Pulau di Maluku Utara Ini Pernah Jadi Tempat Mangkalnya Jenderal MacArthur Saat Perang Dunia II
Di pulau seluas 1.800 km2 ini pernah berkecamuk perang besar pada tahun 1945.
Editor: Malvyandie Haryadi
Nilai strategis ini pula yang dipahami oleh setiap Komandan Lanud Morotai sehingga tanpa ragu selalu menginginkan jika TNI AU memperkuat Lanud Morotai sebagai pangkalan terdepan.
Saat ini kondisi Lanud Morotai memang masih jauh dari memadai.
Namun seiring diresmikannya Kabupaten Pulau Morotai oleh Mendagri pada 29 Oktober 2008 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Halmahera Utara, kondisi ini tentu harus dibenahi.
Karena jika penerbangan dari Morotai ke Ternate berlangsung lancar, roda perekonomian dan pemerintahan di Morotai akan berjalan efektif.
Jika melakukan perjalanan ke Ternate menggunakan moda angkutan laut, dibutuhkan waktu sekitar delapan jam.
“Banyak hal harus dibenahi jika ingin menjadikan lanud sebagai pintu gerbang Morotai,” ujar Mayor Lek Damar Hari Sadewo, komandan Lanud Morotai saat itu.
Keamanan penerbangan juga belum terjamin karena tidak tersedianya pagar pembatas.
Alhasil di setiap take off-landing pesawat, pihak lanud menempatkan personelnya di ujung landasan untuk berjaga-jaga jika ada babi melintas.
Personel ini dilengkapi senapan G3 dan biasa disebut sniper.
Sesuai rencana Mabes TNI AU, di Morotai akan ditempatkan satu unit radar untuk menjaga wilayah udara Indonesia.
“Rencananya di Teluk Sopi, kami sudah survei lokasinya,” kata Sadewo. Sofi berada di titik paling utara dari Morotai.
Anggota TNI AU berjaga dengan senapan G3 di setiap kedatangan dan keberangkatan pesawat. Sumber gambar: Beny Adrian
Selain memaksimalkan Morotai sebagai pangkalan terdepan, tak kalah kondusifnya mengembangkan wisata perang.
Di pulau ini masih bisa dijumpai bangkai-bangkai kendaraan, tank, persenjataan, dan kapal perang Sekutu. Lima deretan dermaga yang dikenal sebagai army dock, juga masih bisa dikenali.