Sumbu Kosmologis Yogyakarta Jadi Warisan Budaya Dunia UNESCO, Intip Sejarahnya
Sumbu Kosmologis Yogyakarta adalah sumbu imajiner yang membentang 6 km dari Utara ke Selatan, kini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia UNESCO.
Penulis: Muhammad Yurokha May
TRIBUNTRAVEL.COM - UNESCO telah menetapkan Sumbu Kosmologis Yogyakarta sebagai Warisan Budaya Dunia.
Sumbu Kosmologis Yogyakarta menjadi Warisan Budaya Dunia asal Indonesia ke-6 yang telah diakui UNESCO.
Sebelumnya, UNESCO telah menetapkan sejumlah lokasi sebagai Warisan Budaya Dunia.
Di antaranya yakni Candi Borobudur, Candi Prambanan, Situs Prasejarah Sangiran, Sistem Subak sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana dan Tambang Batubara Ombilin, Sawahlunto.
Baca juga: Berburu Kuliner Malam di Jogja, Ada 6 Tempat Makan Sate Ayam yang Terkenal Enak
Lantas, apa sih Sumbu Kosmologis Yogyakarta?
Sumbu Kosmologis Yogyakarta adalah sumbu imajiner yang terbentang sepanjang 6 km dari Utara ke Selatan.
Sumbu imajiner ini membentuk garis lurus yang ditarik dari Panggung Krapyak (selatan), Keraton Yogyakarta (tengah), dan Tugu Pal Putih (Tugu Golong Gilig) atau Tugu Yogyakarta (utara).
Sumbu Kosmologis di Yogyakarta tidak hanya sekadar sebagai garis imajiner saja.
Konon, garis tersebut memiliki sisi spiritual yang diambil dari konsepsi Jawa.
Baca juga: Asyik! Terowongan Bawah Tanah Stasiun Tugu Jogja yang Legendaris Kembali Dibuka
Melansir kemenparekraf.go.id, Sumbu Kosmologis Yogyakarta merupakan gagasan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755).
Kala itu, Sultan Hamengku Buwono I membangun Kota Yogyakarta berdasarkan konsep prinsip Jawa yang mengacu pada bentang alam sekitar.
Prinsip utama yang dijadikan dasar pembangunannya adalah Hamemayu Hayuning Bawono yang memiliki arti membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat).
Akhirnya, konsep tersebut diwujudkan dengan menciptakan sumbu imajiner yang melambangkan keselarasan dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
Hal itu berdasarkan lima unsur, yakni api (dahana) dari Gunung Merapi, tanah (bantala) dari bumi Ngayogyakarta, air (tirta) dari Laut Selatan, angin (maruta), dan akasa (ether).
Baca juga: Harga Tiket Masuk Litto Little Tokyo Jogja, Tempat Wisata Bernuansa ala Jepang
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia