Kisah Unik dari Masjid Al Fatih Kepatihan Solo, Tak Tersentuh Api Saat Kebakaran Hebat 1948
Ada nama-nama khalifah (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) di bagian atas pintu masuk sisi utara dan selatan.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan TribunSolo.com, Labib Zamani
TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Masjid Al Fatih Kepatihan berada di RT 006, RW 001 Kelurahan Kepatihan Wetan, Kecamatan Jebres, Solo, Jawa Tengah merupakan peninggalan Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Paku Buwono (PB) X.
Masjid Al Fatih. (Tribunsolo.com/Labib Zamani)
Semua ornamen bangunan merupakan peninggalan PB X.
Pintu, jendela, mimbar, kentongan, bedug dan tiang masjid semua masih asli terbuat dari kayu jati peninggalan PB X.
Ada lafal khalifah (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) di bagian atas pintu masuk sisi utara dan selatan.
Sedang di atas pintu bagian tengah ada lafal Allah SWT dan Muhammad.
Di atas pintu itu juga tertulis tahun pembuatan Masjid Kepatihan, yakni 1312 Hijriyah.
Seksi Keamanan Takmir Masjid Kepatihan, Sukardi, mengatakan, berdirinya Masjid Kepatihan hampir bersamaan dengan “Ndalem Kepatihan” atau Kampung Kepatihan.
Ndalem Kepatihan merupakan daerah setrategis di Solo.
Masjid Al Fatih. (Tribunsolo.com/Labib Zamani)
Pada saat ini Ndalem Kepatihan dipimpin seorang patih atas titah (perintah) raja.
Namun pada saat dilakukan agresi militer II tahun 1948 yang dilakukan Belanda, Ndalem Kepatihan dibumi hanguskan.
Sementara Ndalem Kepatihan dibakar rakyat pribumi supaya tidak diduduki dan dijadikan markas tentara Belanda pada masa itu.
Uniknya, dari pembakaran itu Masjid Kepatihan sama sekali tidak terbakar dan tetap berdiri kokoh.
“Sejak berdiri Masjid Kepatihan baru mengalami perbaikan satu kali,” kata Sukardi kepada TribunSolo.com, di Kepatihan, Solo, Jawa Tengah, Jumat (27/5/2016).
Sukardi menambahkan, Masjid Kepatihan awalnya kecil terdiri satu ruang salat dan serambi masjid.
“Seiring dengan pertumbuhan penduduk, dilakukan penambahan bangunan,” terang Sukardi.
Penambahan bangunan meliputi kubah masjid serta tempat wudu laki-laki dan perempuan yang berada di samping kanan kiri masjid.
Masjid Kepatihan terakhir direnovasi tahun 1992.
Renovasi yang dilakukan meliputi pemasangan keramik di dinding masjid.
Pasalnya, sejak berdiri Masjid Kepatihan belum memakai ornamen keramik.
“Pemasangan keramik di dinding masjid untuk mengurangi pemborosan anggaran. Sebelum dikeramik pengurus selalu mengeluarkan dana yang cukup besar untuk membeli cat dinding,” jelas dia.
Kendati peninggalan trah Kerajanan Mataram Islam, ucap dia, renovasi masjid dilakukan secara gotong rotong dan menggunakan dana infak.
Terpisah, Ketua Takmir Masjid Al Fatih Kepatihan, Muhammad Choiri, menambahkan, setiap Ramadan Masjid Al Fatih Kepatihan selalu digunakan untuk tadarus Al Quran, dan pengajian 15 syaban di bulan Ramadan.(*)