Data Wisatawan Asing yang Masuk ke Malaysia, Thailand dan Singapore Bisa Dimanfaatkan Indonesia
Bagi yang tidak punya background digital, tidak sulit membayangkan skema digitalisasi yang bakal digarap Menpar Aried Yahya
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bagi yang tidak punya background digital, tidak sulit membayangkan skema digitalisasi yang bakal digarap Menpar Arief Yahya.
Siapa sih orang zaman sekarang yang tidak pakai smartphone? Yang tidak download aplikasi whatsup, facebook, twitter dan email account? Siapa sih yang tidak pernah googling via gadget? Maka, digital adalah keniscayaan yang tak bakal retreat lagi.
Ke depan, kebutuhan coverage area wifi akan semakin luas. Karena anak-anak muda semakin digital minded. World Economic Forum dalam mengukur indeks competitiveness tour and travel salah satunya juga menggunakan indikator ICT readiness.
Seberapa kuat sinyal di objek-objek wisata strategisnya, seberapa besar kapasitas bendwith, server, kabel optic, komunikasi data murah dan cepat. Dunia digital, betul-betul seperti air bah yang tak satu tanggul pun yang bisa membendung hantamannya.
“Saya sudah tahu, dan siap mental sejak menjadi Dirut PT Telkom, untuk bermain di era digital. Semakin digital, semakin personal. Begitu anda masuk di dunia digital, semua yang Anda kerjakan itu terecord dengan baik, factual dan terdokumentasi. Ada searching apa saja, browsing apa saja, dari waktu ke waktu, bisa di rewind lagi. Dan saya akan berawal dari akhir, memulai dari apa yang sudah paling akhir dilakukan orang,” papar Menpar Arief Yahya.
Contohnya, agar bisa membayangkan soal digital marketing.
“Kita bisa mendapatkan data jumlah wisatawan asing yang masuk ke Malaysia, Thailand dan Singapore setiap tahunnya. Kita bisa pilahkan secara detail dalam bentuk big data, siapa saja profile wisatawan itu? Dari mana saja? Kapan mereka searching dan menemukan web destinasi Malaysia, Singapore dan Thailand? Berapa lama memutuskan untuk berlibur? Berapa lama masa tinggal? Makanan dan jenis traveling apa yang disukai? Mereka sebelum dan sesudah ke tiga negara itu, kemana lagi?” jelas Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu.
Kita bisa collect data-data soal promosi tiga negara itu? Untuk mendapatkan wisatawan yang sudah berhasil datang ke sana? Desain seperti apa? Pilihan temanya apa? Alam (nature), budaya (culture), atau buatan manusia? Alamnya pantai, gunung, hutan, atau bawah laut? Budayanya, seni pertunjukan, kuliner, cerita sejarah, atau arsitektural? Buatan tangan manusia yang seperti apa?
“Lalu semua itu dimatrik, digabungkan, dibaca dan disusun oleh computer. Dari situlah kita akan menentukan kebijakan apa saja? Yang pas dengan kebiasaan wisman tersebut? Yang sangat personal? Bahkan bisa langsung di-blast ke masing-masing email dan akun pribadi mereka? Bisa diposting sesuai selera mereka,” papar lulusan Elektro ITB Bandung itu.
Profile wisatawan yang berkunjung ke tiga negara itu, lanjut Arief Yahya, semakin “telanjang” di depan computer. Mereka itu akan dijaring dengan sentuhan apa saja, kisi-kisinya semakin jelas, termasuki timeline dan tema events yang akan menjadi kail.
“Tahun 2016, penggunakan big data seperti ini akan menjadi andalan marketing dan promosi pariwisata kita. Jadi semakin digital, akan semakin personal. Semakin personal, semakin efektif menyentuh hati,” jelas Arief yang juga lulusan Surrey University, Inggris itu.
Ditambah lagi, kerjasama marketing dengan Google, Trip Advisor, Ogilvy, dan banyak provider lain yang punya reputasi, data dan network kuat di level internasional. Data-data dari mereka bisa jadi berbeda dengan yang dimiliki oleh BPS maupun Kementerian sendiri.
“Makin kuat data-data itu, akan semakin presisi strategi yang dilakukan untuk promosi dan pengembangan pasar dalam negeri,” ungkapnya.
Dari data-data itu, model promosinya pun akan semakin efektif. Untuk sasaran tertentu yang sudah terdata lengkap, tinggal diberi treatment khusus. Tidak harus membombardir dengan spending biaya mahal, tetapi dikombinasi dengan pasar digital yang sangat persolan.
Ke dalam atau di lingkungan internal sendiri, lanjut Arief, juga tidak mau lepas dari soal digital. Ada istilah E-Commando. Dari Eselon 1 sampai Eselon 4 akan terkoneksi dengan jaringan di computer dan email di gadget-nya.
Setiap perintah dari Menpar, turun sampai ke level Eselon 4 akan terdata dengan rapi. Juga akan ter-detect, mandek-nya ada di meja mana, level mana, oleh siapa, problemnya apa, berapa lama terselesaikan.