Membunyikan Meriam Karbit, Pengusir Kuntilanak yang Jadi Tradisi Malam Takbiran di Pontianak
Raja pertama Pontianak Syarif Abdurrahman Alkadrie ketika membuka lahan untuk bertempat tinggal di Pontianak sempat diganggu hantu-hantu.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Beragam tradisi budaya nusantara bermunculan dalam menyambut Hari Raya Idul Fitri, tak terkecuali Pontianak.
Kota yang dibelah Sungai Kapuas pun punya tradisi dalam menyambut bulan Syawal.
Masyarakat yang tinggal di tepian Sungai Kapuas punya tradisi merayakan malam takbiran dengan membunyikan ‘meriam karbit’.
Ya, Meriam Karbit. Meriam yang terbuat dari sebatang kayu bulat berukuran besar itu menjadi primadona kebanggaan masyarakat Pontianak.
Suguhan atraksi wisata yang dinantikan masyarakat sembari melewatkan malam takbiran.
Pada umumnya, meriam karbit yang masih ada hingga saat ini rata-rata memiliki panjang 6 meter, dengan diameter d iatas 50 centimeter.
Memasuki awal bulan Ramadhan, setiap kelompok masyarakat yang memiliki meriam karbit sudah mulai mempersiapkan diri masing-masing.
Setiap kelompok warga rata-rata memiliki 6 hingga 10 meriam karbit. Saat ini lebih dari 50 kelompok warga yang memiliki meriam karbit di tepian Kapuas.
Persiapan dimulai dengan menaikkan meriam-meriam yang direndam di Sungai Kapuas usai digunakan pada tahun sebelumnya.
Meriam itu sengaja direndam di dalam air dengan harapan bisa memperpanjang usia pakainya.
Pengerjaan persiapan biasanya dilakukan pada malam hari usai salat tarawih.
KOMPAS.com/YOHANES KURNIA IRAWAN - Suasana kemeriahan permainan meriam karbit di tepi Sungai Kapuas saat malam takbiran.
Warga bergotong royong membenahi meriam milik mereka masing-masing.
Setelah dinaikkan ke darat, meriam tersebut dibersihkan terlebih dahulu untuk membuang kotoran yang menempel selama direndam dalam air.
Setelah dibersihkan, bilah kayu yang dibagi menjadi dua bagian itu kemudian dirakit menjadi satu.
Bilah kayu yang sudah menyatu kemudian dilapis menggunakan kain tebal atau seng pada sambungannya.
Selanjutnya diikat menggunakan rotan dengan cara dililit yang bertujuan menahan getaran dan tekanan saat dibunyikan, kemudian dilapisi dengan cat berwarna-warni.
Permainan ini setiap tahunnya juga diperlombakan.
Masing-masing kelompok akan dinilai berdasarkan bunyi meriam mereka. Kekompakan bunyi meriam yang menggelegar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penjurian.
Namun, hanya meriam yang sesuai kriteria yang dapat mengikuti penilaian atau penjurian.
Pengusir kuntilanak
Atraksi permainan meriam karbit mempunyai kisah sejarah yang menarik.
Menurut cerita, Kesultanan Kadriah Pontianak di tahun 1771 sampai 1808, raja pertama Pontianak Syarif Abdurrahman Alkadrie ketika membuka lahan untuk bertempat tinggal di Pontianak sempat diganggu hantu-hantu.
Sultan kemudian memerintahan pasukannya mengusir hantu-hantu itu dengan meriam.
Membunyikan meriam adalah untuk membuang sial dan mengusir hantu kuntilanak yang ada di Kota Pontianak.
Bunyi kerasnya juga menjadi pertanda waktu azan Maghrib.
Seiring berjalannya waktu, tradisi meriam karbit berkembang menjadi daya tarik pariwisata.
Meriam ini akan dibunyikan mulai sejak malam takbiran, hingga hari ke tiga Idul Fitri.
Pengunjung pun bisa turut serta untuk membunyikan meriam ini dengan tarif berbeda yang ditentukan masing-masing kelompok sebagai pengganti bahan bakar karbit yang digunakan.
Bunyi dentuman meriam karbit ini bisa terdengar hingga radius lebih dari 3 kilometer.
Sepanjang malam mulai dari takbiran hingga menjelang pagi suara dentuman ini akan terdengar sambung menyambung dengan durasi waktu yang tidak terlampau lama.
Namun, kendala yang dihadapi saat ini adalah untuk mendapatkan bahan baku yang digunakan untuk membuat meriam karena menggunakan batang kayu bulat utuh yang berukuran besar.
Selain itu, harga karbit sebagai bahan bakar yang juga mengalami kenaikan.
Meski demikian, animo masyarakat tetap tinggi untuk menggelar "perang" meriam karbit. Penasaran dengan bunyinya?
Jangan lewatkan momen tahunan ini jika Anda kebetulan berada di Pontianak pada saat malam takbiran.