Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bosan Buka Puasa di Pusat Kota? Rasakan Sensasi Ngabuburit di Puncak Gunung Purba Nglanggeran

Pernah mendaki hingga ke puncaknya? Jika belum, coba sempatkan dan nikmati panorama asyik dari puncaknya yang menjulang.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Bosan Buka Puasa di Pusat Kota? Rasakan Sensasi Ngabuburit di  Puncak Gunung Purba Nglanggeran
Tribun Jogja/Setya Krisna S
Puncak Gunung Purba Nglanggeran 

Laporan Wartawan Tribun Jogja, Setya Krisna Sumarga

TRIBUNNEWS.COM, GUNUNGKIDUL - Anda pernah mendengar gunung api purba Nglanggeran?

Pernah mendaki hingga ke puncaknya? Jika belum, coba sempatkan dan nikmati panorama asyik dari puncaknya yang menjulang.

Di bulan Ramadan ini, tak salah jika tempat ini jadi salah satu destinasi untuk ngabuburit.


Puncak Gunung Purba Nglanggeran. (Tribun Jogja/Setya Krisna)

Biar tidak "mainstream-mainstream" amat, Anda bisa sendirian atau berombongan membatalkan puasa di puncak gunung ini.

Beratkah pendakiannya? Tergantung keinginan, semangat, kekuatan fisik, dan tentu saja usia Anda.

Buat yang muda-muda, puncak gunung api purba Nglanggeran enteng saja.

Berita Rekomendasi

Agak terjal, tapi tergolong tidak sulit meniti jalur ke puncak berketinggian lebih kurang 700 mdpl ini.

Panorama indah sunrise (matahari terbit) bisa dinikmati juga pada pagi hari.

Jika beruntung di musim-musim tertentu, Anda bisa menyaksikan hamparan kabut bergumpal-gumpal putih memesona yang menutupi perbukitan di wilayah selatan Patuk hingga Dlingo, dan Imogiri.

Di sisi barat hamparan kabut bisa memayungi kawasan Ngoro-oro yang dipenuhi tonggak- tonggak baja menara pemancar ulang televisi nasional.

Sedangkan di sebelah utara dataran Piyungan, Prambanan, hingga Klaten terlihat samar-samar.

Di sore hari, juga di musim-musim tertentu, Anda yang beruntung bisa menyaksikan cantiknya warna senja yang keemasan saat matahari tenggelam (sunset) di ufuk barat.

Semilir angin yang sejuk membuat betah saat kita duduk-duduk atau tiduran di bongkahan batuan lava beku di puncak Gede.

Jika Anda sendiri saja, maka desau angin dan suara berkelebatnya bendera merah putih yang sudah robek-robek ujungnya yang terpancang di puncak tertinggi, bisa jadi teman.

Di saat seperti itu Anda bisa merenungkan betapa besar kuasa Sang Pencipta Semesta, betapa indahnya negeri Indonesia, betapa cantiknya Nglanggeran, dan tentu saja betapa eloknya bumi Gunungkidul.

Di mana letak kawasan geopark Nglanggeran? Lokasi ini sangat mudah dijangkau dari mana saja.

Dari Kota Yogya, jaraknya lebih kurang 20 kilometer di sebelah timur/tenggara.

Bisa ditempuh menggunakan sepeda, motor, mobil, dan bus ukuran sedang pun leluasa masuk.

Paling enak rutenya dari pusat Kota Yogya mengarah ke Jalan Yogya-Wonosari.

Di pertigaan Patuk setelah tanjakan Bukit Hargodumilah (Bukit Bintang), belok kiri menuju Desa Ngoro-oro, dan kita kemudian sampai ke kaki gunung purba Nglanggeran.

Atau rute kedua Patuk lurus ke arah Wonosari.

Sebelum jembatan Kali Pentung belok kiri melewat jalur dan jembatan lama.

Belok kiri dan setelah kira-kira satu kilometer ada pertigaan dan petunjuk belok kiri ke Nglanggeran.

Pintu masuk kawasan wisata alam ini berada di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk.

Kawasannya sudah ditata cukup rapi oleh warga yang tergabung Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Nglanggeran, dibantu Pemkab Gunungkidul.

Tiket masuknya Rp 7.000 per orang.

Setelah mendapatkan tiket, pengunjung bebas masuk ke kawasan, atau langsung mendaki ke beberapa spot sesuai keinginan.

Jalur pendakian cukup baik, petunjuk jelas, dan dari empat pos yang ada hingga puncak, ada shelternya yang cukup bagus.

Pengelolaan kawasan wisata ini sudah profesional.

Banyak paket wisata ditawarkan oleh pengelola, antara lain; live in, outbond, paket makrab, camping, paket sunrise dan sunset, dan yang unik paket kunjungan ke kampung pitu di puncak timur Nglanggeran.

Tarif paket bervariasi mulai Rp 55 ribu/orang hingga Rp 300 ribu/orang.

Perintis wisata gunung api purba Nglanggeran ini bernama Sugeng Handoko.

Pemuda asli Patuk ini cukup beken, kerap diundang di forum-forum usaha mandiri karena inisiatifnya yang menginspirasi.

Gunung Nglanggeran disebut gunung api purba karena memang secara geologis dulunya gunung berapi yang aktif sekitar 60 juta tahun lalu.

Kala itu posisinya tidak seperti sekarang. Nglanggeran merupakan gunung api bawah laut.

Proses kebumian membuat gunung itu terangkat ke permukaan dan puncaknya kini terlihat menonjol sebagai gundukan-gundukan batuan beku berupa andesit, lava dan breksi andesit yang spektakuler.

Gunung Nglanggeran bisa disebut sudah mati karena tak ada lagi aktivitas vulkanik.

Pendakian menuju puncak dari pintu masuk gunung kira-kira bisa ditempuh satu jam untuk pergerakan cepat.

Untuk yang nanjaknya "woles" maksimal dua jam sampai ke puncak Gede yang ada tiang dan bendera merah putihnya.

Buat yang tidak sanggup nanjak, mendaki hingga Pos I dan kongkow di gundukan batu yang disebut gunung Bagong sudah lumayan.

Dari titik pandang ini, panorama cantik di selatan dan barat gunung terhampar jelas.

Menuju Pos I ini ada rute unik melewati celah sempit di antara batu besar dan tebing raksasa yang menjulang. Celah ini hanya leluasa dilewati satu orang.

Ada undak-undakan batu di teras terbawah sebelum pengunjung mesti meniti anak tangga dari kayu-kayu yang dipasang pengelola.

Menjelang ujung atas celah, badan dan kepala mesti menunduk karena di antara celah itu terselip bongkahan batu cukup besar.

Tidak ada yang tahu sejak kapan batu itu nyelip di celah itu.

Dari titik sesudah celah, perjalanan menuju Pos I tinggal kira-kira lima menit saja.

Buat yang ingin langsung "ngegas" ke puncak, perjalanan bisa dilanjutkan dengan mudah.

Perjalanan dari pintu masuk ke Pos I ini ibaratnya pemanasan atau aklimatisasi. Jika mampu melewati pos ini, perjalanan ke puncak niscaya lancar jaya.

Beberapa titik pelataran di kawasan puncak sangat cocok dan nyaman untuk dijadikan lokasi berkemah buat yang ingin menginap.

Atau barangkali buka tenda sekiranya ingin seharian kongkow di kawasan puncak. Lokasi untuk kemah ini terlindung pepohonan dan bebatuan besar.

Tribun Jogja yang "ngabuburit" ke gunung Nglanggeran, Sabtu (11/6/2016) sore, bertemu serombongan mahasiswi dari Yogya yang hendak nge-camp di puncak.

Pertemuan persis terjadi di celah pendakian sebelum Pos I, saat adzan Magrib berkumandang.

Belasan pengunjung lain lebih dulu menuju puncak, seolah mengejar waktu berbuka puasa.

Buat yang ingin menghabiskan waktu menikmati senja hingga malam menjelang, jangan lupa untuk membekali diri dengan senter dan rain coat (mantel hujan).

Jalur yang berundak-undak, licin karena sebagian berupa tanah merah dan batuan berlumut, membuat pengunjung harus ekstra hati-hati.

Di beberapa titik jalur bersisian dengan tebing dan lerengan yang cukup curam.

Sekalipun pendakian ke puncak Nglanggeran tergolong ringan, jangan pernah sekali-sekali mengabaikan alam bebas.

Anda berminat? Tungga apa lagi? Yuk, ke puncak Nglanggeran.(Setya Krisna Sumarga)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas