Arief Yahya: Kunjungan Wisman ke Indonesia Tahun 2016 Targetnya Naik Jadi 12 Juta
Mengapa urusan speed terus menjadi penekanan Menpar Arief Yahya di Rakornas Pariwisata itu?
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengapa urusan speed terus menjadi penekanan Menpar Arief Yahya di Rakornas Pariwisata itu? Bahkan kata-kata "lelet" lebih dari 10 kali diucapkan dalam pidato-pidatonya di Hotel Kempinski itu?
Ini jawabannya! "Target jumlah kunjungan wisman tahun 2016 ini naik 20 persen, menjadi 12 juta. Empat kali rata-rata pertumbuhan ekonomi yang hanya 5 persen? Artinya, kalau selama ini berjalan pada kecepatan 50 km/jam, harus digenjot 4 kalinya, 200 km/jam. Kalau lelet, sudah hampir pasti gagal! Ingat, hasil yang luar biasa hanya bisa diperoleh dengan cara yang tidak biasa!" kata Menpar Arief Yahya, di Hotel Kempinski Jakarta.
Kalau speed tidak digenjot, lanjut dia, target itu tak mungkin dicapai. Sebagai orang dengan background profesional, Arief Yahya concern di achievement, capaian dan kinerja. Bukan pada proses birokrasi yang susah diajak berlari lrbih kencang.
"Pak Presiden Jokowi sudah menginstruksikan untuk deregulasi, dari 42.000 peraturan, disederhanakan, dipangkas sampai separohnya," tutur dia.
Doktor ekonomi cumlaude Unpad Bandung ini pun memberikan matriks cara membuat prioritas. Ada istilah hi-hi, hi-lo, lo-hi dan lo-lo.
"Pilih yang high urgency-high importancy dulu, yang mendesak dan penting. Pilihan kedua, yang mendesak meskipun tidak terlalu penting. Pilihan ketiga, tidak mendesak, tapi penting. Dan terakhir yang tidak mendesak dan juga tidak terlalu penting," paparnya.
Lalu apa yang disebut mendesak itu? Menpar pun menjelaskan dengan bahasa yang gamblang.
"Costumer utama saya ini presiden, kalau beliau memerintahkan sesuatu, saya akan tuntaskan dan semua saya tinggalkan untuk tugas itu. Sama dengan PNS kementerian, seharusnya tugas yang dibebankan menterinya wajib dikerjakan sesegera mungkin," jelas lulusan Teknik Elektro ITB yang hobby menjelaskan dengan corat-coret itu.
Menpar menyimpulkan 3 hal untuk ditindaklanjuti. Pertama, Rakornas Kepariwisataan perlu terus dilakukan setiap tiga bulan, untuk mereport target, capaian, perkembangan terbaru dan taktik strategi ke depan.
Kedua, membentuk Forum Akselerasi Pengembangan Pariwisata Indonesia yang nyambung dengan keinginan Presiden Jokowi, bahwa 2016 adalah Tahun Percepatan. Ketiga, memanfaatkan IT untuk Akselerasi Pembangunan tersebut.
Teknologi informasi, kata dia, mutlak digunakan agar tidak lagi ada batasan jarak dan waktu. Semua bisa dilakukan dengan cepat, langsung di tangan, dan bisa langsung dikerjakan dengan baik. Pemantauan juga bisa disampaikan secara live, baik gambar (foto) maupun video.
Menpar Dr. Arief Yahya dalam penutupan Rakornas Kepariwisataan itu juga menekankan pentingnya cooperation, (C ketiga dari competitive strategy, comparative strategy dan cooperation strategy itu). Yakinlah, tidak semua hal bisa dilakukan sendiri.
"Misalnya soal infrastruktur di kawasan destinasi? Silakan berkoordinasi ke Kemenpar, nanti kami yang follow up ke Kementerian dan Lembaga yang lain," ucapnya.
WIN Way --Wonderful Indonesia Way-- harus menjadi budaya di kepariwisataan. Nama generiknya adalah Corporate Cullture, seperti halnya Telkom Way, GE Way, IBM Way (Gaya IBM atau jurus IBM). WIN Way, mencakup 3S, yakni Soliditas, Speed, dan Smart, yang harus tertanam kuat di benak seluruh insan pariwisata Indonesia.
"Ingat! Persaingan itu yang cepat memakan yang lelet, bukan yang besar memakan yang kecil!" tegas Menpar Arief Yahya yang 2015-2016 ini sudah mengantungi kemenangan 10-2 dari Truly Asia Malaysia.
Di Best Halal Tourism Award 2015 di Abu Dhabi (3-0), di UN-WTO (3-0), di ASEANTA (3-2) dan WEF competitive index (1-0).
"Kemenangan itu direncanakan, tidak bisa datang dengan sendirinya, seperti tamu yang tak diundang," paparnya.
Dan setiap award yang dibuat oleh lembaga resmi dunia itu, menyebutkan kriteria-kriteria dasar yang berstandar dunia.