Wisatawan Asia Selatan Sudah Banyak yang ke Indonesia
Selama dua hari, Menpar Arief Yahya menghabiskan waktu bersama industri pariwisata di arena Arabian Travel Market
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, DUBAI - Selama dua hari, Menpar Arief Yahya menghabiskan waktu bersama industri pariwisata di arena Arabian Travel Market (ATM) 2016 Dubai.
Dia melihat, mengamati, merasakan detak pasar Middle East, yang belakangan membuat risau. Ketika harga minyak dan gas dunia terjun bebas dan sulit rebound, bagaimana dengan lifestyle orang di Jazirah Arab?
Apakah masih highest spending? Apakah mengubah haluan, mengencangkan ikat pinggang? Atau merevisi kebiasaan berliburan?
Jawabannya: Tidak! Animo masih tetap tinggi, antusiasme juga tidak surut.
"Kalau Dubai yang pendapatan oil and gas hanya 3 persen, tidak banyak berdampak. Kota Dubai didesain untuk services, jadi HUB dunia, lalu dibuat atraksi man made dan amenitas yang wah. Maka tourisme jauh lebih besar dari minyak dan gas. Tourisme bisa 18 persen. Financial service 10 persen. Lalu konstruksi, karena masih terus membangun, itu tembus 13 persen," papar Menpar Arief Yahya.
"Pasar Arab cukup besar kenaikannya. Tahun 2015 kenaikannya signifikan. Karena itu kami intens mengikuti travel market di ATM Dubai ini," aku Thea dari Hotel Ciputra Jakarta.
Ismullah, GM Sun Island Hotel Bali juga mengungkapkan hal yang sama. Dulu, banyak GM-GM hotel di Bali yang memandang sebelah mata pasar Arab dan India. Sekarang, terutama anak-anak mudanya, mereka sudah mirip gaya wisatanya dengan turis Australia.
"Sewa mobil sendiri, jalan-jalan, kaca mobil dibuka, setel musik keras-keras, dada-dada dengan orang yang lewat. Itu mirip anak muda Australia, enjoy sekali menikmati alam dan budaya Bali yang toleran," ucap Ismullah.
Bagaimana dengan ATM 2016 ini? "Bagus! Bagus sekali. Semua appointment ketemu, bahkan yang tidak pernah saya duga sebelumnya, banyak yang masuk dan buyers besar semua! Terima kasih Pak Menteri," ungkap Ismullah yang rajin menggarap pasar Timur Tengah itu.
Justru yang mengagetkan itu India, negara di Asia Selatan yang tidak pernah diperhitungkan. Dalam table top yang mempertemukan buyers dan sellers di booth Wonderful Indonesia yang di desain dengan konsep phinisi itu, pasar India yang paling agresif.
"Apa yang dibutuhkan industri, untuk pasar Timur Tengah?" tanya Menpar Arief Yahya serius. Ismullah pun langsung menyahut, "Sudah luar biasa pak! Bahkan ini sudah yang paling konkret, paling terasa buat industri. Branding kita kuat sekali, lebih mudah kami berjualan. Sampai-sampai, semua materi promosi kami, selalu ada logo Wonderful Indonesia!" aku Ismullah.
Branding Wonderful Indonesia yang makin kuat dan terus dipromosikan, bisa menyembul produk jasa industrlinya.
"Ini saya berdua omong bukan karena ada Pak Menteri. Kalau brand pariwisata kuat, maka itu akan menaikkan value produk yang terkait dengan branding itu! Saya sudah puluhan tahun dipercaya menangani detail industri pariwisata ini," jelasnya.
Travel Mart yang disupport oleh Kemenpar pun terus membaik, makin besar dari 200 meter persegi menjadi 300 meter persegi, dua lantai. Jumlah industri yang diajak juga lebih banyak, serangan udara melalui media juga makin intens. Dan itu semua dilakukan secara konsisten.
"Terima kasih banyak Pak Menteri, kawan-kawan juga heran, bapak ikut di booth, mngalami table top, melihat transaksi, dan mendengar keluhan banyak pihak," ungkapnya.
Menpar Arief Yahya memang semakin detail masuk ke strategi pemasaran mancanegara. Ada tiga hal yang tengah menjadi fokus Kementerian Pariwisata.
Pertama, penguatan akses melalui direct flight ke Indonesia, terutama di Kuala Namu, Jakarta, Bali, Manado dan Makassar.
"Teknisnya, kami terus menjalin kerjasama dengan Emirates untuk pasar Timur Tengah. Singapore Airlines untuk pasar India dan China. Juga mencari kerjasama LCC --Low Cost Carrier-- lainnya, mseperti Air Asia untuk pasar Asia, terutana market China," kata dia.
Kedua, lanjut Menpar, menggenjot pasar border tourism, terutama Kepri, atau Batam, Bintan, Anambas. Harus ada event minimal sebulan dua kali di Kepri, yang bisa menggaet lebih banyak wisman dari Singapore.
"Bukan hanya Singaporean yang menjadi sasaran pasar, tapi juga ekspatriat yang jumlahnya 1,5 juta di Singapore, juga ada turis 15 juta setahun yang betkunjung ke Sungapore. Karena itu bebas Visa Kunjungan harus dipromosikan di Singapore!" Kata Arief Yahya.
Ketiga, pasar Australia dengan senjata Bebas Visa Kunjungan (BVK).
"Lagi-lagi, ini harus dipromosikan di Australia," ucap Arief Yahya.