Masjid Assyuhada: Masjid Bersejarah di Bali, Hadiah Raja Badung kepada Ulama dari Makassar
Mulai dari kusen jendela, mimbar, hingga langit-langit Masjid, menurut Haji Mansyur, itu masih bertahan dari abad ke – 17 silam.
Editor: Malvyandie Haryadi
Meskipun ada beberapa renovasi dan penambahan luas area, namun masih ada beberapa sisi yang masih asli dari zaman dahulu masjid ini berdiri.
Mulai dari kusen jendela, mimbar, hingga langit-langit Masjid, menurut Haji Mansyur itu masih bertahan dari abad ke – 17 silam.
Berbagai kegiatan ibadah umat muslim Kampung Bugis Serangan dilakukan di Masjid Assyuhada.
Mulai dari sholat,pengajian, buka bersama di bulan Ramadhan, bahkan pertemuan-pertemuan terkait urusan dan kegiatan masyarakat setempat pun kerap dilakukan di Masjid ini.
Layaknya kampung-kampung di area pesisir, Kampung Bugis Serangan ini hadir dengan tampilan tradisional dan sederhana.
Mulai dari warung-warung sederhana, rumah-rumah tua kosong, kebun-kebun, hingga kawanan kambing dan sapi berlalu lalang jadi pemandangan di sini.
Tak seperti masyarakat Kampung Islam Kepaon, yang mana merupakan masyarakat Bali yang memeluk agama Islam sehingga Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Bali.
Di Kampung Bugis Serangan, menggunakan Bahasa Bugis sebagai Bahasa sehari-harinya.
Makam Kuno Jadi Icon, Makam Pria dan Wanita Beda Bentuk Nisan
Selain Masjid Assyuhada, satu lagi yang juga menjadi icon Kampung Bugis Serangan adalah makam kuno.
Di makam inilah, khusus masyarakat muslim Kampung Bugis dimakamkan saat sudah meninggalkan dunia, mulai dari tokoh-tokoh bersejarah hingga ulama.
Dan, di sini juga terdapat makam dari Syeikh Haji Mu’min, tokoh awal lahirnya Kampung Bugis Serangan.
“Dulu anak saya mimpi, ada keluarga Syeikh Haji Mu’min datang dan memberi tahu bahwa ini punya nama, namnanya Syeikh Haji Mumin. Kemudian dicocokkan dengan cerita salah satu warga yang dari leluhurnya, yang tahu tentang Syeikh Haji Mumin,” ujar Haji Mansyur.