Tangkuban Parahu, Kawah Raksasa Nan Elok di Puncak Gunung hingga Memasak Telur dari Panas Bumi
Di tambah lagi puncak gunung yang datar memanjang yang menyerupai perahu, menjadi ciri khas gunung yang terkenal dengan legenda Sangkuriang tersebut.
Penulis: Yulis Sulistyawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - KEPULAN asap putih begitu kencang menyembur dari kawah sedalam 200 meter.
Kabut tebal pun tak mampu melunturkan bau khas belerang yang terus meruap dari kawah besar Gunung Tangkuban Parahu atau Perahu.
Sementara itu, dinding kawah dengan ketinggian 100-200 meter terlihat begitu kokoh.
Bebatuan besar, sedang menjadi dinding yang menjaga punggung kawah tersebut sehingga menjadi pemandangan nan eksotis.
Di tambah lagi puncak gunung yang datar memanjang yang menyerupai perahu, menjadi ciri khas gunung yang terkenal dengan legenda Sangkuriang tersebut.
Begitulah keelokan Gunung Tangkuban Parahu yang berada di Ciater, Jawa Barat.
Dari kawasan Cimahi, Gunung berbentuk Perahu itu kadang terlihat jelas tatkala sinar matahari bisa menembus mendung dan kabut yang kerap menyelimuti gunung dengan ketinggian sekitar 2000 meter tersebut.
Lembang
Lokasi gunung Tangkuban Parahu cukup mudah dijangkau.
Jika anda di Lembang, Bandung Barat, tinggal mengarahkan kendaraan ke Subang. Sekitar 10 km dari Lembang, akan melintasi kawasan hutan pinus dengan jalanan berkelok.
Di ujung kelokan nan indah tersebut, di bagian kiri akan terlihat jelas pintu masuk TWA Gunung Tangkuan Parahu. TWA kepanjangannya Taman Wisata Alam.
Bisa juga dari arah Subang menuju Lembang. Setelah Turunan atau Tanjakan Emen yang begitu terkenal, siap-siap mata melihat pintu gerbang TWA Gunung Tangkuban Parahu di sebelah kanan.
Untuk harga tiket cukup terjangkau. Di hari biasa, wisatawan dalam negeri harus membayar Rp 20 ribu / orang. Di weekend yakni Sabtu atau Minggu, harga tiket menjadi Rp 30 ribu.
Namun untuk turis asing, tiket Rp 200 ribu di hari biasa. Dan menjadi Rp 300 ribu saat weekend.
Sedangkan kendaraan roda dua, di hari biasa Rp 12 ribu dan weekend menjadi Rp 17 ribu.
Kendaran roda empat pada hari biasa Rp 25 ribu dan Rp 35 ribu saat weekend.
Hawa Segar
Begitu memasuki kawasan TWA Tangkuban Parahu, hawa segar akan makin terasa. Jangan khawatir harus berjalan kaki jauh, ternyata kendaraan bisa dikendarai hingga lokasi puncak yakni Kawah Ratu.
Jalanannya pun lebar serta beraspal mulus.
Hawa segar begitu terasa menghambus tatkala kendaraan menyusuri jalanan berkelok menembus hutan sejauh sekitar 3-5 km.
Pepohonan hutan yang terawat, sepanjang jalan tunggal menuju puncak, begitu memanjakan mata.
Sebelum sampai ke puncak, yakni Kawah Ratu, terdapat beberapa kawah antara lain Kawah Domas, Kawah Upas dan beberapa kawah kecil lainnya.
Kawah Ratu paling tinggi lokasinya dan paling mudah dijangkau dengan kendaraan.
Sedangkan Kawah Domas atau Kawah Upas, anda harus parkir kendaraan lalu jalan kaki sekitar 1 km menuju kawah.
Di kawah Domas,pengunjung bisa bermain ke kawah langsung. Bisa merendam kaki di air belerang nan hangat.
Bahkan, bisa memasak telur dari balik kepulan asap nan panas di balik rekahan kawah. "Di Kawah Domas bisa turun langsung ke kawah, dan bisa memasak telur," ujar salah seorang warga di sekitar lokasi.
Memesona
Kawah Ratu benar-benar memesona. Begitu sampai di puncak, terlihat tulisan besar Kawah Ratu. Kendaraan bisa parkir di pinggir jalan dan lokasi parkir yang disediakan pengelola yang semuanya tak jauh dari lokasi bibir kawah.
Tinggal parkir kendaraan lalu jalan kaki menuju bibir kawah yang dipagari jeruji beton.
Dari dekat parkiran, begitu kepala menengok ke bawah kawah, akan langsung terlihat lubang besar menganga dengan kedalaman lebih dari 150 meter.
Spot dekat parkiran saja sudah begitu bagus untuk berfoto ria.
Jika ingin menyaksikan lebih indahnya kawah sekaligus puncak gunung mirip perahu terbalik, bisa berjalan ke bagian atas bukit yang sudah dilengkapi dengan undakan.
Lumayan tinggi, sekitar 50-100 meter tingginya.
Begitu sampai puncak, benar-benar sempurna keindahannya. Kita bisa melihat kedalaman kawah dari atas hingga bawah, serta bibir kawah dari ujung ke ujung.
Sekaligus bisa menyaksikan puncak gunung mirip perahu terbalik.
"Itu mirip perahu terbalik. Makanya dinamakan Gunung Tangkuban Parahu," ujar Sodikin, warga sekaligus pedagang souvenir yang sudah puluhan tahun berjualan di sekitar kawah Ratu.
Dari puncak bukit, bau belerang masih tercium menyengat. Bagi anda yang alergi bau, harap memakai masker. Namun bagi anda yang tahan bau belerang, bisa menghirup udara segar yang bercampur belerang.
2013
Sodikin menginformasikan, kepulan asap salah satu sudut kawah itu adalah bekas erupsi tahun 2013.
"Asap dan lobang besar itu bekas letusan tahun 2013. Sampai sekarang asapnya terus mengepul," ujar Sodikin.
Pada tahun 2013, Sodikin sudah berjualan di sekitar lokasi. Letusan kala itu hanya berada di sekitar Kawah Ratu yang luasannya lebih dari 10 hektar.
"Ketika itu batu, pasir dan sebagainya hanya jatuh di kawah dan sekelilingnya. Ketika itu lokasi wisata ditutup selama 1 bulan," jelasnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Van Bemmelen (1934), Tangkuban Parahu terbentuk setelah meletusnya Gunung Sunda Purba.
Gunung Sunda ini meletus hebat sekitar 50.000 tahun yang lalu. Begitu hebatnya letusan sehingga meninggalkan lubang menganga dengan diameter 5-10 km.
Lubang menganga bekas letusan tersebut di beri nama kaldera sunda.
Di dalam kaldera sunda inilah terbentuk gunung baru, yaitu Tangkuban Parahu.
Legenda Sangkuriang
Asal usul Gunung Tangkuban Perahu dikaitkan dengan legenda Sangkuriang, yang dikisahkan jatuh cinta kepada ibunya, Dayang Sumbi/Rarasati.
Untuk menggagalkan niat anaknya menikahinya, Dayang Sumbi mengajukan syarat supaya Sangkuriang membuat sebuah telaga dan sebuah perahu dalam semalam.
Ketika usahanya gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahu itu sehingga mendarat dalam keadaan terbalik.
Perahu inilah yang kemudian membentuk Gunung Tangkuban Parahu.