Museum Hakka, Taman Mini, Jakarta: Perjalanan Sejarah Orang Tionghoa di Tanah Nusantara
Model bangunan museum ini mengadopsi contoh bangunan Tulou atau yang terkenal dengan nama "Zhencheng Lou" di pegunungan Fujian, China Selatan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gedung Museum Hakka Indonesia memiliki 3 (tiga) ruangan pamer, masing-masing untuk Museum Tionghoa Indonesia, Museum Hakka Indonesia, dan Museum Yongding Hakka Indonesia.
Museum ini terletak di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur di bagian depannya berdiri Taman Budaya Tionghoa Indonesia.
Museum Hakka. (Tribunnews/Reynas)
"Yang menariknya Museum Hakka Indonesia mirip dengan bangunan Tulou," kata seorang penjaga museum kepada Tribun Travel.
Model bangunannya mengadopsi contoh bangunan Tulou atau yang terkenal dengan nama "Zhencheng Lou" di pegunungan Fujian, China Selatan.
Tulou yang mengandung arti bangunan tanah atau tempat pemukiman orang-orang Hakka memang diistimewakan.
Sejak abad ke-12, nenek moyang orang Hakka mengalami peperangan atau bencana alam secara bertahap dari China utara ke selatan lalu menetap di provinsi Fujian.
Karena waktu itu keadaan tidak kondusif, maka mereka membangun kelompok tempat pemukiman yang berbentuk bangunan ini antara abad ke-12 sampai akhir abad ke-20.
Museum ini juga bercerita tentang budaya dan kuliner orang Tionghoa yang masuk ke Indonesia. (Tribunnews/Reynas)
Tulou yang asli, dibuat besar tertutup berupa benteng serta memiliki bentuk bulat persegi bertingkat 3 sampai 5 dan dibangun dengan tanah yang bertumbuk padat dan tebal.
Tembok bagian luar dibuat dari campuran bahan meliputi tanah, kapur, batu, bambu, kayu, blok, dan lain-lain sehingga ketebalannya mencapai 2 meter.
Demi alasan keamanan, bangunan Tolou hanya mempunyai satu pintu masuk yang terbuat dari kayu setebal 10-12 cm juga dilapisi plat besi serta lantai satu biasanya diberikan jendela.
Setiap lantai memiliki fungai berbeda misalnya lantai dasar dijadikan dapur, ruangan makan, tempat ibadah, dan sekolah.
Sedangkan lantai dua dijadikan gudang penyimpanan makanan dan lantai tiga lebih penting sebagai rumah tinggal.
Pada jaman perang dahulu bangunan ini bagian paling atas dibuatkan lubang-lubang tembak yang berguna untuk menghalau para penyerang.
Pada tahun 2008, bangunan Tulou di Fujian dicatat UNESCO sebagai cagar budaya dunia dan dipuji sebagai contoh bangunan yang luar biasa dari sebuah tradisi.
Museum Hakka Indonesia diresmikan oleh mantan Presiden Republik Indonesia Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono 30 Agustus 2014.
Ruang Pamer dan Sejarah
Di lantai 2 gedung Museum Hakka Indonesia mempunyai 7 ruang pamer yang menceritakan segala macam perihal Tionghoa.
Ruangan pertama menceritakan sejarah kedatangan orang Tionghoa di Kepulauan Nusantara.
Ruangan kedua menayangkan foto-foto profesi orang Tionghoa pada era kolonial.
Ruang ketiga terdapat ruang "Merah Putih" yang berisikan foto tokoh-tokoh Tionghoa yang berjasa terhadap Nusa dan Bangsa.
Ruangan keempat menerangkan tentang orang Tionghoa di Aceh, Kalimantan Barat, Tangerang, Bangka Belitung, dan lain-lain.
Ruangan kelima menceritakan riwayat Tjong Yong Hian dan Tjong Yao Hian bersaudara (Medan), sejarah Putri Kang Cin Wei.
Ruangan keenam mejelaskan tentang Opera Tionghoa, Potehi, Wayang Kulit, Gambang Kromong, dan sebagainya.
Ruangan ketujuh menyajikan sejarah peranan orang Tionghoa di perfilman, batik hingga kuliner.
Penasaran ingin berkunjung? Museum ini buka setiap hari Selasa sampai Minggu pukul 09.00-16.00 WIB, kecuali hari Senin libur tanpa dipungut biaya tiket masuk.