Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Apresiasi Kinerja Kemenpar di 2015
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedi mengapresiasi kinerja Kemenpar di 2015
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedi mengapresiasi kinerja Kemenpar di 2015.
Jumlah kunjungan meningkat dari rata-rata 9,4 juta tahun 2014 menjadi 10,4 juta di 2015.
"Di tengah tekanan berbagai kejadian alam dan bencana, angka itu tergolong bagus," ungkap Didien Junaedi, Ketua GIPI di Jakarta.
"Saya kira pengaruh promosi ke luar negeri sangat besar. Lalu deregulasi terutana bebas Visa Kunjungan yang sudah 90 negara, dan terus dipromosikan melalui channel media global. Bertambahnya schedule dan charter flight dari sumber market yang besar, seperti China," jelasnya.
Asosiasi yang membawahi ASITA (Tour and Travel), PHRI (Hotel dan Restoran), dan lainnya yang bergerak di sektor pariwisata itu cukup gembira, atmosfer pariwisata saat ini sedang bergairah.
Investasi di bidang hotel dan restoran saja meningkat, dari tahun 2013-2014 sebesar 13.64%, dan tahun 2014-2015 melonjak jadi 53%, atau sekitar USD 364.18 juta. PMA 2014-2015 naik 43.11%, USD 220.65 juta dan PMDN naik 82.93%, USD 143.53 Juta.
"Data dari BPKM itu cukup berbicara, sektor ini semakin seksi di mata pelaku bisnis, dan tidak terguncang oleh situasi politik," kata Didien.
Itu pertanda bahwa iklim investasi makin kondusif, dan pemodal percaya bisnis di sektor ini akan semakin kencang. Mereka melihat proyeksi di sektor pariwisata cukup progresif.
"Meskipun masih banyak kekurangan, misalnya soal infrastruktur pariwisata, sanitasi dan kesehatan, juga penerapan ICT yang belum merata," jelasnya.
Product development, lanjut Didien, juga masih harus bersinergi lebih kuat. Tetapi semangat untuk memperbaiki situasi itu terlihat sangat kuat. Ada trust, dengan deregulasi, dan banyak rencana aksi, yang membuat mereka punya keyakinan ke depan.
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang, di 27 provinsi pada Desember 2015 juga naik 7,12 poin, menjadi 57,25 persen dibandingkan Desember 2014. Apa artinya itu?
"Kalau Kemenpar mentargetkan tahun 2016 naik 20 persen, menjadi 12 juta, maka sampai akhir tahun 2016 ini hotel kita masih nampung. Meski begitu, kapasitas hotel harus tetap ditambah, agar kalau terjadi booming, bisa diantisipasi dengan baik," ujar Diden.
Saat ini mulai banyak investasi di perhotelan di Indonesia.
Seperti diketahui, BPS mencatat jumlah penduduk mancanegara yang berkunjung ke Indonesia tahun 2015 adalah 10,41 juta orang. Persisnya, 10.406.759 orang. Naik sekitar 1 juta dibandingkan dengan periode yang sama di 2014, yang terhitung 9,4 juta.
"Saya pernah sampaikan, rentetan musibah alam yang bertubi-tubi membuat pariwisata terus tertekan. Potential loose kita bisa sampai 1 juta wisman. Itu force majeur yang siapapun tak akan bisa berbuat apa-apa," kata Didien Yang menyebut di atas kertas harusnya bisa lebih dari 11 juta.
Bagaimana tidak? Pertama, Gunung Raung yang "meraung-raung" erupsi di peak seasons medio Juli 2015 sampai Agustus 2015. Satu setengah bulan Bali, Lombok, Banyuwangi diganggu oleh erupsi gunung yang berada di tiga kabupaten, Banyuwangi, Bondowoso dan Jember itu.
Kedua, setelah Gunung Raung yang tingginya 3344 meter itu melepas material vulkanik yang merepotkan airlines, disusul Gunung Sinabung, Gamalama, Soputan. Lalu yang paling berpengaruh adalah Gunung Barujari, anak Rinjani di Lombok dan terakhir Gunung Bromo.
Sampai Minggu malam, 31 Januari 2016, Bromo masih saja tertutup untuk wisatawan karena masih mrngeluarkan lava merah.
Ketiga, problem asap yang mengganggu semua penerbangan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Lebih dari 4 bulan, bencana asap menekan pariwisata. Semua bandara di dua pulau besar itu sempat terganggu, buka tutup.
"Ini namanya nasib," tutur pria yang lahir di Sukabumi, 18 Februari 1944 itu.
Keempat, situasi perekonomian global juga banyak berpengaruh. Harga minyak dunia jatuh di level yang paling kecil, jauh di bawah USD 50 per barel dan tidak segera rebound ke posisi awal. Karena tekanan itu membuat Singapore stagnan, tidak ada pertumbuhan di sektor jumlah wisatawan. Malaysia justru melempem di posisi minus 9 persen.
Soal target optimistik di angka 12 juta pada 2016 itu, menurut Didien, itu bukan angka yang sederhana. Secara teori, proyeksi itu masuk akal untuk direbut. Tapi ada hal-hal non teknis yang unpredictable seperti bencana alam, technological failure dan social factors yang menekan dunia pariwisata. Apa Anda yakin dengan target itu?
"Pede aja kali! Tahun ini proyeksi naik 20 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan hanya di kisaran 5 persen? Empat kali dari pertumbuhan ekonomi nasional. Itu artinya, pariwisata sudah mulai menjadi pendongkrak ekonomi nasional! Ketika Oil and gas, coal, dan CPO sedang tertekan," urainya dia.
Didien mengingatkan kepada Kemenpar soal security and safety. Isu seperti itu punya daya rusak yang cepat dan berdampsk massif.
"Saya baru saja mendapat info dari Travel Fair Conference di Los Angeles, AS. Isu-isu keamanan perlu diseriusi," kata Didien.
Harapan baru Didien juga naik dengan akselerasi pembangunan 10 destinasi unggulan. Dari Danau Toba (Sumut), Tanjung Kelayang (Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI), Mahakarya Budaya Dunia Borobudur (Jawa Tengah), Bromo (Jatim), Mandalika (Lombok), Komodo Labuan Bajo (NTT), Wakatobi (Sultra) dan Morotai (Maltara).
"Destinasi lain di luar 10 itu, tetap dirawat dan dikembangkan," kata dia.