Inilah Uniknya Seumuleung, Ritual Memuliakan Keluarga Raja di Aceh Jaya
Inilah keunikan Seumuleung, sebuah ritual adat Aceh untuk memuliakan keluarga raja dari kawasan Aceh Jaya. Apa uniknya?
Editor: Agung Budi Santoso
Inilah keunikan Seumuleung, sebuah ritual adat Aceh untuk memuliakan keluarga raja dari kawasan Aceh Jaya. Apa uniknya?
Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Ritual adat merupakan salah satu khasanah budaya nusantara.
Kekayaan budaya tersebut menyimpan daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Sedangkan bagi masyarakat pribumi, ritual adat merupakan momen yang banyak ditunggu-tunggu.
Atraksi tersebut mengajak kita mengenal lebih dekat kekayaan adiluhung warisan leluhur.
Dari Kabupaten Aceh Jaya, tersebutlah seumuleung atau yang bermakna memuliakan raja.
Atraksi budaya ini telah berlangsung secara turun temurun dan menjadi ritual adat kala lebaran Idul Adha tiba.
Tak terkecuali pada lebaran kurban tahun ini.

Warga berbondong-bondong menyaksikan ritual adat memuliakan raja pada hari ke-3 lebaran Idul Adha.
Ritual adat memuliakan raja tersebut jatuh pada Sabtu, (26/9).
Tak ketingglan para raja di belahan Aceh lainnya hadir memeuhi undangan Raja Daya, Teuku Saifullah.
Dari deretan tamu undangan tampak raja dari Trumon, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Singkil, Pase, Pidie, Linge Takengon, Aceh Selatan, dan Meulaboh.
Mereka berkumpul untuk memuliakan raja dari Daya yang merupakan generasi penerus dari Sulthan ‘Alaiddin Ri’ayat Syah atau yang dikenal dengan nama Po Teumeureuhom Daya.
Jasad sang sulthan disemayamkan di puncak bukit Gle Jong, Kecamatan Jaya (Lamno), Kabupaten Aceh Jaya.
Prosesi Memuliakan Raja
Ritual yang dihelat saban hari ke-3 Idul Adha tersebut diawali dengan Raja Daya memasuki Astaka Diraja (balai upacara) dan disambut oleh para raja lainnya.
Selanjutnya raja memberikan nasihat yang dirangkai dengan menyuap nasi oleh dayang khusus serta jamuan makan bersama dengan para tetamu.
Semburat warna kuning yang dikenal sebagai warna raja diraja Aceh menyala di setiap perkakas yang dipakai.
Mulai dari pakaian adat raja, tirai yang membungkus panggung, hingga alas penutup makanan.
Ritual adat tersebut turut dihadiri oleh pejabat kabupaten setempat mulai dari bupati, ketua DPRK, serta unsur SKPK.
Tak ketinggalan ratusan ribu warga dari Kabupaten Aceh Jaya dan tetangganya Kabupaten Aceh Barat, dan Kota Banda Aceh menyemut di pinggir pantai Lamno, tempat prosesi dihelat.

Keindahan panorama alam Lamno Kabupaten Aceh Jaya.
Memuliakan raja yang masuk dalam kalender even Dinas Kebudayaan dan Pariwsiata (Disbudpar) Aceh tersebut mmerupakan atraksi yang banyak ditunggu-tunggu sehingga tak heran jika menyedot perhatian massa.
“Ini untuk pertama kalinya saya menghadiri acara seumuleung. Sangat menarik karena di sini kita bisa melihat langsung adat warisan endatu (nenek moyang). Hanya saja Astaka Diraja masih minim perhatian, padahal ritual adat ini unik dan menarik bagi wisatawan,” ujar Nani, salah seorang pengunjung asal Kota Banda Aceh.
Usai mengikuti prosesi memuliakan raja, rombongan kemudian menapaki anak tangga menuju puncak bukit Gle Jong guna melakukan ziarah kubur.
Doa dan lantunan zikir mengawang di langit Lamno.
Anak tangga yang berjumlah hingga puluhan mengantarkan pengunjung ke puncak bukit.
Terbuat dari keramik dan dibangun menanjak namun berkelok.
Hal itu dimaksudkan guna memudahkan perjalanan.
Tambahan lagi di tiap tingkatnya terdapat pondok bagi mereka yang ingin melepas lelah.
Namun perjalanan menapaki puluhan anak tangga terbayar lunas tatkala tiba di puncak bukit.
Dari sini pengunjung bisa menatap keelokan panorama yang disuguhkan Lamno berupa lautan dengan latar bebukitan yang menghijau di kejauhan.
Menuju lokasi
Nani bersama puluhan jamaah majelis zikir Aceh memenuhi undangan sang Raja Daya untuk menghadiri prosesi memuliakan raja sekaligus berzikir di makam sang sultan yang sudah lebih dulu berpulang.
Perjalanan ditempuh dari Kota Banda Aceh dengan menyusuri rute Barat Selatan yang memakan waktu sekitar 2 jam berkendara.
Melintasi jalan nasional Banda Aceh-Meulaboh dengan suguhan panorama yang membuat mulut berdecak kagum.
Dari jalan raya kemudian mengambil jalan ke arah Bukit Glee Jong yang berada persis di bibir pantai Lamno.
Dengan waktu tempuh sekitar 10 menit perjalanan.
Ada banyak pilihan jasa angkutan yang bisa digunakan, baik kendaraan pribadi maupun bus atau minibus.
Kondisi jalan yang lebar dan mulus teraspal lagi terbilang sepi membuat perjalanan terasa nyaman.
Jalan tersebut menanjak dan berkelok-kelok seperti umumnya bentang alam yang melingkupi Barat Selatan Aceh.
Namun mata akan terlena menatap bebukitan yang menghijau di satu sisi jalan dan sisi lainnya lautan biru yang menghampar.
Melintasi Gunung Geurutee kita akan mendapati paras menawan warga setempat yang dikenal sebagai si pemilik mata biru berambut pirang.
Ya, warga Lamno, Kabupaten Aceh Jaya dikenal sebagai keturunan Bangsa Portugis yang jejaknya hinga kini masih bisa kita lihat secara kasat mata melalui fisik mereka.
Seperti halnya keindahan alam yang melingkupi kabupaten tersebut, paras rupawan warga setempat juga banyak mencuri perhatian.
Keberadaannya lestari hingga kini, seperti halnya adat memuliakan raja ala Aceh Jaya yang tidak tergerus bersama zaman.