Tunggu Macet Jakarta Reda Sembari Mereguk Teh Tiongkok dan Lahap Dimsum di Grand Indonesia
Ini kebiasaan orang urban di Jakarta. Daripada stres mikirin macet, mending ngeteh dan melahap dimsum di Grand Indonesia dulu.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Minum teh ala Barat berteman kue. Minum teh ala Tiongkok berteman dimsum.
Dahulu, penganan ini dinikmati pelancong di era jalur sutra.
Kini, dimsum menjadi tradisi orang urban sembari menunggu macetnya jalur lalu lintas terurai.
Aroma gurih menyergap penciuman ketika roti manis andalan ini didedah bagian tengahnya.
Di dalam dinding roti yang tak terlalu tebal dan sedikit beremah menyembul isian tebal berwarna coklat kemerahan.
Roti manis bakar dengan barbeque chicken bun itu menjadi suguhan andalan Tim Ho Wan, restoran dimsum kondang asal Hongkong di Grand Indonesia, Jakarta.
Bagi penggemar rasa manis, roti itu dapat memuaskan selera, terlebih dinikmati dengan teh china hangat yang tawar.
Daging rotinya sendiri saja sudah terasa cukup manis, yang kemudian masih ditimpali rasa manis dari isian daging ayam bersaus barbeque.
Namun, bagi yang toleransi rasa manisnya rendah, mungkin akan berharap bagian roti ini cukup dibikin tawar.
Roti manis tersebut hasil kreasi Tim Ho Wan sejak bertekad membuat rangkaian menu khusus yang tak mengandung babi demi memuaskan penikmat dimsum yang berpantang babi.
Dalam versi orisinal, roti yang mengenyangkan tersebut biasanya berisi daging babi.
Seperti diungkapkan Michael Goh, pemrakarsa Tim Ho Wan di Indonesia, rangkaian menu khusus tanpa babi tersebut sejauh ini hanya tersedia di Tim Ho Wan Grand Indonesia di Jakarta.
Menu tersebut belum ada di gerai Tim Ho Wan lain di mancanegara.
Meski belum sampai mengurus sertifikasi halal, Michael menjamin semua menu nonbabi diteliti sebaik mungkin agar terhindar dari konten apa pun yang berbasis babi. Tahap pemasakan dan peralatan saji pun terpisah sama sekali dari masakan yang mengandung babi.
Menu nonbabi yang terdiri atas 24 masakan secara khusus diramu Tim Ho Wan setelah melalui uji coba cukup lama.
Pada kertas menu yang tersedia di setiap meja pengunjung, menu nonbabi ditandai dengan latar warna kuning dengan tulisan di bagian atas ”No Pork Menu”.
Tim Ho Wan merupakan restoran dimsum yang didirikan chef Mak Pui Gor dan Leung Fai Keung yang sebelumnya memasak untuk Four Seasons Hotel di Hongkong.
Selama beberapa tahun terakhir, restoran ini terus-menerus menerima bintang michelin, yakni apresiasi prestisius tingkat dunia dalam ranah kuliner.
Biasanya, restoran penerima bintang michelin yang menjunjung kualitas tertinggi dalam segala aspeknya kerap bertarif mahal.
Berbeda dengan Tim Ho Wan, harga menunya tergolong terjangkau sehingga dianugerahi sebagai restoran michelin star yang tergolong termurah di dunia.
Menu nonbabi yang patut dicoba selain roti manis tadi, misalnya, mushroom prawn cheong fun, honey chicken cheong fun, dan garlic spinach dumpling. Ketiganya merupakan menu yang dimasak dengan cara dikukus.
Pada prinsipnya, ketiganya serupa pangsit dan lumpia, yakni bermacam adonan isian yang dibungkus dengan lembaran kulit tipis berbasis terigu dan beras. Keistimewaannya, kulit yang tipis ini lentur, licin, kenyal, dan berseluncur dengan mulus dalam ruang mulut.
”Campuran terigu untuk cheong fun kami didatangkan khusus dari Hongkong dan masakannya dibuat baru pada saat tamu memesan. Teknik pembuatannya harus dilakukan chef yang berpengalaman,” kata koki Poon Wai Kit dari Tim Ho Wan di Grand Indonesia.
Kudapan
Dimsum sederhananya dapat dikategorikan sebagai kudapan peneman minum teh yang berakar dalam tradisi masyarakat Tionghoa.
Seperti diceritakan chef kondang Jamie Oliver dalam situs pribadinya, dimsum sebenarnya tumbuh dari tradisi yum cha atau minum teh.
Dalam tradisi ini, disajikan makanan-makanan berukuran kecil sekali suap yang kemudian kita kenal sebagai dimsum. Boleh dikatakan, dimsum juga semacam tapas dalam tradisi kuliner Spanyol.
Dahulu, kedai-kedai teh yang terdapat di sepanjang jalur sutra kerap menyajikan penganan dimsum sebagai pengganjal perut para pelancong sembari beristirahat melepas lelah.
Di era modern, di kawasan selatan Tiongkok, yum cha dengan makan dimsum menjadi tradisi akhir pekan keluarga.
Dimsum secara garis besar terdiri dari penganan semacam pangsit yang dimasak dengan cara dikukus, roti-rotian berukuran kecil, goreng-gorengan ataupun panggang, dan lumpia.
Beberapa macam dimsum yang cukup akrab dikenali, misalnya, har gau atau pangsit udang, shumai atau yang biasa kita sebut siomay, cha siu bao atau roti semacam bakpau, dan cheong fun yang semacam lumpia dengan isian udang, ayam, ataupun jamur.
Di Indonesia, ketiganya sudah cukup akrab dikenal masyarakat sebagai jajanan yang berdiri sendiri, terlepas dari payung dimsum atau yum cha. Keberadaan jajanan itu menunjukkan peleburan tradisi kuliner Tionghoa dalam masyarakat Indonesia.
Selain kategorisasi menu di atas, kerap muncul juga penganan berupa ceker ayam yang dikukus empuk dengan borehan saus soya yang gurih asin. Di Tim Ho Wan, kaki-kaki ayamnya cukup montok dengan bergelimang saus kecoklatan yang gurih.
Daging kaki ayam yang termasak empuk, tetapi tak sampai rapuh itu membuat kita mudah menikmatinya. Cukup sorongkan sebagian kaki ayam ke dalam mulut, sesap dan lucuti dagingnya dengan lidah, lalu relakan sisa tulang belulang kecil yang telah bersih berpulang kembali ke piring Anda. (Sarie Febriane/ Harian Kompas)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.