Masjid Agung Surakarta, Kombinasi Desain Arsitektur Jawa, Arab dan Belanda
Inilah salah satu bangunan cagar budaya di Kota Solo. Masjid Agung Surakarta.
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Chrysnha Pradipha
TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Inilah salah satu bangunan cagar budaya di Kota Surakarta, yang berada di sebelah barat Alun-Alun Keraton Kasunanan Surakarta, di Solo, Jateng.
Bangunan tersebut adalah Masjid Agung Surakarta, yang dahulu dinamakan Mesjid Ageng.
Menurut Abdul Basyid Rohmat, sekretaris Masjid Agung Surakarta,masjid itu dahulu didirikan oleh Raja Keraton Kasunanan Solo, yaitu Paku Buwono (PB) III.
Lalu, dalam perjalanan waktu, selalu diperbaiki oleh generasi-generasi raja berikutnya, dengan dukungan pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.
"Dari PB III yang mendirikan, dilanjutkan PB IV, dan seterusnya, hingga PB X yang menyempurnakan," katanya ketika diwawancara TribunSolo.com di masjid tersebut, Kamis (5/5/2016).
Oleh pihak keraton, masjid itu sering digunakan untuk acara-acara tradisi Islami.
Antara lain, acara sekaten, malam selikuran, dan garebek Syawal.
Basyid menambahkan, Masjid Agung Surakarta memiliki corak yang khas berdasar perpaduan berbagai kebudayaan.
Corak Islami, Jawa, Arab, Persia (Timur Tengah), dan Belanda disatukan ke dalam masjid tersebut.
Unsur Kejawaan dapat dilihat pada bangunan masjid utama yang berupa joglo (rumah adat Jawa).
Corak Arab dapat disaksikan pada prasasti di dalam masjid utama.
Sedangkan unsur khas budaya Timur Tengah dapat dilihat pada bangunan menara dan gapura yang dibangun oleh PB X.
Basyid mengatakan, dahulu PB X terinspirasi oleh bangunan Timur Tengah.