Rumah di Bali Ini Koleksi Ribuan Wayang dan Topeng dari Seluruh Dunia, Masuknya Gratis!
“Sampai saat ini topeng dan wayang yang kami kumpulkan ada 1.300 topeng dan 5.700 wayang."
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Ayu Dessy Wulansari
TRIBUNNEWS.COM, GIANYAR - Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma (RTWSD) berdiri karena keprihatinan topeng-topeng di Indonesia yang kurang mendapat perhatian.
Berada di Jalan Tegal Bingin (Mas, Ubud) Banjar Tengkulak Tengah, Desa Kemenuh, Sukawati, Gianyar, Bali, RTWSD sudah ada sejak 1998.
Koleksi wayang. (Tribun Bali/Ayu Dessy)
Pendiri sekaligus pengelola RTWSD, A Prayitno mengatakan, seiring berjalannya waktu, tidak hanya topeng yang dikumpulkan.
Selain itu juga mengumpulkan wayang-wayang.
“Sampai saat ini topeng dan wayang yang kami kumpulkan ada 1.300 topeng dan 5.700 wayang. Kami berusaha untuk terus menambah topeng dan wayang selama kami masih bisa berjalan,” ujar Prayitno.
Koleksi ribuan topeng dan wayang tidak hanya berasal dari daerah di Indonesia.
RTWSD juga menjadi rumah bagi topeng dan wayang yang ada di berbagai negara.
Seperti halnya topeng yang berasal dari Tiongkok, Jepang, Meksiko, Italia, Srilanka, Laos, Vietnam, serta negara-negara yang ada di Benua Afrika.
Koleksi wayang dari berbagai daerah di Indonesia. (Tribun Bali/Ayu Dessy)
“Wayang juga dari seluruh dunia, antara lain wayang dari Indonesia yang sangat banyak ragamnya, terutama dari Bali yang memiliki delapan macam. Kemudian wayang dari Jepang, Malaysia, India, dan banyak lagi yang ada di sini,” lanjut Prayitno.
Mengunjungi RTWSD tidak sekadar hanya melihat ribuan topeng dan wayang yang terkumpul.
Lebih dari itu, pengunjung bisa belajar banyak hal mengenai kedua benda tersebut.
Diletakkan secara rapi dan terawat, serta beberapa ditempatkan dalam lemari kaca.
Setiap koleksi dilengkepi dengan narasi yang menejelaskan asal topeng dan wayang.
Pengunjung dapat mengetahui berbagai bentuk ekspresi, warna, anatomi, ukuran, dan ornamen penghias dari topeng.
Rumah Topeng dan Wayang Setia Darma (RTWSD). (Tribun Bali/Ayu Dessy)
Setiap topeng memiliki aura yang berbeda sesuai dengan apa yang menjadi lakonnya.
Bentuk dan mimik topeng setiap daerah menampilkan karakter yang tak sama.
“Topeng-topeng di Indonesia jika ditarikan itu terasa hidup. Seperti roh yang mempunyai jiwa. Yang marah akan kelihatan marah sekali, yang senyum nampak senyum sekali,” katanya.
Bagi Prayitno yang mencintai pertunjukan seni dan budaya, keberadaan topeng dan wayang memiliki filosofi yang sejalan, tetapi lebih banyak topeng.
Keduanya memiliki narasi, sosiologi atau bagaimana berhubungan dengan sesama manusia, dengan alam, dan Tuhan, serta budi pekerti atau tata cara berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, dan sebagainya.
“Topeng masih ada satu lagi, yaitu bahan. Kalau di wayang kulit ya buatnya dari kulit semua. Sedangkan di dalam topeng bahannya berbeda. Misal raja menggunakan bahan dari kayu apa atau patih dari kayu yang bagaimana, dan sebagainya,” jelas pria asal Lamongan itu.
Dikelola secara swadaya, RTWSD menjadi tempat wisata budaya alternatif yang ada di Bali.
Tidak hanya sebagai rumah dengan menunjukkan ribuan koleksi yang kaya akan nilai seni dan budaya, tetapi juga mengedukasi siapa saja yang berkunjung.
Bertandang ke RTWSD tidak dipunguti biaya.
Namun pengunjung bisa memberikan donasinya.
Jam operasional dimulai pada pukul 08.00-16.00 Wita dan buka setiap hari.
“Jika ada orang yang ingin berkunjung di luar jam itu dan pintu diketuk, selama tuan rumahnya masih ada, kami akan mempersilakan untuk masuk,” ungkapnya sembari tertawa.
Berbicara tentang keberadaan topeng dan wayang memang sangat lekat hubungannya dengan sejarah budaya Indonesia.
RTWSD merupakan sebuah wadah yang tepat untuk mulai memaknai apa arti berkesenian dan berbudaya di tengah derasnya arus modernisasi yang masuk ke Indonesia, khususnya Bali.
Akulturasi Budaya Jawa dan Bali
RTWSD dibangun di atas lahan seluas satu seperempat hektare.
Ada sembilan bangunan yang menjadi tempat dipajangnya topeng dan wayang.
Suasana perpaduan budaya Jawa dan Bali sangat terasa di rumah ini.
Bangunan dibuat dengan arsitektur joglo dan limasan.
Sedangkan di sekeliling rumah dihias dengan taman yang indah, patung-patung khas Bali, dan beberapa terdapat bale bengong.
“Joglo kalau dipakai untuk exhibition lebih pas karena tidak ada sekat-sekat di tengahnya. Selain itu rumah joglo ini bisa diangkat-angkat,” kata Prayitno.
Lebih lanjut Prayitno menjelaskan, setiap bangunan berisi koleksi yang berbeda-beda.
Topeng dan wayang tersebut ditempatkan sesuai dengan asal atau daerahnya.
Itu membuat pengunjung lebih mudah mengetahui dari mana topeng dan wayang itu didatangkan.
“Ada bangunan yang khusus menampilkan barong. Ada barong dari Bali sampai Betawi, bahkan dari Tiongkok. Barongsai itu pemberian Li Shao Chi kepada bangsa Indonesia di Istana Bogor dan diberikan kepada Bung Karno,” tuturnya.
RTWSD tidak hanya memiliki ribuan topeng dan wayang.
Di rumah ini juga menyediakan beberapa fasilitas yang dapat digunakan oleh masyarakat umum untuk pagelaran kebudayaan.
Ada sebuah open stage dengan pemandangan areal persawahan dan kapasitas penonton 500 orang.
Fasilitas lainnya, terdapat wanitlan dan kafe.
“Kemudian ada satu gedung yang besar untuk pertunjukan seni semisal drama atau musik. Pertunjukan musik ini yang paling digemari karena bangunan terbuat dari kayu jati semua, dari lantai, dinding hingga plafon atas. Sehingga menurut seniman musik, bangunan ini bagus dan akustiknya sangat terjaga."