Bom Guncang Bangkok Tahun 2015, Ini Tindakan Thailand Cegah Kehancuran Wisatanya
Inilah tindakan Thailand untuk mencegah kehancuran industri wisata setelah bom mengguncang Bangkok, Agustus 2015 lalu.
Penulis: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Saat tragedi bom mengguncang Bangkok, Thailand, pada Agustus 2015 lalu, pemerintah Thailand langsung membuat langkah-langkah tegas untuk mencegah hancurnya industri pariwisata negeri gajah putih.
Salah satunya adalah membatasi penyebaran foto-foto korban tewas yang jumlahnya sekitar 20 orang.
Pemerintah setempat juga melarang media memasang gambar-gambar yang sekiranya dinilai terlalu 'mengerikan'.
Wisatawan di Pantai Pattaya, Thailand.
Misalnya foto-foto korban tewas dengan tubuh tercabik-cabik, berdarah-darah, bagian tubuh tercecer-cecer dan semacamnya.
Bahkan hastag-hastag cerita duka dan ketakutan di media sosial juga dikontrol karena dikhawatirkan justru akan menebar ketakutan pada wisatawan asing yang semula berhasrat datang pelesiran ke destinasi favorit seperti Pantai Pattaya yang aduhai eloknya itu.
Tanpa mau repot-repot memikirkan motif pemboman, Thailand langsung menyimpulkan, ledakan di Kuil Erawan, Bangkok, itu memang bertujuan menghancurkan perekonomian negeri itu.
Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan Thailand Prawits Wongsuwan meyakinkan, ada pihak-pihak yang tak menginginkan kebangkitan ekonomi negeri itu usai kisruh politik tahun lalu yang berujung pengambilalihan kekuasaan oleh militer.
"Pelakunya bertujuan ingin menghancurkan ekonomi dan pariwisata, karena peristiwa ini terjadi di jantung distrik pariwisata," kata Prawit, saat itu.
Nah, bagaimana dengan tragedi bom bunuh diri yang mengguncang kawasan Sarinah - Thamrin Jakarta, pada Kamis 14 Januari 2015 siang?
Begitu banyak foto-foto, video dengan gambar-gambar mengerikan tentang kondisi korban tewas bergelimpangan di jalanan menyebar begitu cepat di media sosial tanpa kontrol.
Darah berceceran, bagian-bagian tubuh terkoyak mudah ditemukan di twitter, instagram dan sebangsanya.
Pesona kuil dan pasar Wat Arun di Bangkok.
Hastag-hastag bernuansa mendung, duka, kelabu, berbau kecemasan, bermunculan dengan deras.
Barangkali hal-hal seperti yang benar-benar dilarang oleh pemerintah Thailand, tapi tidak dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Well, kalau media sosial memang lumayan susah dikontrol karena sifatnya sangat terbuka.
Tapi paling tidak, publikasi foto-foto di media-media, entah itu cetak, online maupun televisi harusnya tetap melalui proses editing yang sesuai dengan etika jurnalistik. Learning from Thailand, please! (Agung BS/ abstribun@gmail.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.