Museum BRI Purwokerto: Awalnya Bernama Bank Priayi, Didirikan Raden Aria Tahun 1895
Deretan gedung dan perkantoran di Jalan Jenderal Soedirman, Purwokerto, seolah menyamarkan keberadaan Museum Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Fajar Eko Nugroho
TRIBUNNEWS.COM, PURWOKERTO - Deretan gedung dan perkantoran di Jalan Jenderal Soedirman, Purwokerto, seolah menyamarkan keberadaan Museum Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Jika tak cermat, Anda akan mengira bangunan ini juga perkantoran.
Bank Rakyat Purwokerto. (Tribun Jateng/Fajar Eko Nugroho)
Museum BRI yang berada tepat di depan markas Kodim 0701/Banyumas di Purwokerto ini memiliki bentuk bangunan menyerupai rumah tempo dulu.
Pun tidak terlalu luas. Ada teras juga ruang utama.
Koleksi museum ditata rapi di ruang utama berlantai dua. Di lantai satu, pengelola meletakkan koleksi uang.
Ada uang koin yang digunakan di zaman Majapahit, uang kerta Tiongkok, Jepang dan uang yang digunakan di zaman VOC serta masa kemerdekaan RI.
Di ruang dasar ini, pengelola ingin menggambarkan sejarah perjalanan bank di Indonesia, khususnya BRI, sejak berdiri hingga sekarang.
Di lantai dua, koleksi yang ditampilkan berupa mesin-mesin perbankan yang digunakan pada zaman dulu.
Brankas tempo dulu. (Tribun Jateng/Fajar Eko Nugroho)
Ada juga brankas yang dulu digunakan sebagai tempat penyimpanan uang. Yang tak kalah menarik, barang pribadi milik Raden Aria Wirjaatmadja.
"Raden Aria Wirjaatmadja bisa dikatakan sebagai pendiri BRI. Di tempat inilah Raden Aria Wirjaatmadja mulai mengelola Bank Priayi yang berdiri 16 Desember 1895 dan selanjutnya menjadi cikal bakal BRI," terang petugas museum BRI Purwokerto, Errysa Bhaktiardhi Charisna.
Erry mengungkapkan, Raden Aria Wirjaatmadja mendirikan bank atas dorongan rasa prihatin.
Saat itu, dia menghadiri undangan pesta khitanan yang digelar seorang guru secara sangat merawah.
Di tengah suasana pesta, Raden Aria Wirjaatmadja pun bertanya sumber dana untuk menggelar pesta yang dihadiri pejabat, menyuguhkan hidangan mewah berlimpah, serta memberi hiburan Tayuban yang menjadi lambang kemewahan masyarakat Banyumas kala itu.
Padahal, gari sang guru tidaklah mungkin mencukupi untuk menggelar pesta besar.
Mesin ketik yang digunakan saat zaman penjajah. (Tribun Jateng/Fajar Eko)
Sang guru yang juga teman Raden Aria Wirjaatmadja pun secara terus terang mengakui, dana yang digunakan merupakan pinjaman dari seorang rentenir.
Dia juga mengungkapakan ketidakmampuan melunasi bunga yang cukup tinggi.
Tergerak membantu sang teman, Raden Aria Wirjaatmadja selanjutnya memberi pinjaman berbunga rendah.
Dan ternyata, banyak priayi pribumi di Banyumas yang mengalami masalah serupa.
Berasal dari penggunaan uang kas masjid sebagai modal, akhirnya berkembang menjadi Bank Bantuan dan Simpanan Milik Pegawai Pangreh Praja Berkebangsaan Pribumi (Hulp en Spaarbank der Inlandsce Bestuurs Ambtenaren).,
Hal ini berkat bantuan pemerintah Belanda yang saat itu menjajah Indonesia.
Pernah berganti nama menjadi De Poerwokertosche Hulp, masyarakat lebih mengenal bank ini sebagai Volksbank atau Bank Rakyat.
Di era penjajahan Jepang, bank ini sempat diambil alih dan berganti nama menjadi Syomin Ginko. Saat kemerdekaan, bank ini diambil alih dan sejak Februari 1946 berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia hingga kini.
"Tak perlu membayar untuk mengetahui sejarah perbankan di Banyumas ini. Pengunjung cukup mengisi buku tamu dan kami juga menyiapkan tourguide," imbuh Erry.
Di samping museum BRI, terdapat bangunan kuno yang menjadi kantor pertama kali Bank BRI.
Di dalamnya terdapat beberapa peninggalan bersejarah berupa meja, kursi, jam dinding dan beberapa benda lain peninggalan Raden Aria Wirjaatmadja.
Museum BRI cukup mudah dijangkau. Anda yang dari Stasiun Purwokerto bisa mencari angkutan umum menuju Jalan Jenderal Soedirman. Museum ini berada sekitar 1 Km dari stasiun dan Alun-alun Purwokerto.
Museum BRI Buka Senin-Kamis pukul 09.00-14.00 dan Minggu pukul 09.00-12.00. (*)