Benteng Belanda di Martapura, Objek Wisata Ini Dulu Terkenal Angker karena Banyak "Penampakan"
Agar "penampakan" tersebut tak menggangu warga maupun pengunjung, akhirnya rumah itu pun dihancurkan.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Yayu Fathilal
TRIBUNNEWS.COM, MARTAPURA - Walaupun Kalimantan Selatan juga bekas daerah jajahan Belanda, namun bisa dikatakan sangat sedikit jejak-jejak peninggalan Belanda seperti bangunan tua yang bisa ditemukan di provinsi ini.
Kalaupun ada, sudah dihancurkan baik oleh perang ataupun warga.
Jika pun masih tersisa, tinggal puing-puingnya saja lagi yang bisa dinikmati generasi sekarang.
Seperti yang terjadi pada sebuah benteng peninggalan Belanda di Taman Hutan Raya Sultan Adam, Jalan Ir Pangeran Mohammad Noor, Desa Mandiangin Timur, Kecamatan Karang Intan, Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Benteng tersebut sebenarnya bukan benteng tetapi bekas rumah seorang Belanda, namun oleh warga setempat kerap disebut benteng.
Sekarang, benteng tersebut sering dijadikan lokasi berfoto para wisatawan.
Kondisinya tampak tak terawat.
Akses menuju Benteng Belanda. (Banjarmasin Post/Yayu)
Di sekelilingnya dipenuhi pepohonan dan semak belukar.
Tak jauh dari lokasi benteng itu ada sebuah pondok yang dilengkapi bangku panjang tempat wisatawan mengaso dan sebuah pelang nama dari Pemerintah Kabupaten Banjar yang menerangkan tempat ini adalah sebuah objek wisata sejarah.
Sayangnya, pelang nama berwarna hijau itu tampak tak terawat.
Banyak coretan tangan-tangan usil memenuhi pelang nama tersebut.
Benteng tersebut memiliki tangga batu menuju ke bangunan rumahnya dan di bagian bawahnya tepat di samping kiri tangga itu ada sebuah garasi yang dindingnya tampak kotor dicoret-coreti pengunjung.
Di salah satu dindingnya tampak berlubang besar sehingga bisa terlihat reruntuhan bangunan rumah di atasnya.
Penuh coretan. (Banjarmasin Post/Yayu Fathilal)
Area reruntuhannya tak luas dan walaupun disekelilingnya ada semak belukar, tempat ini tergolong aman untuk disinggahi pelancong.
Tak ada binatang buas atau berbahaya di sana.
Sesekali, terdengar kicauan burung dari kejauhan dan gemerisik dedaunan yang ditiup angin.
Di sini memang banyak anginnya.
Banyak pengunjung yang memanfaatkannya untuk latar berfoto dengan memanfaatkan pemandangan perbukitan di sekeliling Tahura Sultan Adam tersebut atau pepohonannya yang rindang.
Memasuki tempat ini tak dipungut biaya, hanya tarif retribusi saat memasuki pintu gerbang Tahura sebesar Rp 10 ribu.
Seorang pengunjung, Widya, tampak berfoto-foto di benteng tersebut.
Kendati tak banyak pemandangan benteng yang bisa dinikmatinya, panorama alam perbukitan di sekitarnya sesekali juga dijadikannya latar berfoto.
Suasananya yang tenang membuatnya merasa nyaman bersantai sebentar di tempat ini.
“Lumayan sih buat bersantai sebentar. Suasananya tenang di sini,” komentarnya.
Di hari libur, sesekali ada saja segerombolan orang dari komunitas gowes yang memanfaatkan jalur menanjak dan berbatu-batu menuju benteng ini untuk menguji adrenalin.
Terlebih lagi, jalur menuju ke lokasi benteng berkelok-kelok dengan jalanan beraspal, ada yang mulus ada yang rusak.
Di salah satu tepi jalannya tak dilengkapi pagar sementara di bawahnya ada jurang dan lembah yang curam.
Di sepanjang perjalanan, ada panorama alam perbukitan hijau di sekitar Tahura Sultan Adam yang bisa dinikmati pelancong.
Selain bersepeda, kemari bisa ditempuh dengan berkendara sekitar 30 menit.
Tak dipungut biaya parkir sepeser pun jika mengunjungi benteng ini.
Di sekitar situ tak ada penjual makanan, kecuali di bawahnya lagi ada beberapa warung yang menjual makanan ringan dan minuman kemasan.
Benteng ini menjadi reruntuhan ternyata bukan karena hancur akibat dimakan usia atau faktor alam lainnya, tetapi karena sengaja dihancurkan oleh warga setempat.
Menurut seorang penjual makanan di sana, dulu benteng itu adalah rumah seorang Belanda yang kemudian ditinggalkan penghuninya.
Kemudian tempat itu menjadi rumah kosong hingga bertahun-tahun tak terurus.
Di waktu-waktu tertentu, warga sering menemui penampakan hantu bergentayangan di situ.
“Biasanya hantu kan munculnya malam, kalau ini siang juga ada dia main ayunan dekat benteng itu. Rambutnya panjang, bajunya putih panjang,” jelasnya.
Agar tak menggangu warga maupun pengunjung, akhirnya rumah tersebut dihancurkan.
Sejak itu, sudah jarang terlihat ada penampakan lagi di sana.
“Mungkin karena sekarang sering dikunjungi pelancong, jadi di sana lebih ramai,” ucapnya.
Menuju ke Tahura Sultan Adam, tak ada kendaraan umum.
Pengunjung biasanya memakai kendaraan pribadi.
Akses jalannya mudah dan mulus.
Jika dari Banjarmasin, jaraknya 50 kilometer.
Anda harus berkendara lurus saja melewati Jalan Ahmad Yani ke kilometer 35, tepat ke tugu perempatan batas Kota Banjarbaru dan Martapura.
Dari sini, ambil jalan lurus saja hingga bertemu jalan mentok dan pertigaan, ambil arah ke kanan.
Dari sini, terus saja sekitar satu kilometer berkendara, ada jembatan kecil, turun dari situ, tak lama di sebelah kanan ada gerbang masuk ke Tahura Sultan Adam.
Jaraknya dari tugu tadi sekitar 15 kilometer.
Di sekitarnya ramai perkampungan warga.
Masuk saja di sini hingga sekitar satu kilometer, ada gerbang kedua dan pos penjagaan retribusi.
Dari sini, Anda sudah memasuki kawasan Tahura Sultan Adam.