Bibimbap, Kuliner Khas Korea yang Baru Enak Kalau Diaduk-aduk Dulu Sebelum Disantap
Bibimbap, namanya. Masakan khas Korea ini baru terasa enak rasanya kalau diaduk-aduk dulu sebelum menyantap.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Jika Anda mengunjungi Korea, Bibimbap adalah salah satu kuliner khas yang layak dicoba.
CNN Travel pernah menempatkan Bibimbap di urutan ke-40 makanan paling enak seantero jagad.
Di atas pesawat Korean Air dalam penerbangan menuju Seoul, saya bingung melihat cara makan penumpang di kursi sebelah saya.
Ia mengaduk-aduk dengan keras makanan di atas mangkuknya.
Saya baru menemukan jawaban atas kebingungan itu di Seoul, Korea Selatan.
Han Sundae, pemimpin rombongan tur kami mengajak makan siang di sebuah warung makan kecil di Bukchang-dong. “Grandma Yu Bibimbap” nama warung itu.
Warung makan Nenek Yu, seolah pemilik warung ini ingin mengesankan sebuah warisan resep kuno turun temurun.
Dari luar warung itu terlihat kecil. Pintu masuknya sempit dengan atap yang nyaris menyentuh kepala.
Bibimbap, makanan Korea Selatan.
Para pengunjung harus masuk satu-satu karena pintu masuknya mirip lorong.
Namun, kapasitas warung itu lumayan, bisa menampung sekitar 30 orang di lantai satu.
“Warung ini terkenal lho,” kata Patricia, salah seorang rekan rombongan, memberi tahu kami saat tengah menunggu makanan datang.
Patricia sudah tiga kali mengunjungi Seoul. Ia paham betul seluk beluk kuliner di kota ini.
Di atas meja tersedia kimchi dan myeolchi, dua penganan khas Korea. Kimchi adalah sayuran yang difermentasi lalu dibumbui pedas. Rasanya masam.
Myeolchi ada ikan teri. Disajikan “polos” tanpa tambahan. Rasanya manis, kontras dengan Kimchi yang masam dan pedas. Dua makanan itu bisa jadi cemilan sambil menunggu menu utama.
Mangkuk panas
Tak lama, menu utama tiba. Yang datang pertama adalah mangkuk kecil berisi kuah dan beberapa helai taoge.
Setelah itu, datang mangkuk lebih besar di atas tatakan kayu. Asap mengepul dari dalam mangkuk.
“Hati-hati, mangkuknya panas,” Han berteriak mengingatkan kami untuk tidak menyentuh mangkuk utama.
Orang Korea menyebut mangkuk itu dolsot. Artinya, mangkuk batu. Mangkuk itu isinya macam-macam. Paling atas adalah lelehan telur mata sapi setengah matang.
Di bawahnya ada beragam sayuran: timun jepang yang dipotong kecil dan halus, taoge, lobak, jamur, gosari, selada, dan rumput laut kering. Paling bawah adalah nasi putih.
Pelayan warung itu menuangkan joy sauce ke dalam mangkuk. Ia memberitahu agar kita juga mencampur sambal khas korea yang ada di atas meja.
Warung makan “Grandma Yu Bibimbap” di Bukchang-dong, Seoul, Korea Selatan (Kompas.com/ Heru Margianto)
“Jangan dimakan dulu. Semua lihat saya. Semua makanan itu harus diaduk sampai rata. Kalau kalian suka, tambahkan sambal,” kata Han sambil mengaduk seluruh isi mangkuk dengan keras. Saya teringat pengalaman saya di pesawat.
Nasi campur
Bibimbap berasal dari dua kata: “bibim” dan “bap”. Bibim artinya campur, sedang bap adalah nasi. Cara makanannya, semua bahan yang tersaji dalam mangkuk panas harus diaduk dahulu supaya rata.
Setelah semua teraduk rata, barulah disantap. Bibimbap paling enak disantap saat masih panas.
Rasanya gurih dan “nano-nano”. Sekelebat ada rasa rumput laut bercampur rempah dari sambal dengan pedas yang amat tipis. Ada juga aroma taoge yang kadang datang sebentar lalu hilang ditelan rasa yang lain.
Bibimbap adalah makan tradisional Jeonju, ibu kota provinsi Jeolla Utara.
Kerap disebut, mencampur semua makanan di dalam mangkuk merupakan bagian dari ritus kuno pemujaan leluhur masyarakat Jeonju. Ini semacam ungkapan syukur atas segala rezeki yang diterima.
Jeonju merupakan salah satu kota utama wisata di Korea Selatan. Jeonju terkenal akan wisata kulinernya, gedung-gedung bersejarah, dan beragam festival kebudayaan yang digelar setiap tahun.
Mei 2012, UNESCO menobatkan Jeonju sebagai kota makanan sehat atau gastronomi. Resep tradisonal aneka makanan sehat di kota itu diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi, termasuk resep bibimbap. (Heru Margianto)