Keliling Mekkah, Ziarah Makam Istri Rasulullah, Napak Tilas Kehidupan Nabi Muhammad SAW
Ini kisah Berkeliling Mekkah, ziarah makam istri pertama Nabi Muhammad sekalian napas tilas kehidupan Rasulullah.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Berkeliling Kota Mekkah dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah dalam agama Islam di sana bisa menjadi kesan tersendiri.
Berkelilingnya tidak dengan jasa agen perjalanan seperti kebanyakan jemaah yang berkunjung ke sana.
Jika dengan jasa agen perjalanan, biasanya menggunakan bis.
Namun sekali-kali tak ada salahnya juga mencoba menyusuri kota suci ini dengan berjalan kaki.
Walau lelah, namun kita jadi lebih mengetahui seperti apa kehidupan sehari-hari warganya.
Berfoto di depan Pemakaman Jannatul Ma'la.
Jurnalis BPost yang belum lama ini ke sana untuk beribadah umrah, tertarik mengikuti ajakan ustad pembimbing rombongan jemaah dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan untuk menyusuri jalan-jalan di Kota Mekkah dan mengunjungi beberapa tempat bersejarah dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Tawaran yang cukup menarik.
Hanya ada sekitar 10 orang dari jemaah yang tertarik mengikuti kegiatan tapak tilas ini.
Kami berangkat dari hotel di dekat Masjidil Haram usai melaksanakan salat asar.
Tujuan awal adalah tempat pemakaman umum warga Mekkah, yaitu Jannatul Ma'la.
Di sini ada kuburan istri pertama Nabi Muhammad SAW, yaitu Khadijah.
Karena jaraknya sangat jauh sehingga kami disarankan berangkat menggunakan taksi.
Taksinya mudah didapat di jalan.
Waktu itu kami menyewa dua buah taksi.
Satu taksi cukup untuk lima orang penumpang dan satu sopir.
Sekali jalan biayanya 50 Riyal untuk satu taksi.
Ustad Arifin yang merupakan orang asli Kalimantan Selatan dan sudah berpuluh tahun tinggal di Mekkah sangat hafal dengan adat warga di sana.
"Di sini sangat berbeda dengan di Indonesia. Bagi perempuan, khususnya turis, jangan sekali-kali berani naik taksi sendirian. Biasanya akan dicabuli sopirnya. Akan lebih aman kalau berangkat berombongan atau disertainya muhrimnya. Kalau laki-laki sendirian naik taksi nggak apa-apa," jelasnya.
Taksi yang ada di sana tak sebagus taksi di Indonesia.
Di sana, taksinya menggunakan mobil jenis sedan yang sudah tampak tua dan keluaran puluhan tahun lalu, namun kondisinya masih bagus.
Fasilitasnya biasa saja, namun cukup terawat dan nyaman.
Perjalanan ke TPU Jannatul Ma'la sekitar 30 menit.
Tiba di TPU Jannatul Ma'la, pemandangan gersang tampak di depan mata.
Kuburan di sana tanpa nisan.
Hanya ada batu-batu di atasnya tanpa keterangan sama sekali tentang jenazah yang dikubur di bawahnya.
Pemandangan menarik di sana adalah banyaknya burung dara yang beterbangan dan hinggap di atas kuburan-kuburan tersebut.
Warna mereka sama semua, yaitu abu-abu agak putih.
Jumlah mereka ratusan ekor.
Terkadang mereka tampak seperti mematuk-matuk sesuatu yang ada di tanah.
Areanya cukup luas.
Tiba di sana, kami langsung membaca doa ziarah kubur dipimpin oleh Ustad Arifin.
Di sana, kaum perempuan tak dibolehkan memasuki area kuburan kecuali kaum lelakinya.
Hasilnya, para jemaah perempuan yang ikut di rombongan ini hanya menunggu di luar pagar sementara beberapa orang lelakinya diizinkan berziarah ke makam Khadijah.
Karena wartawan BPost seorang perempuan, jadi tak dibolehkan ikut berziarah ke dalam makamnya dan hanya bisa melihat dari jauh.
"Ada hadis Rasulullah yang melarang perempuan berziarah ke kuburan. Itu dijadikan landasan oleh warga Arab Saudi sehingga menjadi adat mereka," jelas sang ustad.
Jemaah lelaki anggota rombongan ini, Rizky sempat ikut masuk ke makam Khadijah.
Katanya, makam istri Rasulullah itu tampak berbeda dari yang lain.
Jika yang lain hanya diberi batu dan tanahnya tampak rata, maka makam Khadijah diistimewakan.
Makamnya seperti kebanyakan kuburan di Indonesia, yaitu dipagari.
Posisinya pun di tempat yang berbeda.
Dari luar, tampak ada pagar bercat hijau dan berpintu.
Peziarah lelaki hanya dibolehkan berdiri di luar pagar hijau ini sembari berdoa.
Kuburan-kuburan warga yang tampak rata saja dengan tanah memiliki pintu beton seperti tutup lubang trotoar dengan sebuah pengait besi di atasnya untuk membuka lubang.
Kabarnya, satu lubang bisa berisi beberapa mayat dan mereka hanya diberikan nomor sebagai identitas.
Jika ada yang baru meninggal dunia, petugas tinggal membuka tutup lubangnya untuk memasukkannya ke liang lahat.
Kecuali jenazah Khadijah, itu sebuah pengecualian dan sangat diistimewakan karena merupakan seorang tokoh penting dalam sejarah Islam.
Di beberapa sudut TPU itu, ada beberapa lubang yang terbuka dan tampak masih baru, seakan siap menanti jenazah baru.
Usai dari situ, perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki sembari menikmati udara sore dan pemandangan Kota Mekkah yang dipenuhi bangunan toko dan rumah yang tampak sama dan berdempetan serta taman-tamannya yang tampak asri dan tertata rapi.
Kami mengunjungi beberapa masjid bersejarah dalam kehidupan Nabi Muhammad dan momennya diabadikan dalam Alquran.
Di antaranya ada Masjid Jin, tempat ketika serombongan jin mendengar ayat-ayat Alquran dari Nabi Muhammad lantas mereka memeluk Islam.
"Peristiwa itu ada di Alquran di Surah Jin. Nah, kejadiannya dulu di masjid ini," terang Ustad Arifin.
Masjidnya tampak biasa saja.
Posisinya dihimpit pertokoan yang menjual berbagai cinderamata khas Arab dan berada di tepi jalan raya.
Dari luar, tampak masjid ini berukuran kecil seperti musala.
Kalau di sana, tempat ibadah umat Islam baik besar ataupun kecil semuanya disebut masjid.
Tak ada istilah musala atau langgar bagi tempat ibadah umat Islam yang berukuran lebih kecil dari masjid seperti di Indonesia.
Puas berkeliling dengan berjalan kaki ke beberapa masjid dan sesekali singgah ke toko oleh-oleh yang kami lalui untuk berbelanja, perjalanan berlanjut ke sebuah tempat yang konon dulu adalah rumah tempat Nabi Muhammad dilahirkan.
Letaknya tak jauh dari Masjidil Haram dan posisinya agak di belakang, tertutup oleh beberapa bangunan lainnya.
Bentuknya seperti kotak dan sekarang difungsikan sebagai perpustakaan.
Sayangnya, kami hanya lewat sebentar dan berfoto-foto di depannya karena keterbatasan waktu dan fisik yang sudah lelah.
Azan magrib sudah berkumandang.
Seperti adatnya orang sana, jika waktu salat tiba, maka tak boleh dulu melakukan kegiatan di luar ibadah.
Kami pun bergegas ke Masjidil Haram untuk ikut salat magrib berjemaah.
Tiba di masjid dan sembari menunggu iqamah berkumandang tanda salat berjemaah segera dimulai, kami sempat mengunjungi satu lagi tempat bersejarah di situ, yaitu rumah Nabi Muhammad setelah menikah dengan Khadijah.
Posisinya di salah satu sudut halaman Masjidil Haram.
Sayangnya, tak ada penanda khusus bahwa itu dulu bekas rumah Rasulullah.
Tempatnya rata saja dengan lantai halaman masjid.
Bahkan para jemaah yang tak tahu bisa dengan bebasnya berjalan di atasnya.
Tak ada tulisan apa pun yang menerangkan tentang tempat itu, namun Ustad Arifin sudah sangat hafal dengan tempat tersebut karena sering membawa jemaah asal Kalimantan Selatan ke sana.
Di sini, kami berdoa dibimbing sang ustad.
"Di sinilah dulu, konon merupakan rumahnya Rasulullah setelah menikah dengan Khadijah. Di sini pula tempat Khadijah melahirkan anak-anaknya seperti Fatimah yang merupakan istri dari salah satu pemimpin besar Islam di masa lalu, Ali bin Abi Thalib," katanya.
Usai itu, iqamah berkumandang dan kami pun bergegas untuk salat magrib berjemaah kemudian pulang ke hotel kembali dengan berjalan kaki.
Kegiatan tapak tilas yang cukup melelahkan namun menyenangkan karena kami bisa mengunjungi tempat-tempat bersejarah tersebut sembari menikmati pemandangan Kota Mekkah.
Jika ditotal, kami berjalan kaki sekitar 10-12 kilometer, namun semua itu tak terasa karena banyak pemandangan menarik yang kami saksikan seperti kawanan burung dara dan taman-taman Kota Mekkah yang cukup tertata apik, walaupun kaki terasa bengkak dan pegal. (Yayu Fathilal)
Video pawai obor sambut tahun baru Islam