dipergunakan para pemimpin dalam mempertahankan martabat kabupaten, menumpas kejahatan, serta menjadi simbol sejak kabupaten berdiri sampai sekarang.

Dengan dilakukan jamasan diharapkan benda pusaka atau peninggalan bersejarah ini awet dan tidak rusak digerogoti korosi, sehingga masih bisa dinikmati para generasi selanjutnya.

Terlepas dari sudut pandang kepercayaan, juga bertujuan untuk mengenang, bernostagia serta pembelajaran pada generasi sekarang tentang sejarah masa lalu.

Pusaka-pusaka tersebut adalah sabuk Cinde Puspito, Tombak Tunggul Nogo, dan Payung Sonsong Tunggul Wulung. Ketiga pusaka ini diserahkan bupati kepada panitiya jamasan agar dilakukan perawatan sebagaimana mestinya.

Penyerahan dilakukan di Ndalem Pringgitan (rumah dinas bupati) yang berada di belakang pendopo seutaranya alun-alun Ponorogo.

Selanjutnya ketiga pusaka tersebut dinaikan mobil pik-up dengan pengawalan dari polisi, tentara, dan satpol pp. Para petugas yang membawa pusaka rata-rata para pejabat eselon di Ponorogo yang selanjutnya menuju makam Setono makam Raden Katong.

Di makam Setono ini dilakukan doa bersama, semoga para pendiri atau para pendahulu yang babad Ponorogo diampuni segala kesalahan, kekurangan, dan kekhilapan serta diterima segala amal dan perjuanganya.

Doa bersama ini merupakan bentuk rasa terima kasih kepada para pendahulu, sehingga Ponorogo bisa seperti keadaan yang sekarang ini.

Setelah doa bersama dilakukan jamasan, jamasan mengunakan 7 sumber mata air yang diantaranya sumber dari mata air telaga Ngebel, sumur masjid Tegalsari, sumber air di gunug Kucur, sumur lama di komplek masjid Setono, air sendang Wayang Pulung, , sumur di masjid Tajug.

Dan siang harinya dilakukan kirab pusaka yang dimulai dari komplek makam ini menuju pendopo kabupaten tempat dimana pusat pemerintahan sekarang dan tempat pusaka tersebut disimpan.

Kirab ini bersamaan dengan prosesi kirab budaya puncak dari kegiatan Grebeg Syuro, menurut bupati Ponorogo acara ini diadakan untuk menggali dan melestarikan sejarah asal muasal Ponorogo, dan untuk memberikan hiburan bagi masyarakat, gawe gemuyune wong cilik seperti selogan bupati pertama, dan sekaligus untuk menarik pengunjung luar daerah untuk berkunjung ke Ponorogo untuk mengenal dan ikut meramaikan kepariwisataan Ponorogo.

(Kompasiana.com/ Nanang Diyanto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas