Batam Urutan Ketiga Terbesar Pariwisatanya, Saatnya Dibawahi Langsung Presiden
Fakta kemajuan Batam di bawah pengelolaan BP Batam, tidak terbantahkan lagi. Supaya lebih fokus, maka sebaiknya tetap berupa BP.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengusahaan (BP) Batam yang sekarang ini di bawah koordinasi Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), sebaiknya diambil-alih sehingga berada langsung di bawah pemerintah pusat.
Dengan demikian Batam bisa berkembang lebih pesat.
Hal itu disampaikan Wirya Silalahi, Pembina Barisan Relawan Jokowi Presiden (BaraJP). Wirya memberi masukan, BP Batam hendaknya tetap di bawah presiden.
"Hal yang diubah hanya koordinasi, dari semula Gubernur Kepri menjadi pemerintah pusat," kata Wirya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/2/2016).
Hal senada disampaikan Birgal Sinaga, Ketua BaraJP Kepri. “Kalau di bawah Presiden, Batam akan lebih cermerlang dan semua keluhan masyarakat pasti akan didengar,” katanya.
Wirya menambahkan, fakta kemajuan Batam di bawah pengelolaan BP Batam, tidak terbantahkan lagi. Supaya lebih fokus, maka sebaiknya tetap berupa BP.
"Jika menjadi KEK, dengan sendirinya menabrak Batam sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ), sebagaimana diatur dalam UU Nomor 44 Tahun 2007. Bebas PPN di Batam berlaku 70 tahun sejak 2005. Ini janji negara kepada investor," ujarnya.
Wirya menjelaskan, tahun 1971 ketika Otorita Batam baru berdiri, penduduk Batam hanya 6.000 jiwa, sebagai salah satu desa dari Kecamatan Belakang Padang, Kabupaten Kepulauan Riau, Provinsi Riau.
Tahun 2014, penduduk Batam sudah 1.194.000 jiwa, Batam telah menjadi kota nomor tiga terbesar di Sumatera. Jika pendapatan per kapita nasional 4.000 dolar AS per tahun, Batam telah mencapai 5.200 dolar AS pada tahun 2014 dan kini investasi di Batam sebesar 71 miliar dolar AS atau setara Rp 960 triliun.
"Batam nomor tiga kunjungan wisatawan asing, setelah Bali dan Jakarta, berkontribusi 15 persen untuk wisman nasional 2014. Tidak ada bandara di daerah Sumatera yang sesibuk Batam, bahkan Kuala Namu (Medan) sekalipun. Di sini ada 130 perusahaan galangan kapal," kata Wirya.
Sementara itu, Menkopolhukam Luhut Panjaitan mengatakan, masalah Batam memang bukan masalah sederhana. Eksistensi Batam sebagai FTZ diatur dalam Undang-undang (UU), sehingga bukan soal ringan yang bisa diubah begitu saja.
Luhut kemudian meminta Gubernur Kepri Muhammad Sani agar mengumpulkan bahan yang komprehensif, untuk dipresentasikan kepada Presiden Jokowi. "Nanti Bapak jelaskan ke Presiden," kata Luhut.