Merasakan Nuansa Magis dalam Tradisi Perang Ketupat di Tempilang, Bangka Belitung
Nuansa magis semakin terasa lantaran salah seorang pemuda berbaju pencak silat tiba-tiba kesurupan mahluk halus.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan wartawan Bangka Pos, Iwan Satriawan
TRIBUNNEWS.COM, BANGKA - Panas terik sinar matahari yang menerpa Pantai Pasir Kuning Desa Air Lintang Kecamatan Tempilang, Minggu (29/5) siang tiba-tiba berubah mendung saat tokoh adat Tempilang Keman memulai prosesi Penimbongan.
Selanjutnya guyuran hujan tiba-tiba mengguyur wilayah tersebut seiring dengan menguarnya asap putih dari dupa di tengah belasan pemuda berbaju pencak silat.
Atraksi tarian serimbang. (Bangka Pos/Iwan S)
Sementara sejumlah penari diiringi musik tradisional dengan tenang membawakan tarian Serimbang mengelilingi belasan pemuda itu.
Nuansa magis semakin terasa lantaran salah seorang pemuda berbaju pencak silat tiba-tiba kesurupan mahluk halus.
Di tengah asap dupa yang terus mengepul, dua orang pemuda berpakaian pencak silat kemudian melakukan tarian Kedidi (tarian pencak silat menirukan kelincahan sejenis burung air bernama Kedidi) menggunakan golok dan tembung (tongkat kayu).
Ribuan penonton dan tamu kehormatan seperti Gubernur Babel Rustam Effendi, Bupati Babar Parhan Ali dan Ketua DPRD Babel Didit Srigusjaya tampak serius menyaksikan ritual yang berlangsung.
"Memang seperti ini dari tahun ketahun pas prosesi Penimbongan. Tahun lalu malah angin ribut menerpa lokasi ini, tapi tidak ada penonton yang kena," ungkap warga setempat sembari terus menyaksikan pelaksanaan prosesi Penimbongan.
Pemuda yang kerasukan mahluk halus tiba-tiba berbicara dalam bahasa daerah mengungkapkan rasa senang atas prosesi adat yang digelar.
"Kami sudah ikak hibur seperadik. Kami sudah menyaksikan tarian Serimbang dan Kedidi seperdik. Boleh tidak kami minta lagi seperadik ," ucapnya dalam keadaan kerasukan.
Usai digelarnya tarian Serimbang yang merupakan tarian wajib dalam prosesi Penimbongan dan atraksi tari Kedidi, tokoh adat setempat Keman kemudian mempersilahkan dimulainya prosesi puncak yaitu saling lempar menggunakan ketupat.
Belasan pemuda berpakaian pencak silat usai berdoa langsung berebutan melempari lawannya menggunakan ketupat yang sudah disiapkan.
Para penonton yang ada dilokasi juga dipersilahkan mencoba saling melempar menggunakan ketupat.
"Yang kena itu katanya tidak sakit karena sudah didoakan pak Keman. Tapi ada pantangan tidak boleh melempar ke bagian muka dan alat vital," ungkap Muhairidin Ketua RT Air Lintang.
Tokoh adat Tempilang Keman yang memimpin puncak prosesi Perang Ketupat mengatakan mulai hari ini hingga tiga kehari kedepan masyarakat setempat dilarang beraktifitas di laut.
Selain itu ada pantangan lain seperti tidak boleh besiul sekampung-kampung, berkelahi dirumah tangga, berkeubung kain sarong ditengah kampung dan menjemur kain di pagar.
Pantangan di laut diantaranya tidak boleh menangkap ikan di laut dengan cara apapun, mencuci kuali dan panci di laut, mencuci perlengkapan orang melahirkan di laut, dilarang memukul kain di dan mencuci daging ayam di laut.
"Kita minta agar mentaati pantangan ini," ujar Keman.
Prosesi Perang Ketupat selanjutnya ditutup dengan menghayutkan miniatur perahu layar di laut Tempilang.
Tradisi perang ketupat yang digelar Minggu (29/5/2016) ini sendiri merupakan puncak acara sedekah ruah di empat desa di kecamatan Tempilang.
Untuk sedekah ruwah sendiri sudah dilakukan tanggal 15 Syakban lalu.
"Selesai perang ketupat ada hiburan selama dua hari di lapangan bola Tempilang dan besok di lokasi perang ketupat yang mendatangkan artis ibukota," ungkap Ketua RT Air lintang Muharidin.
Pada puncak acara sedekah Ruwah di Tempilang, Minggu (29/5/2016) ribuan warga dari pelosok pulau Bangka tampak terus berdatangan hingga siang hari ke Tempilang.
Kendati pihak kepolisian sudah memberlakukan jalan satu arah, kemacetan panjang tetap saja terjadi.
Sementara rumah-rumah penduduk di Tempilang tampak terbuka lebar lengkap dengan penganan khas lebaran guna menyambut tamu yang datang bertamu.
Kearifan Lokal Yang Harus Lestari
Bupati Bangka Barat Parhan Ali dalam sambutannya mengatakan tradisi Ruwahan Tempilang yang dikenal dengan Perang Ketupat adalah warisan tradisi yang dilakukan turun temurun.
"Kita harapkan muda mudinya agar dijaga budaya ini agar tidak hilang ditelan zaman. Perang ketupat merupakan kearifan lokal yang harus kita lestarikan untuk mendukung wisata Babar. Pariwisata merupakan unggulan dalam visi dan misi Babar," papar Parhan.
Ia berharap tradisi Perang Ketupat sebagai wisata budaya diharapkan akan mendatangkan wisatawan lokal maupun mancanegara.
Pasalnya saat ini bukan hanya dikenal di Babel saja tapi secara nasional dan sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh kementrian pendidikan dan pariwisata pada tahun 2015 lalu.
"Tradisi ini pada tahun 2015 lalu sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda," ungkapnya.
Sementara Gubernur Babel Rustam Effendi mengatakan tradisi budaya seperti Perang Ketupat inilah yang senantiasa harus dilestarikan karena keunikannya tidak ada di daerah lain.
"Apa yang sudah kita miliki aset yang sudah kita punya supaya di lestarikan. Di tengah arus informasi membuat orang lupa akan budaya sendiri. Jangan sampai budaya kita tergerus dengan budaya asing yang merugikan kita. Daerah kita sedang menjadi perhatian dunia dengan keindahan alam budaya dan seninya," ungkap Rustam.
Ia mengatakan saat launching Sungailiat Triatlon ia udah sampaikan kepada Kementrian Pariwisata agar daerah Babel dijadikan daerah khusus pariwisata agar dana mengalir ke daerah untuk infrastruktur.
" Kemarin saya sudah bentuk tim KEK pariwista agar keluar Kepres seperti Belitung dengan dana 18 milyar," ujarnya.
Menurut Rustam, dengan menonjolkan Pariwisata bukan berarti pemerintah daerah tidak memikirkan tambang, tapi kita harus mempersiapkan diri supaya kita tidak terpuruk lantaran sektor tambang yang depositnya maskin menurun.
"Ada empat sektor yang akan kita kembangkan. Yaitu kelautan, pariwisata, industri dan perikanan," jelasnya.(wan)