Pondok Pekak, Ubud, Bali, Ada 30 Ribu Koleksi Buku, Bebas Baca dan Akses Internet Sepuasnya
Pondok Pekak yang terletak sedikit sembunyi di Jalan Monkey Forest merupakan tempat nongkrong sekaligus wisata edukasi.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina S
TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR - Tempat ini bukan sekadar pondok biasa.
Pondok Pekak yang terletak sedikit sembunyi di Jalan Monkey Forest, di sebelah Lapangan Ubud, Gianyar ini, adalah sebuah perpustakaan.
Pondok Pekak berada di Jalan Monkey Forest, di sebelah Lapangan Ubud, Gianyar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia)
Suasana yang ditawarkan tidak sekaku perpustakaan pada umumnya.
Suasana santai dan tenang, itulah yang ditawarkan oleh Pondok Pekak, yang membuat orang yang datang betah berlama-lama di perpustakaan yang terdiri dari dua lantai ini.
“Every town should have a library,” begitulah bunyi sebuah pesan tertulis yang disampaikan oleh (Alm) Laurie Billington, pendiri Pondok Pekak, yang tampak di satu sisi perpustakaan kecil ini.
Menjadi pilihan tempat nongkrong sekaligus untuk wisata edukasi, yang menjadi tujuan sang pemilik mendirikan perpustakaan yang telah ada sejak 1993 tersebut.
Di tempat ini terdapat fasilitas Wi-Fi, sehingga para pengunjung bisa mudah mengakses internet. (Tribun Bali/Cisilia)
Namun, Pondok Pekak dibuka secara umum pada 1995 oleh Laurie, yang memang senang sekali membaca dan meyakini bahwa suatu tempat harus memiliki perpustakaan.
Laurie mendirikan perpustakaan ini bersama suaminya, I Made Sumendra yang merupakan orang Bali yang juga sempat menetap di Amerika.
“Ide awalnya untuk bantu anak-anak lokal, karena dulu tidak ada tempat bermain sekaligus belajar di sekitar sini. Di sini juga sebagai tempat untuk mewadahi orang-orang dari berbagai kalangan. Siapapun bisa baca di sini,” ujar Made.
Ada lebih dari 30 ribu buku yang dapat dibaca di pondok sederhana ini, di luar buku untuk anak-anak.
Didominasi buku-buku impor dan berbahasa Inggris, yang merupakan koleksi Laurie dan Made selama berada di Amerika.
Mendirikan perpustakaan juga menjadi impian keduanya untuk mewadahi buku-buku yang mereka miliki.
Desain Pondok Pekak yang cozy membuat tempat ini asyik sebagai lokasi wisata edukasi. (Tribun Bali/Cisilia)
“Buku-buku ini sudah ada dari saya waktu di Amerika. Dulu saya senang ke garage sale dan beli buku-buku ini untuk koleksi. Waktu itu rutin saya kirim buku-buku itu ke Bali, dan ketika saya pulang ternyata sudah banyak sekali. Makanya kami putuskan untuk bikin perpustakaan,” ujarnya.
Awalnya, Pondok Pekak sendiri adalah sebuah penginapan.
Setelah Made kembali ke Bali, ia bersama sang istri memutuskan untuk membongkarnya dan membuatnya menjadi sebuah perpustakaan.
Namanya pun dibiarkan sama, sebagai bentuk penghormatan terhadap sang kakek, yang dalam Bahasa Bali disebut Pekak.
Setiap harinya, Pondok Pekak buka mulai dari pukul 09.00-17.00 Wita.
Namun, sayangnya layaknya perpustakaan lain, Pondok Pekak masih tergolong sepi pengunjung, khususnya dari masyarakat lokal.
Padahal, menurut Made, keberadaan perpustakaan sangat penting, meskipun zaman sekarang dengan kemajuan teknologi, semua bisa disediakan secara digital.
“Masih tetap ada yang mencari perpustakaan, khususnya bule-bule. Karena menurut mereka, ada perasaan puas tersendiri dengan membaca buku langsung secara fisik,” ujar Made.
Untuk sistem peminjaman buku di sini cukup mudah dan tidak begitu kaku.
Bahkan cenderung memberikan selipan pendidikan, khususnya bagi anak-anak.
“Untuk anak-anak kami punya aturan sendiri. Pertama mereka harus baca buku dan belajar taking care buku-buku tersebut. Jika mereka ingin menjadi member, harus bawa dua atau tiga buku untuk disimpan di sini, dan boleh pinjam buku di sini untuk bawa pulang,” ujar Made.
Karena, menurutnya buku-buku anak-anak ini yang rentan mengalami kerusakan.
Selain untuk menanamkan budaya membaca, hal tersebut diterapkan Made juga dengan tujuan agar anak-anak ini belajar menghargai dan merawat buku sedari dini.
Sementara itu, untuk kalangan dewasa dan umum, sistem peminjaman buku ada yang harian dengan tarif Rp 2.000 per hari dengan waktu peminjaman minimal tiga hari.
Ada juga untuk sistem member, yaitu dengan biaya sebesar Rp 50.000 per bulan dan Rp 250.000 per tahun.
Namun diberlakukan sistem deposit untuk pengunjung lokal maupun asing sebagai jaminan.
Bagi para pengunjung yang ingin membaca buku di perpustakaan ini, atau sekadar berkunjung ke sini, tidak dikenai biaya apapun alias gratis.
“Kalau yang bukan member atau pengunjung biasa yang datang, itu boleh baca bebas di sini, tidak ada biaya. Banyak yang datang ke sini, dan sudah menganggap seperti di rumah mereka sendiri,” ujar Made.
Yang juga menarik, ada beberapa fasilitas yang ditawarkan oleh Pondok Pekak.
Adanya fasilitas free Wi-Fi, sehingga para pengunjung bisa tetap dengan mudah mengakses internet, khususnya para pelajar yang datang untuk melakukan riset.
Pondok Pekak juga menyediakan fasilitas air minum di sini.
Dengan tujuan mengurangi penggunaan plastik, bagi pengunjung yang membawa botol minumnya sendiri ke sini, bisa mengisi ulang (refill) air minumnya di sini.
Yakni untuk ukuran 600 ml, cukup membayar Rp 1000, 1,5 L = Rp 2.000 dan 6 L = Rp 8.000. (*)