Pasar Gede Hardjonagoro Solo yang Bersejarah Ini Pernah Jadi Korban Amuk Massa Megawati
Pasar Gede (Pasar Besar, Red) Hardjonagoro merupakan satu di antara simbol kearifan budaya Kota Solo, Jateng.
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Bayu Ardi Isnanto
TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Pasar Gede (Pasar Besar, Red) Hardjonagoro merupakan satu di antara simbol kearifan budaya Kota Solo, Jateng.
Menurut catatan sejarah, pasar tradisional tersebut menjadi tempat berinteraksinya tiga bangsa, yakni Jawa, Belanda, dan masyarakat keturunan Tiongkok.
"Sekitar 20 persen pedagang di Pasar Gede merupakan keturunanTiongkok," kata Lurah Pasar Gede Hardjonagoro, Nur Rahmadi, Rabu (4/5/2016).
Pasar Gede dibangun oleh seorang Belanda, Thomas Karsten, pada 1927.
Pembangunannya selesai pada 1930, atau setelah tiga tahun dibangun.
Saat itu Belanda masih memiliki kekuasaan di Jawa.
Pasar Gede terletak di dekat pusat pemerintahan Keraton Kasunanan Surakarta, juga dekat dengan Benteng Vastenburg sebagai benteng pertahanan Belanda.
Dekat pula dengan kantor Pemkot Solo dan Balai Kota Solo.
Keturunan Tiongkok banyak tinggal di kawasan Pasar Gede, bahkan di sebelah selatan pasar terdapat sebuah kelenteng yang bernama Tien Kok Sie.
Suasana Pasar Gede Hardjonagoro, Solo (TRIBUNSOLO.COM/ BAYU ARDI ISNANTO)
Di sebelah timur Pasar Gede, perkampungan Balong, sering disebut sebagai kawasan Pecinan.
Saat ini, interaksi antara etnis Jawa dan keturunan Tiongkok masih berlangsung di Pasar Gede.
Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan tersebut menjadi pusat peringatan tahun baru imlek di Solo.
Rusak dan Direnovasi
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.