Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Andai Anda Tahu Betapa Murah Beli Intan Langsung Ke Pendulangnya, Pasti Buru-buru Ke Banjarbaru

Kalau Anda tahu betapa murah beli intan langsung ke pendulang tradisional, pasti akan buru-buru ke Banjarbaru.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Andai Anda Tahu Betapa Murah Beli Intan Langsung Ke Pendulangnya, Pasti Buru-buru Ke Banjarbaru
Banjarmasin Post/ Yayu Fathilal
Pendulang intan tradisional di Banjarbaru, Kalsel, sedang mengurai butiran-butiran intan dari pasir di sungai. 

TRIBUNNEWS.COM, BANJARBARU- Selain batu bara, intan merupakan hasil bumi andalan Kalimantan Selatan lainnya yang mampu menciptakan daya tarik tersendiri.

Kilaunya yang cemerlang, apalagi jika sudah diolah menjadi perhiasan, mampu menyihir mata, khususnya kaum hawa.

Sebelum diolah menjadi perhiasan berharga, intan-intan itu harus disedot dulu dari perut bumi.

Proses mendapatkannya pun tak mudah.

Para pendulangnya harus berpeluh-peluh, bersusah payah dalam waktu yang lama jika ingin mendapatkan sebutir intan.

Kehidupan mereka bergantung pada nasib baik dan malangnya tak tiap hari nasib mujur itu menghampiri mereka.



Acapkali mereka berkubang lumpur mendulang intan dari pagi hingga sore namun tak mendapatkan hasil apa pun.

Esoknya, belum tentu nasib baik bakal menghampiri.

Bisa saja nasib yang sama hari ini, besok akan terulang lagi.

Namun terkadang bisa juga nasib mujur bahkan yang beruntung sekali didapatkan besoknya.

Uang akan datang jika intan didapat.

Jika tak dapat intan sama sekali, siap-siap saja kantong akan kempes.

Malangnya lagi, intan-intan itu tak tiap hari mereka dapatkan.

Para pendulangnya ini biasanya bekerja di pendulangan atau tambang intan di Desa Ujung Murung, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Mereka kerap mendulang intan, berbasah-basahan di Sungai Tiung yang mengaliri desa itu.

Pendulangan intan ini sudah ada sejak ratusan tahun silam.

Kebanyakan mata pencarian penduduk sekitar adalah mendulang intan.

Pekerjaan ini merupakan warisan nenek moyang di keluarga mereka.

Seorang pendulang intan di sana, Ramli, mengaku sudah sejak kecil bekerja di sini.

“Keluarga saya pendulang intan sejak lama sekali. Kebanyakan penduduk sini mendulang intan juga. Ada juga yang menjadi PNS tetapi sedikit sekali,” katanya.

Anak-anak setempat yang putus sekolah biasanya akan diwarisi pekerjaan ini oleh orangtua mereka.

Para pendulangnya ini ada yang bekerja secara berkelompok, ada juga yang perorangan.

Mereka yang bekerja secara berkelompok biasanya mendulang di tanah yang ada pemiliknya.

Pemiliknya ini yang mengelola pendulangan itu termasuk mengupah para pendulangnya.


Intan produk Banjarbaru yang sudah diolah jadi bahan permata.

Satu kelompok biasanya terdiri atas delapan hingga sepuluh pendulang.

Dia mengatakan mereka hanya mendapatkan upah jika berhasil memperoleh intan.

“Nanti intannya dikumpulkan lalu ditaksir harganya. Kami hanya mendapatkan upah 40 persen dari harga intannya. 60 persennya buat pemilik tambang. Itu pun nanti dibagi-bagi lagi. Yang dapat delapan orang, misalnya dapat intan harga Rp 10 juta, 40 persennya sekitar Rp 4 juta, dibagi lagi buat delapan orang itu, dapatnya cuma Rp 500 ribu. Itu hasil untuk hari itu. Besok belum tentu lagi nasib kami seperti apa. Bisa dapat lebih, bisa kurang, bisa juga tak dapat sama sekali. Nggak ada intan nggak ada duit,” tuturnya.

Tak jarang, walau hujan mendera pun mereka tetap bekerja demi sebuah nasib mujur, harapan agar dapur mereka tetap berasap dan perut anggota keluarga mereka tetap terisi.

Tubuh mereka seakan sudah kebal terhadap serangan angin dan hujan.

Mereka biasa mendulang intan menggunakan sebuah alat yang mirip topi caping petani namun berukuran lebih lebar, tebal dan berbahan kayu jingah yang sudah tua, namanya linggang.

Bebatuan di dasar sungai itu disedot menggunakan penyedot khusus, lalu dibersihkan dengan disirami air lantas dimasukkan ke dalam linggang kemudian digoyang-goyangkan untuk mencari intannya.

Seorang pendulang intan lainnya, Asikin, mengatakan tak tiap hari dia mendapatkan intan.

“Kadang-kadang saja. Dua tahun lalu pernah dapat intan tiga karat. Paling kecil pernah dapat yang 10 mata, ukurannya sebesar gula pasir saja,” terangnya.

Tak jarang, di antara mereka juga ada yang bekerja secara perorangan sehingga hasilnya pun murni seluruhnya untuk mereka.

Intan-intan hasil perolehan mereka ini pun dijual mereka pula ke para pelancong yang mengunjungi kawasan ini.

Jika Anda tiba di sini, mereka akan mendekati Anda dan menawarkan jualan mereka.


Pendulang lainnya, Toni, menambahkan jika intan-intan yang dijual di sini harganya lebih murah setengahnya dibandingkan dengan yang dijual di toko.

“Kalau di toko Rp 3 juta, di sini hanya Rp 1,5 juta. Yang sudah jadi berupa perhiasan juga ada. Harganya macam-macam sesuai kualitasnya. Kisarannya ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Yang jelas, lebih murah lah dibandingkan dengan di toko karena di sini dari tambangnya langsung. Kalau yang di toko kan sudah terkena biaya sewa tempat dan pedagangnya juga pasti mengambil keuntungan,” paparnya.

Diceritakannya juga, intan-intan yang dijual di toko tak semuanya asli hasil lokal.

Ada juga yang berasal dari Eropa.

Kualitas dan harganya pun berbeda.

Untuk intan lokal yang sudah masak (sudah berupa perhiasan) sekitar Rp 60-65 juta.

Sementara intan atau berlian Eropa sekitar Rp 15 juta.

“Beda-beda harga, sesuai kualitasnya. Tapi kalau harga pasarannya ya segitu,” tambahnya.

Sementara untuk yang mentah (belum diolah) dan lokal, per karatnya sekitar Rp 30-40 juta.

“Itu kalau yang bersih, kilaunya bagus dan kualitas mantap. Kalau yang jelek Rp 6-7 juta saja per karatnya,” sambung seraya menunjukkan intan mentah lokal dan Eropa.

Tampak intan lokal lebih bercahaya tajam, bersih dan bening dibandingkan yang Eropa.

Kalau intan Eropa, kilaunya tampak pecah dan agak redup.

Tempat ini selalu diramaikan oleh aktifitas pendulangnya saban hari.

Tak ada jadwal libur bekerja di sini sehingga pelancong pun bisa tiap hari pula berkunjung kemari.

Biasanya mereka bekerja antara pukul 08.00 Wita hingga 17.00 Wita.

Tak jarang, di antara pelancong ada saja yang tertarik membeli intan langsung dari pendulangannya karena harganya jauh lebih murah daripada di toko.

Tempat ini tak sulit dicari.

Tiap hari ada saja wisatawan kemari.

Ada yang dari Jawa juga luar negeri seperti Singapura dan Malaysia.

Biasanya mereka naik bis atau menyewa mobil kemari, soalnya di sini tak bisa dimasuki angkutan umum seperti angkot karena jalannya sempit.

Lokasi di sini juga tergolong aman.

Selama ratusan tahun daerah ini menjadi tempat pendulangan intan dan kerap dikunjungi turis, tak pernah ada kejadian berbahaya apa pun.

Secara pemandangannya, daerah ini masih sangat alami.

Memasuki daerah ini Anda akan disuguhi pemandangan alam seperti sungai, padang rumput dan pedesaan yang tentram.

Daerah di sekitar pendulangannya becek, sehingga tidak disarankan Anda kemari menggunakan sepatu seperti high heels.

Sebab, jika ingin melihat langsung para pendulangnya bekerja, Anda harus mendekat dan basah-basahan di sungainya.

Jika ingin kemari sebaiknya menggunakan alas kaki berupa sandal atau sepatu teplek saja.

Menuju kemari, Anda cukup berkendara hingga tiba di Jalan Ahmad Yani Km 36, Banjarbaru atau tepatnya di tugu perempatan dekat Universitas Lambung Mangkurat.

Ambil jalan ke kanan yaitu Jalan Mistar Cokroaminoto yang ke arah Kota Pelaihari.

Lurus saja sekitar lima kilometer, di sebelah kiri jalan ada pelang bertulisan SDN Sungai Tiung 4, ada jalan kecil bernama Jalan Eks Transpol.

Masuk saja ke situ sekitar beberapa ratus meter, lokasi pendulangannya berada di sebelah kanan jalan, di belakang perumahan warga.

Jika masih bingung, jangan malu-malu untuk bertanya ke warga setempat, mereka akan dengan senang hati mengarahkan atau bahkan mengantarkan langsung ke lokasi yang dituju.

Bagaimana? Tertarik untuk melihat aktifitas pendulangan intan di sini dan membeli langsung intannya dari pendulangnya? Harganya lebih murah lho. (Yayu Fathilal)

BERITA REKOMENDASI
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas