Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mengenal Upacara Adat Beluluh di Kalimantan Timur

Satu di antaranya adalah ritual Beluluh yang merupakan upacara penyucian Sultan dan Putra Mahkota.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Mengenal Upacara Adat Beluluh di Kalimantan Timur
TRIBUNKALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO
Sultan salehuddin mengikuti prosesi Beluluh Rangga Titi dibimbing seorang dewa di Dermaga Seberang Musium Mulawarman Tenggarong sebagai penanda mulainya belimbur atau penyucian diri , Minggu (8/7)_TRIBUNKALTIM/NEVRIANTO HARDI PRASETYO 

TRIBUNNEWS.COM - Sebagai salah satu kota terbesar dengan jumlah penduduk terbanyak, Samarinda dihuni oleh berbagai macam suku bangsa mulai dari Suku Dayak Kutai, Dayak Banjar, Bugis, Jawa, hingga Madura.

Meskipun begitu, adat istiadat yang saat ini masih sering dilakukan warga Samarinda merupakan upacara yang berasal dari Suku Dayak Kutai.

Seperti yang telah kita ketahui, Dayak merupakan suku asli Kalimantan dengan akar budaya yang kuat. Tidak heran hingga saat ini ritual adat khas Dayak masih sering ditemui dan lihat.

Satu di antaranya adalah ritual Beluluh yang merupakan upacara penyucian Sultan dan Putra Mahkota.

Sultan dan Putra Mahkotayang disucikan berasal dari Kesultanan Kutai Kertanegara yang masih menjadi pemimpin pemangku adat di daerah Kutai sekitar 80 km dari Samarinda.

Beluluh sendiri berasal dari kata buluh yang berarti batang bambu dan luluh yang berarti musnah.

Buluh mengacu pada singgasana yang diduduki Sultan dan putra mahkota berupa balai bambu bertingkat tiga.

Berita Rekomendasi

Upacara ini dipercaya dapat menghancurkan segala unsur negatif di sekitar keluarga kesultanan, karena itu pada balai yang diduduki Sultan disediakan peduduk (sejenis sesajian) dan tambak karang yang nantinya akan dimusnahkan sebagai simbol pe-luluh-an unsur negatif.

Saat upacara dimulai, Sultan Kutai biasanya akan duduk di atas tilam katsuri. Begitu pemangku adat selesai membaca doa, Sultan akan bangkit menuju balai bambu dengan berpijak pada tijakan.

Setelah duduk di bagian tertinggi balai, Sultan Kutai akan diperciki air bunga (tepong tawar) lalu ditaburi beras kuning.

Biasanya Sultan dan Putra Mahkota tidak diperkenankan untuk menginjak tanah hingga upacara usai. Setelah Sultan, giliran Putra Mahkota yang melakukan ritual tepong tawar secara khidmat.

Setelah ritual tepong tawar usai, ritual berikutnya disebut ketikai lepas. Pada ritual ini, Sultan dan Putra Mahkota akan berjalan ke pelataran keraton untuk membuka anyaman daun yang harus diurai.

Untuk mengurai, dibutuhkan dua orang di setiap ujung, yaitu Sultan atau Putra Mahkota dan pejabat atau pemimpin daerah di ujung lainnya.

Begitu ketikai diurai, upacara beluluh resmi ditutup. Setelah upacara ditutup, abdi Keraton akan membawa tambak karang ke luar Keraton dan menebarkan tikar berisi beras warna-warni di jalanan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas