Air Terjun Tujuh Tingkat Rampah Piruah di Desa Haruyan Dayak
Mencapai lokasi air terjun itu, tidaklah mudah. Harus turun naik bukit dengan kemiringan 60 derajat.
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Banjarmasin Post, Hanani
TRIBUNNEWS.COM, BARABAI - Kabupaten Hulu Sungai Tengah memiliki banyak objek wisata alam yang menarik. Khususnya bagi pencinta wisata petualangan.
Satu di antaranya adalah air terjun tujuh tingkat Rampah Piruah. Letaknya di Balai Tamburasak, Desa Haruyan Dayak, Kecamatan Hantakan. Warga setempat menyebut air terjun tersebut, Rampah Piruah. Dalam bahasa setempat, artinya batu yang bertuah.
Untuk mencapai lokasi air terjun tersebut, tidaklah mudah. Harus menuruni dan mendaki bukit yang kemiringannya sekitar 60 derajat.
Selasa, 24 Januari 2017u, BPost bersama Komunitas Barito Mania (Bartman) Barabai dan seorang dokter, dipandu Kades Haruyan Dayak Suhadi Anang, serta beberapa warga Haruyan Dayak, mencoba menjajal mengujungi air terjun yang masih ‘perawan’ tersebut.
Perjalanan dimulai dari Barabai, kota Kabupaten menuju Kecamatan Hantakan. Selanjutnya ke Desa Haruyan Dayak, dan Balai Tamburasak menempuh jarak sekitar 21 kilometer.
Dari Haruyan Dayak ke Tamburasak, hanya bisa ditempuh menggunakan kendaraan bermotor jenis trail. Namun, bisa juga menggunakan motor nontrail dan motor matik. Syarat ban harus diganti dengan jenis ban rimba.
Mesin motor pun harus dipastikan harus tangguh karena ada dua titik yang ketinggiannya ektrem. Jika mesin sepeda motor mati di tengah tanjakan, cukup membahayakan pengendara. Selain itu, pastikan rem berfungsi dengan baik.
Yang tak kalah menegangkan yakni saat melewati jembatan gantung. Anggota rombongan menyebutnya jembatan Inul. Disebut jembatan Inul, karena saat dilewati jembatan bergoyang dasyat.
Usia jembatan itu mungkin sudah tua. Lantai kayunya banyak yang copot. Tali penyangganya pun diragukan kekuatannya.
Pengendara yang bukan warga lokal, biasanya memilih menceburkan motornya lewat sungai di bawahnya, ketimbang mengambil risiko terjatuh.
Ada tiga jalur sungai yang harus dilewati, untuk sampai ke Balai Tamburasak. Bagi yang belum terbiasa mengendara di medan yang sulit itu, disarankan untuk memakai jasa ojek dari Desa Haruyan Dayak.
Tarifnya, mereka tak mematoknya. Seikhlasnya saja, asalkan cukup mengganti uang bensin, ditambah memakai jasa tenaga mereka. Itu lebih aman.
Jika menggunakan ojek warga setempat, perjalanan lebih mudah, karena mereka hapal medan jalan. Juga menjadi pemandu sampai ke tujuan.
Sesampai di Tamburasak, ada sebuah gubuk kecil (warga menyebutnya pondok), yaitu tempat istirahat petani yang bercocok tanam di ladang atas bukit. Anda bisa membeli mie instan di salah satu rumah warga, kemudian memasak sendiri ke pondok tersebut.
Pemilik pondok, biasanya dengan ramah mempersilakan tamu pengujung menggunakan peralatan sederhana mereka.
Di pondok itu pula tempat kita bisa memarkir sepeda motor. Perjalanan menuju air terjun dimulai berjalan kaki, dari belakang pondok, dengan menuruni bukit.
Tak ada fasilitas apapun, untuk menuruni bukit yang cukup curam itu. Maklum, objek yang didatangi tersebut, belum dikelola baik masyarakat maupun pemerintah.
Alat bantu yang bisa digunakan, hanya akar-akar pohon untuk tempat berpegangan. Jika berangkat berkelompok, ada baikya membawa tali webbing, yang bisa diikatkan ke pohon.
Perjalanan kami menuruni bukit kemarin menggunakan tali webbing tersebut. Sekitar 15 menit, menuruni bukit menggunakan tali, sudah sampai ke lokasi.
Begitu selesai menuruni bukit, pengujung berada di air terjun tingkat lima, enak dan tujuh, yang berjejer tiga tingkat. Tiga tingkat air terjun tersebut, tidak terlalu tinggi.
Airnya pun tak begitu deras. Namun pengujung dengan mudah mandi-mandi di bawah airnya yang jernih, karena tempat tersebut tak membahayakan.
Jika ingin ke tingkat di bawahnya, harus menuruni lagi bebatuan besar yang licin, dengan jarak sekitar 50 meter. Tingkat empat, air terjunnya lebih tinggi dan lebih deras, serta lebih jernih.
Bunyi gemuruhnya pun lebih kencang, saat air turun seperti kapas putih. Tingkat empat inilah yang lebih sering digunakan wisatawan untuk berfoto.
Pengujung pun akan betah duduk lama-lama di atas maupun di bawah batu air terjun di tingkat empat tersebut, karena sangat sejuk dan menenangkan.
Dari tingkat empat itu pula, terdengar gemuruh air terjun tingkat tiga, yang jaraknya kurang dari 10 meter. Namun, kami hanya sampai di tingkat empat, karena saat itu cuaca mendung.
Dikhawatirkan, jika memaksa ke tingkat tiga, dua, dan satu, kemudian turun hujan, akan sulit balik, karena akses jalan yang berbatu lebih licin.
Air terjun tujuh tingkat Rampah Pirua, benar-benar punya tujuh tingkatan ketinggian. Masing-masing tingkatan tidak saling mendekat, atau ada jarak yang lumayan jauh dan tinggi yang memisahkan aliran-aliran airnya.
Sayang, tak ada akses ke tingkat satu, atau tingkat paling bawah, yang bisa dicapai langsung oleh pengujung.
Padahal, menurut Kades Haruyan Dayak, yang juga Ketua Organisasi Masyarakat Adat Dayak HST, di tingkat paling bawah itu air terjunnya paling indah, karena lebih tinggi dan lebar. Dari tingkat paling bawah pula, bisa melihat tingkatan-tingkatan air terjun lainnya.
Kades berharap,pemerintah kabupaten maupun provinsi, melalui program pariwisata bisa mengembangkan potensi wisata alam ini.
“Paling tidak membantu akses jalan yang lebih mudah. Seperti dengan memapas dan meratakan jalan yang terlalu menanjak. Serta memberi batu split pada jalan yang masih licin karena hanya berupa tanah merah agat tak becek saat hujan," ucapnya.
Sedangkan akses jalan ke air terjun, jelas Kades, bida dibangunkan tangga beton, baik untuk menuruni bukit, maupun akses ke antar tingkat air terjun.
“Kami yakin, jika potensi ini dijadikan objek wisata yang aksesnya lebih mudah, akan berdampak positif pada perekonomian warga,”kata Suhadi Anang, yang mengaku sudah menyampaikan hal tersebut, di Musrenbang tingkat kecamatan beberapa waktu lalu.(*)