Menelusuri Jejak Ulama Azerbaijan yang Kitabnya Banyak Dipelajari Santri Pesantren di Indonesia
Sayyid Yahya Al Bakuvi yang hidup di abad 12 adalah salah satu ulama yang pemikirannya berpengaruh hingga ke muslim Indonesia
Penulis: Husein Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com dari Azerbaijan: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, BAKU - Islam Indonesia harus diakui sangat dipengaruhi oleh para ulama bukan hanya dari Arab tetapi juga ulama dari Persia salah satunya dari Azerbaijan yang dahulu kala menjadi bagian Persia.
Sayyid Yahya Al Bakuvi yang hidup di abad 12 adalah salah satu ulama yang pemikirannya berpengaruh hingga ke muslim Indonesia khususnya yang mempelajari sufism.
Kitab karangan Sayyid Yahya Al Bakuvi, yang berjudul "Asroruddin" hingga saat ini masih banyak dibaca di pesantren-pesantren Indonesia. Kitab tersebut merupakan buah pemikiran Sayyid Yahya yang di Azerbaijan disebut sebagai salah satu cendekiawan cemerlang di zamannya.
Tribunnews.com berkesempatan mengunjungi makam Sayyid Yahya Al Bakuvi, di Baku, Azerbaijan, Kamis (17/11/2016) . Makam ini berada di di kawasan Palace of the Shirvanshahs.
sebagaimana makam para wali di Indonesia yang selalu ramai dikunjungi peziarah. Makam Sayyid Yahya juga sama. Sayangnya agak sulit mengambil gambar di makan tersebut karena kurangnya pencahayaan.
Untuk bisa mendekat ke makam, peziarah harus masuk ke ruangan sempit bawah tanah tempat sang ulama dimakamkan. Aroma semerbak wewangian langsung menyeruak ketika memasuki pintu kecil makam tersebut.
Di Palace of the Shirvanshahs kita bukan hanya bisa menyaksikan makam Sayyid Yahya tetapi juga makam Raja Shirvansyah beserta keluarganya yang hanya berjarak sekitar 10 meter dari makan Sayyid Yahya.
Di komplek ini juga ada masjid dengan arsitek yang istimewa. Selain itu ada juga bekas reruntuhan kerajaan termasuk tempat mandi raja yang dibiarkan tak diperbaiki mungkin untuk menjaga nilai-nilai klasiknya.
Azerbaijan negara yang mayoritas berpenduduk muslim dengan 80 persen menganut aliran syiah. Namun, penganut Sunni dan Syiah di bekas negara pecahan Uni Soviet ini hidup sangat toleran dan saling menghargai.