Garansi Martabak Legendaris di Semarang, Dalam Waktu 24 Jam Tetap Empuk dan Enak Disantap
Berbagai gempuran martabak kekinian tidak menggoyahkan konsumen kedai yang satu ini.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Berbagai gempuran martabak kekinian tidak menggoyahkan konsumen kedai yang satu ini.
Usianya yang sudah 35 tahun membuat pelanggannya semakin stabil.
Ilustrasi martabak
Penggemarnya dari kalangan tua hingga anak-anak, beberapa menyebutnya martabak legendaris Semarang.
“Ini termasuk yang tertua, legendaris lah di Semarang. Saya sendiri dari 1994 langganan keluarga,” ujar Suyanto warga Ngaliyan Semarang, saat membeli Martabak Thien-thien Lay, kepada KompasTravel, Senin (11/4/2016).
Martabak Thien-thien Lay, dibuka oleh ayah dari Kit Kie, sang pemilik saat ini.
Ayahnya memulai usaha martabak sejak tahun 1981.
Saat itu masih berpindah-pindah pertama di Jalan Gajah Mada, tahun 1994 di Jalan Suyudi, dan 2012 sampai sekarang di Jalan Thamrin, Semarang.
Kit Kie mengatakan martabaknya menggunakan resep martabak Bangka, karena keluarganya merupakan asli warga Bangka yang merantau ke Semarang pada tahun 1980-an.
Ia mengakui tak ada yang istimewa dari bahan dan adonannya selama ini.
Berbahan dasar tepung hingga toping yang sama.
“Kuncinya bisa bertahan dari tahun 81 itu cara memasaknya, adonan yang selalu fresh, dan pengalaman menjaga suhu api saat memasak,” ujar Kit Kie.
KOMPAS.com/Muhammad Irzal Adiakurnia
Kedai martabak Tien-tien Lay yang berlokasi di Jalan Thamrin, ramai pembeli selain di akhir pekan juga di hari-hari kerja. Pelanggan mayoritas keluarga yang turun-temurun menjdai pelanggannya sejak tahun 90an.
Ia menambahkan faktor yang saat berpengaruh terhadap tekstur dan kualitas martabak ialah saat memasaknya.
Menjaga api dalam suhu yang tepat, memutar-mutar agar apinya merata, lamanya memanggang adonan dan menutupnya menjadi kunci yang ia pegang hingga kini.
Kit Kie mengaku belajar hal tersebut dari ayahnya, dan pengalamannya puluhan tahun membuat martabak manis.
Karena itulah, ia memutuskan untuk tidak membuka cabang. Kit Kie khawatir kualitasnya akan menurun, karena kuncinya bukan soal bahan yang bisa dikirim, tapi keahlian yang diasah.
Meski martabak Thien-thien Lay ini domian menawarkan topping klasik, seperti cokelat, kacang, dan keju, tapi justru hidangan itulah yang paling dicari.
“Kita juga memfasilitasi jika pembeli ingin menambah topping kekinian seperti Oreo, Ovomaltin, dan Toblerone. Namun, hanya sebatas kemampuan kita, tidak bisa yang aneh-aneh,” ujarnya.
Menurutnya topping kekinian akan cepat berganti-ganti jenisnya, selain itu hanya digandrungi oleh konsumen pemuda.
Sedangkan martabaknya ini dinikmati oleh berbagai kalangan, dari orang tua hingga yang mengajak anaknya.
Dari pantauan KompasTravel saat berkunjung ke Kedai Kue Bandung Thien-thien Lay, Senin (11/4/2015), barisan kursi tunggu terisi oleh orang tua berambut agak putih, orang tua keluarga muda, anak muda, hingga anak-anak kecil bersama orangtuanya.
Kit Kie menjelaskan menurut pengalamannya, pelanggan tetap martabak itu berasal dari rekomendasi keluarganya.
Jika ibunya pelanggan, maka anaknya kemungkinan besar akan jadi pelanggan. Pemandangan tersebut menurutnya akan terlihat saat hari-hari besar, seperti lebaran, natal, dan libur panjang.
Saat hari besar dan libur panjang peminatnya dapat menghabiskan hingga 100 loyang hanya dalam waktu enam jam, dari pukul 17.00 – 22.00 WIB.
Sedangkan di hari kerja terjual rata-rata 60 loyang.