Kopi Gayo, Dendeng dan Kue Kering Khas Aceh yang Pas Buat Oleh-oleh
Tiga kuliner ringan dari Aceh ini pas buat oleh-oleh.
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati
TRIBUNNEWS.COM, ACEH – Tak lengkap rasanya berkunjung ke suatu daerah tanpa mencicipi kuliner setempat.
Pun tak lengkap rasanya kembali tanpa menenteng buah tangan alias oleh-oleh.
Dari Aceh, sederet kuliner di bawah ini menawarkan keduanya.
Tribun Travel merangkumnnya untuk anda.
Baba Cold Brew, Minuman kemasan dari bijih kopi terbaik Gayo
Aceh dikenal sebagi salah satu lumbung penghasil bijih kopi terbaik dunia.
Keharuman kopi arabica dari dataran tinggi Gayo aromanya sudah kemana-mana.
Baik yang dijual masih dalam bentuk bubuk maupun yang sudah tersaji di coffee shop.
Baba cold brew.
Nah! Jika anda melancong ke daerah tempat bijih kopi itu berasal, maka anda akan mendapati keberadaan warung kopi yanng berjamur hampir di setiap sudut.
Mulai dari warung kaki lima hingga coffee shop.
Biasanya bubuk kopi dijual dalam bentuk kemasan, sedangkan minumannya disajikan di tempat.
Namun Fajar membuat terobosan baru dengan meracik minuman kopi dan mengemasnya dalam botol
“Kopi Gayo berasal dari Aceh dan keberadan warung kopi di sini sudah cukup banyak. Peluang inilah yang saya tangkap dengan membuat kopi dalam kemasan dan menitipkan di tempat itu atau menjual sebagai oleh-oleh melalui reseller,” terang Fajar.
Baba Cold Brew lahir April 2015 lalu.
Fajar menerangkan cold brew mengadopsi cara penyajian kopi ala Jepang dan Belanda.
Cara ini cukup populer di beberapa daerah di Indonesia.
Sementara ‘baba’ berasal dari bahasa lokal yang bermakna ‘bawa-bawa’.
Jadi Baba Cold Brew bermakna kopi siap minum dan siap pula dibawa pulang.
Namun jangan salah, Baba Cold Brew bukanlah kopi instan.
Kopi ini telah melampaui serangkaian proses sebelum sampai ke tangan konsumen.
Di tempat usahanya Jalan Tgk Chik Dipineung Raya No 12 D Kampung Pineung, Banda Aceh, Fajar meracik dan menjual minuman kopi kemasan ini bersama istrinya.
Baba Cold Brew juga bisa didapatkan di Bidjeh Coffe Shop Jalan Dr Syarief Thayeb No 32 Lambhuk, Banda Aceh.
Baba Cold Brew dimulai dari roasting hingga menjadi serbuk, perendaman, penyaringan, hingga pengemasan.
Yang membuatnya beda adalah teknik cold brew tidak menggunakan air panas seperti lazimnya menyeduh kopi.
Melainkan dengan cara bubuk kopi direndam selama 18 jam kemudian melalui 2 kali proses penyaringan dengan menggunakan peralatan khusus.
Proses tersebut menghasilkan citarasa berbeda dan konon baik untuk kesehatan karena kadar asamnya lebih rendah sehingga baik bagi lambung.
Pun seperti diketahui, kopi jenis arabica mengandung kafein yang lebih rendah sehingga tidak mengakibatkan efek kantuk.
Setelah melakukan uji pasar lahirlah tiga varian rasa yaitu original, latte, dan mocca.
Tribun Travel yang menyambangi dapur dan mencicipi Baba Cold Brew mendapati perbedaan rasa ketiganya.
Original menggunakan komposisi bubuk kopi dan air mineral serta bebas gula.
Rasa original direkomendasikan bagi penikmat kopi sejati karena citarasa kopinya yang kuat.
Kebanyakan versi varian ini digandrungi oleh kaum adam.
Adalagi rasa latte yang memadukan kopi dengan susu.
Anda akan menyesap rasa kopi dengan aroma susu yang mengawang memenuhi indera penciuman.
Anda penikmat kopi pemula?
Jangan khawatir.
Baba Cold Brew juga mengeluarkan versi yang cocok untuk lidah pemula yaitu rasa mocca.
Mocca adalah jenis yang paling lembut di kelasnya dengan citarasa cenderung manis.
Pada label aturan pakai tidak disarankan memakai gula, namun jika suka manis menggantinya dengan susu ataupun menambahkan es batu bagi yang suka kopi dingin.
“Baba Cold Brew bisa dikreasi lagi sesuai selera. Misalnya jika suka kopi hangat tinggal ditambahkan sedikit air panas atau jika mau varian rasa berbeda tinggal tambah es krim atau float di atasnya,” papar Fajar.
Namun karena tak memakai pengawet, kopi kemasan ini tak panjang umur.
Baba Cold Brew rasa original paling lama bertahan 4 hari dalam suhu ruang atau 15 jika disimpan dalam lemari es.
Sedangkan latte dan mocca bertahan hanya sehari dalam suhu ruang dan 3 hari dalam kulkas.
Untuk membawa pulang sebotol Baba Cold Brew dengan berat 200 ml anda harus merogoh kocek Rp 20.000.
Harga kopi arabica memang lebih tinggi dibanding robusta.
Baba Cold Brew kopi nikmat yang baik untuk kesehatan.
Mau dibawa pulang atau minum di tempat?
Semua bisa.
Aneka kue kering
Jika anda berkesempatan melawat ke provinsi paling barat Indonesia tersebut, maka kawasan Lhoknga yang dikenal sebagai sentra kue kering khas Aceh adalah tempatnya.
Terdapat sekitar 20-an toko oleh-oleh yang khusus menjual aneka kue kering yang berjejer di sepanjang lokasi yang terletak di Jalan Banda Aceh-Lhoknga Desa Lampisang, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar.
Berjarak sekitar 7 Km dari pusat kota Banda Aceh dan menempati lokasi strategis tepat di lintasan jalan ke arah Meulaboh, Aceh Barat.
Kekhasan kue kering Aceh adalah umurnya yang bisa disimpan hingga berbulan-bulan dalam suhu ruang.
Sebut saja dodol dan meusekat yang awet disimpan hingga 2 bulan, hal ini dimungkinkan lantaran penganan tersebut dimasak selama berjam-jam di atas api.
Keduanya menggunakan bahan baku utama berupa tepung dan gula pasir yang dimasak di dalam wajan dengan cara diaduk terus-menerus selama proses memasak.
Menghasilkan citarasa manis nan legit.
Kue kering khas Aceh.
Adalagi makanan semi kering yang berumur sekitar semingguan yaitu, bolu ikan (bhoi) dan bakpia Sabang.
Disebut bolu ikan lantaran bolu ini menggunakan cetakan ikan, seperti halnya roti buaya suku Betawi.
Sementara bakpia Sabang hadir dalam berbagai varian isi yaitu pandan, kacang hijau, kacang merah, dan kopi.
Bagi penyuka penganan renyah pengisi mulut anda bisa menjatuhkan pilihan pada bada reuteuk, seupet, keukarah, dan rempeyek.
Umurnya bisa bertahan hingga 2 bulan. Kesemuanya dimasak dengan cara digoreng atau dipanggang sehingga teksturnya crispy.
Cocok dijadikan cemilan atau teman dalam perjalanan.
“Kesemuanya merupakan produksi lokal buatan ibu-ibu dari Lhoknga sini. Tempat ini ramai dikunjungi ketika musim mudik tiba,” ujar Nonong, salah seorang pemilik toko oleh-oleh kue kering.
Harganya terbilang bersahabat di kantong.
Berkisar antara Rp 7.000 – Rp 150.000.
Bagaimana sudah siap menenteng oleh-oleh kue kering khas Aceh?
Dendeng khas Aceh Rayeuk
Banda Aceh sebagai potret kota urban yang luluh lantak usai diamuk tsunami kini semakin bersolek.
Sektor pariwisata yang coba dihidupkan pemerintah menggeliatkan sektor industri dengan kedatangan turis lokal dan mancanegara.
Peluang itu ditangkap oleh Juwariyah (30) yang pertama kali mencetuskan usaha dendeng sebagai Industri Rumah Tangga (IRT) keluarga itu pada 2005.
Berawal dari permintaan pemilik rumah makan, akhirnya selain mengelola beberapa kafe yang tersebar di Aceh, keluarga itu lantas melebarkan sayap bisnisnya menggeluti olahan daging dan ikan.
Memperkaya khazanah industri kuliner dan tentu saja menggemukkan pundi-pundi keluarga.
“Kami mengolah dendeng khas Aceh Rayuek yang dikenal kaya rempah. Daging didatangkan dari Medan dan Takengon sedangkan ikan dipasok dari Lampulo. Untuk produksinya disesuaikan dengan pesanan,” ujar Hasanuddin (24), adik Juwariyah tatkala Serambi menyambangi dapur dendeng milik keluarga itu.
Ia dibantu dua adiknya Ani (24) dan Yuni (22) yang mewarisi darah bisnis dari orangtuanya adalah lulusan SMA.
Dendeng sapi khas Aceh.
Hasanuddin mengaku tertarik menggeluti bisnis kuliner karena menurutnya prospeknya menjanjikan.
Mereka terus berinovasi melahirkan varian baru dari dendeng dengan tetap menjaga keaslian rasa.
Menjelang lebaran misalnya, keluarga itu mengaku kebanjiran pesanan lantaran Ibukota Aceh ini akan diramaikan oleh warganya yang pulang mudik yang juga membawa para pendatang.
Proses pembuatannya terbilang sederhana, ramuan rempah yang terdiri atas ketumbar, jahe, dan lengkuas dicampur dengan gula pasir untuk efek gurih.
Ramuan andalan itu lantas dilumurkan ke daging atau ikan yang sudah diiris tipis untuk kemudian direndam semalaman.
Usai perendaman, bakal dendeng memasuki tahap pengeringan yang memakan waktu 2-3 hari, tergantung cuaca.
Tahap terakhir dan tak terlupakan adalah pengemasan yang meninggalkan kesan sekaligus mengharumkan dendeng Aceh ke mana mana.
Untuk harga cukup bervariatif tergantung berat dan jenis dendeng.
Dendeng sapi tersedia dengan berat 1/2 Kg dan 1/4 Kg dihargai masing-masing Rp 110.000 dan Rp 55.000.
Sedangkan dendeng ikan dijual khusus ukuran 1/4 Kg dan dilepas dengan harga Rp 40.000.
Untuk pemasaran, dendeng keluarga ini tersebar di rumah makan dan toko-toko sovenir di Aceh Besar dan Banda Aceh.
Sebut saja Rumah Makan Aceh Rayeuk Jalan Banda-Aceh Medan, Luengbata, Banda Aceh. Toko Tradisi dan Toko Gaya Souvenir di Jalan Ratu Safiatuddin, Peunayong, Banda Aceh.
Juga Toko Rencong Aceh,, Toko Cut Nyak, dan Toko Anugerah Souvenir di Jalan Mohd Jam dan Jalan KH Ahmad Dahlan Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman,
Banda Aceh.
Serta Swalayan Hijrah di Jalan Hasan Saleh, Neusu, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh dan Suzuya Mall Jalan Teuku Umar, Seutui, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh.
Untuk wilayah Kabupaten Aceh Besar bisa didapatkan di sentra oleh-oleh yang terletak di Jalan Cut Nyak Dhien Desa Lampisang, Kecamatan Lhoknga.
Hasanuddin bersaudara bisa meraup keuntungan hingga Rp 25 juta per bulan.
Menurut Boy, abang dari Hasanuddin untuk sekali produksi pada hari-hari biasa pihaknya menghabiskan 100 Kg -150 Kg daging dan ikan.
Sedangkan pada saat hari besar seperti lebaran, hari libur, ataupun pada saat Banda Aceh dibanjiri tamu dalam rangka even tertentu pihaknya memproduksi hingga 300 Kg daging dan ikan.
.
Dendeng yang tersimpan dalam kemasan akan tahan hingga kurun waktu 6 bulan, namun jika anda ingin menyimpannya lebih lama tinggal dijemur saja.
Hal ini dimungkinkan lantaran pembuatan dendeng Aceh tak menggunakan pengawet serta dipasarkan dalamUntuk cara mengonsumsinya, daging dendeng dipotong 3-4 cm kemudian direndam sejenak sambil dibersihkan.
Potongan dendeng tersebut kemudian digoreng dalam minyak dengan panas sedang selama 2 menit.
Tiriskan dan dendeng pun siap disajikan. Makan enak tak harus repot. Anda tergoda?
Itulah sederetan tentengan oleh-oleh berupa kuliner khas yang direkomendasikan Tribun Travel jika anda bertandang ke Aceh
Tradisi membawa pulang oleh-oleh seperti sudah menjadi sebuah keharusan.
Nah! sekarang anda tak perlu pusing lagi jika mendapat ‘todongan’ oleh-oleh usai bepergian bukan?