Berselimut Kabut Asap, Keindahan Alam Bukittinggi Tak Lagi Bisa Dinikmati
Tebalnya kabut asap yang menyelimuti Bukittinggi dalam dua pekan terakhir memberikan dampak signifikan kepada sektor pariwisata.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, BUKITTINGGI - Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10.00, tetapi sinar matahari tak juga menerangi Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis (8/10/2015).
Kabut asap kiriman dari Jambi dan Pekanbaru membuat keindahan alam Bukittinggi tak bisa terlihat sepenuhnya.
Tebalnya kabut asap yang menyelimuti Bukittinggi dalam dua pekan terakhir memberikan dampak signifikan pada sejumlah sektor kehidupan, salah satunya pariwisata.
Jasa boneka kartun menggendong seorang anak dari pengunjung di depan Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat. (Tribun Medan/Rizki Cahyadi)
Obyek wisata Taman Panorama dan Lubang Jepang turut menjadi korban.
Obyek wisata ini dikenal sebagai salah satu tempat terbaik untuk menikmati pesona Ngarai Sianok.
Pemandangan Ngarai Sianok yang berupa lembah curam dan dikelilingi tebing ini selalu menjadi destinasi favorit wisatawan domestik maupun mancanegara.
Para wisatawan juga mengunjungi Taman Panorama untuk menikmati udara segar khas dataran tinggi Bukittinggi.
Selain itu, taman ini menawarkan wisata sejarah zaman penjajahan berupa goa yang dinamakan Lubang Jepang.
Sejak asap pekat menyelimuti Bukittinggi, jumlah wisatawan yang burkunjung ke taman ini menurun drastis.
Pendapatan retribusi Taman Panorama pun berkurang hingga 50 persen.
Pemandangan Ngarai Sianok dari arah Taman Panorama dan Lubang Jepang Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, terhalang kabut asap, Kamis (8/10/2015). (Juara.net/Tulus Muliawan)
"Dampaknya sangat terasa, pengunjung jadi berkurang. Kalau biasanya bisa terjual 200 sampai 300 tiket per hari, karena kabut asap penjualan tiket kurang dari 200," ujar Romi, salah satu penjaga loket Taman Panorama.
Romi melanjutkan, sejumlah wisatawan memilih menunda kedatangannya karena pemandangan Ngarai Sianok tak bisa terlihat jelas.
"Bisa dilihat sendiri, pemandangan tidak kelihatan karena tertutup kabut asap," ujarnya.
Imbas negatif dari kabut asap juga dirasakan oleh penjual makanan dan cendera mata yang berada di sekitar Taman Panorama.
Sebagian memilih tutup karena jumlah pengunjung yang sangat minim.
"Warung saya jadi sepi karena asap. Saya juga tutup dari hari Senin karena pengunjung yang datang sedikit. Kalau biasanya terjual 500 bungkus, ini cuma bisa terjual 250," ujar Reni, penjual keripik dan cemilan.
"Pengunjung berkurang, otomatis pendapatan kami ikut berkurang. Kami di sini cuma bisa berdoa supaya asapnya cepat hilang dan pendapatan kami bisa normal lagi," ungkap Reni. (Juara.net/Tulus Muliawan)