Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Suka Duka Traveling Bingung Nyasar-nyasar di Jalanan Roma dan Vatikan

Ini cerita suka duka traveling keliling Roma dan Vatikan sampai tersesat, sulit cari jalan kembali ke penginapan.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Kisah Suka Duka Traveling Bingung Nyasar-nyasar di Jalanan Roma dan Vatikan
Foto-foto: Arsip Rawintan E Binti
Foto kenangan traveler bernama Rawintan E Binti berkeliling Roma dan Vatikan. 

Ini cerita suka duka traveling keliling Roma dan Vatikan sampai tersesat, sulit cari jalan kembali ke penginapan.

TRIBUNNEWS.COM - Berkeliling Roma dan Vatikan di Italia dengan berjalan kaki dan menumpang transportasi umum, pastinya menyenangkan.

Belum lagi urusan nyasar-nyasar, menjadi pengalaman seru tersendiri.

Seorang traveler bernama Rawintan E Binti pernah mengalaminya dan menuturkan kisahnya pada Tribun.

Menjelajahi kota yang sarat dengan kejayaan budaya Eropa di masa lalu ini menyimpan banyak sejarah dunia.

Seperti Colloseum yang sudah berusia 2000 tahun, menjadi target jalan-jalannya saat di sana.

Nuansa masa lalunya benar-benar terasa.

Berita Rekomendasi

Diceritakannya, dia berangkat ke Roma dari Copenhagen, Denmark.

Menggunakan pesawat terbang menuju bandar udara Ciampino di Roma, dia tiba di sana pukul 8 malam.

Di sana, pukul 8 malam masih terang benderang karena sedang musim panas.


Foto kenangan traveler bernama Rawintan E Binti berkeliling Roma dan Vatikan.

Tiba di bandar udara, urusan pemeriksaan di imigrasi tak selancar yang dikiranya.

Pemeriksaan cukup lama padahal dia sudah menggunakan passport biru sesuai yang berlaku di sana.


"Saya sempat bertanya-tanya ada apa. Takutnya ada masalah soalnya petugasnya mengecek passport saya berkali-kali di komputer. Giliran saya diperiksanya lama banget. Ternyata nggak ada apa-apa," jelas dosen Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin ini.

Terlebih lagi, bandar udara itu khusus untuk penerbangan murah sehingga fasilitasnya pun standar saja.

Konter pemeriksaan imigrasi yang dibuka hanya dua sementara penumpangnya banyak.

Bisa dibayangkan seperti apa antreannya.

Keluar dari situ, dia dan temannya yang juga ikut jalan-jalan di sana menuju penginapan menggunakan transportasi kereta bawah tanah bernama Metro.

Mereka sudah memesan kamar sebelumnya.

Tiba di stasiun Metro Manzoni sudah pukul 10 malam dan sudah agak gelap.

Dia dan temannya benar-benar buta jalan dan menuju penginapan hanya bermodalkan panduan dari pihak penginapannya yang dikirim via e-mail.

"Ketika kami keluar stasiun kami bertemu dengan serombongan remaja Jepang yang juga sedang melancong. Kami mengira mungkin mereka menuju penginapan yang sama dengan kami, karena itu kami berjalan di belakang mereka. Setelah berjalan sekitar 200 meter, rombongan itu berhenti di sebuah hotel namanya Hotel President, berbintang 4. Ternyata kami tertipu, tempat penginapan kami hanya sekelas hostel B&B - Bed and Breakfast," ujarnya.

Tidak jauh dari situ mereka menemukan hostel itu.

"Kami agak bingung, kok tidak seperti hostel, bangunannya tidak kelihatan, hanya ada tembok tinggi dan pintu masuknya dari kayu. Kami coba ketuk pintu tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda berpenghuni," jelasnya.

Akhirnya, dia bertanya ke orang sekitar situ dan ternyata memang benar ini adalah penginapan yang dimaksud.

Dia mencoba menelpon pengelola penginapan itu hingga akhirnya mereka bisa masuk.

Saat masuk, dia cukup takjub karena fasilitas yang ditawarkan cukup nyaman untuk penginapan sekelas ini.


Foto kenangan traveler bernama Rawintan E Binti berkeliling Roma dan Vatikan.

Ternyata di dalam kompleks itu ada beberapa unit bangunan, salah satunya dijadikan hostel.

Tempatnya cukup lumayan, hanya tiga kamar, antik tapi terawat dan bersih.

Besoknya, acara jalan-jalannya di Roma dimulai.

Tempat pertama yang ditujunya adalah Colloseum, tempat pertarungan para gladiator dan animal hunt (pertandingan perburuan binatang buas) ini.

Bangunan yang hampir berusia 2000 tahun ini dulu bisa menampung sekitar 45.000 penonton, bangunan spektakuler untuk pertunjukan yang juga spektakuler di masa itu.

"Kami berkeliling melihat bagian-bagian bangunan, ruangan tempat para gladiator, juga ruangan tempat binatang buas. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa tempat ini juga merupakan tempat penyiksaan umat Kristen di abad pertama. Di sana umat Kristen diadu dengan binatang buas seperti pertunjukan animal hunt," bebernya.

Dia sering berkunjung ke banyak tempat, namun hanya di sinilah dia merasakan kengerian yang sangat mendalam.

Jelas saja ngeri, karena nuansa pertarungan dan penyiksaannya begitu terasa dari interior klasiknya yang masih dipertahankan.

Usai puas berkeliling Colloseum, dia ke Musei Vaticani (Museum Vatikan).

Mengunjungi museum sungguh mengasyikan hingga dia lupa waktu.

Dia sangat menikmati karya seni dan perkembangan peradaban yang ditampilkan di museum itu.

Di sana ada berbagai lukisan dan patung dari pualam yang pahatannya sangat halus karya para maestro serta benda-benda bersejarah dipajang.

Museum ini terhubung dengan Sistine Chapel.

Di sini dia melihat lukisan The Creation of Adam karya Michael Angelo yang sangat tersohor itu.

Seluruh langit-langit dan dinding bagian atas dilukis sangat indah dan menakjubkan.

"Tengkuk saya sampai sakit karena mendongak terus. Mungkin pelukisnya dulu lebih sakit lagi lehernya. Di masa teknologi tidak secanggih sekarang, pekerjaan yang sulit ini hanya bisa dilakukan karena tekad dan dedikasi tinggi," kenangnya.

Salah satu lukisan juga menggambarkan proses pembangunan kota Roma, dengan alat seadanya tampak para pekerja memindahkan batu-batu yang ukurannya sangat besar.

Di sana juga ada tempat menarik lainnya, yaitu Gereja St Peter's Basilica.

Interiornya penuh pesona artistik dan luar biasa indah.

Banyak koleksi patung yang sungguh menakjubkan.

"Ada sebuah patung berbalut hamparan kain warna coklat seperti batik tulis, setelah saya dekati ternyata terbuat dari batu pualam. Cantik sekali," pujinya.

Menurutnya, karya seni yang di dalam gereja itu benar-benar luar biasa, karya seni yang dikerjakan dengan sepenuh hati dan jiwa menjadi sebuah maha karya.

Keluar dari situ, ada lapangan dan mereka melihat ada pintu gerbang yang dijaga tentara yang dikenal dengan sebutan The Papal Swiss Guard (tentara bayaran dari Swiss), tentu tidak akan diijinkan masuk.

Badan mereka tinggi besar dan model bajunya yang cukup unik, warnanya biru dan kuning dengan topi berjambul merah.

Ketika itu hawa di Roma cukup panas, karena itu turis-turis umumnya berpakaian 'minimalis'.

Tetapi ketika mereka masuk ke dalam gereja St Peter, mereka yang memakai tank top menutupi bagian atas tubuh mereka dengan syal.

Karena ini tempat wisata religi Nasrani, pengunjung dilarang masuk memakai rok mini, celana yang sangat pendek dan baju dengan bahu terbuka.

Berkunjung ke Italia, dia merasa kalau tidak makan pizza di negeri asalnya rasanya tidak akan afdal.

Waktu dia makan pizza, ada dua orang laki yang bertengkar hebat, entah saling memaki atau bicara apa, yang jelas dia tidak mengerti bahasa Italia.

Beberapa orang berusaha melerai ketika muka mereka hampir beradu, tapi tidak ada tanda-tanda mereka akan baku pukul.

Dia cukup heran dengan tipikal karakter warga sana.

Menurutnya, orang Italia temperamental namun pada dasarnya mereka baik dan ramah.

Selama di sana dia menemui adat yang mengejutkan.

Selain melihat orang bertengkar, dua kali dia di’suit’i oleh pria iseng.

Kemudian dia menemukan fakta bahwa jika disuiti pria, orang itu bisa dilaporkan ke polisi karena termasuk pelecehan.

"Dan satu lagi, mereka cantik-cantik dan ganteng-ganteng. Pengamennya aja ganteng lho, kalau di Indonesia sudah jadi selebriti," pujinya.

Selama di sana, dia menyarankan agar berhati-hati terhadap pencopet. Dia menyarankan sebaiknya memakai tas pinggang selama di sana untuk mengamankan uang dan passport. "Biar aman saja," katanya. (Yayu Fathilal)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas