Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Berburu Buku Kuno di Pasar Buku Gladak Solo, Tempat Favorit Kolektor Barang Antik

Pembeli buku kuno biasanya berasal dari sekitar Solo, namun tak jarang berasal dari Negara lain seperti Malaysia, dan Brunei .

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Berburu Buku Kuno di Pasar Buku Gladak Solo, Tempat Favorit Kolektor Barang Antik
Tribunsolo.com/Imam Saputro
Sebuah sudut di Pasar Buku Gladak. 

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Imam Saputro

TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Salah satu adegan di film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) pertama adalah ketika Rangga mengajak Cinta ke Pasar Buku Kwitang.

Tokoh penjual buku di Kwitang itu juga legendaris dan tak mungkin di lupakan, Gito Rolies.


Pasar Buku Gladak Solo. (Tribunsolo.com/Imam Saputro)

Dalam film itu, Rangga mengajak Cinta ke Kwitang, tempat ia membeli buku lama, saat itu daerah Kwitang masih dipenuhi lapak-lapak penjual buku sehingga disebut Pasar Kwitang.

Nah, di Kota Solo, di sudut alun-alun Keraton Kasunanan Surakarta, ada tempat yang mirip dengan Pasar Kwitang.

Pasar buku alun-alun atau pasar buku gladak orang-orang biasa menyebutnya.

Di pasar buku gladak bisa ditemukan buku baru, buku bekas,bahkan buku kuno yang sudah tak dicetak lagi.

Berita Rekomendasi

“Kalau buku kuno biasanya saya dapat dari perseorangan, nanti trus saya jual lagi ke kolektor,” ujar salah seorang penjual, Bambang.

Pembeli buku kuno biasanya berasal dari sekitar Solo, namun tak jarang berasal dari Negara lain seperti Malaysia, dan Brunei .

Bahkan diakui Bambang, ia mampu menjual buku kuno itu dengan harga fantastis.

“Harga buku kuno bisa mencapai jutaan rupiah jika dibeli oleh kolektor barang antik yang sudah lama mencari buku tersebut,” imbuh Bambang sambil tersenyum.

Selain menjual buku-buku kuno, beragam jenis buku dan majalah, baik baru maupun bekas juga digelar para pedagang di kiosnya.

“Buku-buku yang dijual di sini merupakan buku pengetahuan umum, berbeda kalau di Pasar Buku Sriwedari lebih masuk ke disiplin ilmu yang berupa buku-buku pelajaran,” tambah Bambang. 

Soal dagangan, buku dan majalah yang terpampang rapi dijual dengan harga yang bervariasi, khusus buku tergantung usia dan keadaan fisik dari buku tersebut.

Sedangkan majalah tergantung keadaan, apakah halamannya masih utuh dan baik.

Pengunjung dapat menawar buku dan majalah yang dijajakan dengan harga terjangkau dibandingkan dengan harga buku ataupun majalah di toko-toko buku besar.

Menurut Bambang, berdirinya Taman Buku Alun-Alun Keraton bermula oleh pedagang buku yang membuka lapak ditengah alun-alun sebelah utara Keraton Kasunanan Surakarta.

“Saat itu pedagang dipersilahkan pindah ke seberang alun-alun karena alun-alun terlarang untuk kegiatan jual beli oleh pihak keraton,” kenang Bambang.

Karena tempat yang tidak layak untuk berjualan, akhirnya pihak keraton pada tahun 2001 mempersilahkan pedagang buku untuk menempati bangunan milik keraton yang ada di sebelah utara alun-alun.

Sejak itulah Taman Buku Alun-Alun Keraton resmi berdiri.(*)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas