Tari Vera, Tarian Khas Suku Rongga Flores yang Terkenal hingga Perancis
Ada sebagian tarian Vera tak bisa dibawakan di muka umum. Mengapa? Ini alasannya.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Beberapa tahun lalu, rombongan wisatawan mancanegara dari Perancis berkeliling di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Mulai dari Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat hingga Sikka, ibu kota Kabupaten Maumere.
Saat itu mereka didampingi seorang konsultan pariwisata asal Perancis yang bekerja di Sulawesi Utara.
Mereka berkunjung ke Manggarai Barat, Manggarai dan Manggarai Timur.
Saat berwisata ke Kabupaten Manggarai Timur, rombongan itu menginap di Mbolata Cottage.
Mereka disambut oleh pemilik Cottage, Fransisco De Rosari Huik.
Malam harinya, rombongan wisatawan Perancis yang pertama kali mengunjungi Pulau Flores disuguhkan dengan berbagai tarian khas Manggarai Timur yang berada di bagian selatan daerah tersebut.
Penunggang kuda berpakaian adat Suku Rongga di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
Salah satu suku dari sekian suku di wilayah Manggarai Timur yang unik adalah Suku Rongga.
Di suku ini banyak atraksi budaya, ritus-ritus yang masih sangat asli.
Bahkan, berbagai jenis tarian masih dilestarikan dalam suku tersebut.
Salah satu tarian dari sekian tarian yang disuguhkan kepada tamu dari Perancis adalah tarian Vera.
Sesungguhnya tarian Vera dibawakan upacara-upacara kematian tokoh besar di Suku Rongga.
Tidak semua tarian vera diperuntukkan untuk upacara kematian orang Rongga.
Sebagian tariannya untuk menjemput tamu dan menghibur tamu saat ritual-ritual adat dilangsungkan di rumah adat maupun di kampung.
Untuk itu saat menyapa rombongan tamu dari Perancis, sekelompok penari, baik laki-laki maupun perempuan membawakan tarian Vera yang menghibur diiringi nyanyi-nyanyian bahasa Rongga.
Penunggang kuda berpakaian adat Suku Rongga di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, menjadi daya tarik wisatawan mancanegara. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
Sejalan dengan geliatnya pariwisata di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, pasca ditetapkan binatang Komodo menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia, warga setempat kembali bersemangat membangkitkan kembali berbagai atraksi-atraksi budaya, seperti tari-tarian.
Dampak dari Sail Komodo yang digelar September 2013 lalu di Pantai Pende, Manggarai Barat memberikan kegairahan kepada pelaku-pelaku pariwisata di seluruh Pulau Flores. Dan juga warga masyarakat menggali lagi berbagai atraksi-atraksi budaya yang hilang.
Tarian Vera bukan saja ditampilkan pada penyambutan tamu yang berkunjung ke Pantai Mbolata, di Kelurahan Watu Nggene, Kecamatan Kota Komba, tetapi tarian ini selalu tampil dalam berbagai festival budaya di tingkat Kabupaten Manggarai Timur.
Bahkan pada upacara-upacara kenegaraan seperti perayaan 17 Agustus, selalu ditampilkan.
Tarian Vera menghibur warga di Pantai Mbolata, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
Markus Bana, tokoh budaya Suku Rongga kepada KompasTravel belum lama ini menjelaskan, tak semua tarian Vera ditampilkan.
Ada sebagian tarian Vera tak bisa dibawakan di muka umum.
Selama ini tarian vera yang dipertontonkan kepada publik bersifat menghibur.
“Kami selalu diundang oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur, pihak gereja dan pelaku-pelaku pariwisata untuk selalu tampil. Kami bangga bahwa tarian ini ditampilkan untuk menyambut rombongan wisatawan yang berkunjung di Pantai Mbolata dan sekitarnya,” jelasnya.
Tampil Pada Pentas Seni Budaya
Markus Bana, yang tampil sebagai tokoh budaya pada pelaksanaan Hari Pangan Sedunia tingkat Keuskupan Ruteng yang diselenggarakan di Paroki Santo Arnoldus-Josef Waelengga menjelaskan, tarian Vera ditampilkan pada pentas seni budaya Hari Pangan Sedunia di Pantai Mbolata yang bernuansa dengan pertanian.
“Kami bangga bahwa tarian vera dari Suku Rongga selalu dipercayakan untuk tampil dalam berbagai event dan festival di Manggarai Timur. Bahkan, tarian ini sudah dikenal di wisatawan Eropa,” jelasnya.
Selain itu, ada yang tak kalah menarik dengan tarian Vera yakni menjemput tamu dengan menggunakan kuda dan penunggangnya berpakaian adat suku Rongga.
Antonius Tandang, salah satu penunggang kuda Suku Rongga, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur. (KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR)
Antonius Tandang, salah satu penunggang kuda Suku Rongga, menjelaskan, warga suku Rongga yang suka berburu hewan liar, seperti kerbau, kuda, rusa dan lain sebagainya selalu menggunakan kuda.
Di samping itu, warga menyambut tamu-tamu dengan menggunakan kuda dimana penunggangnya berpakaian adat Suku Rongga.
“Kami sering menjemput tamu-tamu baik dari Pemerintah maupun pejabat Gereja yang berkunjung ke wilayah kami dengan menggunakan kuda. Seperti pada Minggu (4/10/2015) sebanyak tujuh orang penunggang kuda menjemput tamu dari Keuskupan Ruteng,” jelasnya. (Markus Makur)