Mengapa Rusa di Nara Jepang Mulai Menyerang Wisatawan?
pada bulan September saja, tercatat 35 wisatawan terluka oleh tanduk rusa jantan, jumlah ini tujuh kali lebih banyak dibandingkan tahun lalu.
Penulis: Ambar Purwaningrum
Pada Juli lalu, sebuah video viral menunjukkan seorang pria menendang dan menampar rusa secara berulang.
Sebulan kemudian, insiden lain menunjukkan seorang turis mencoba memberi makan rusa dengan kerupuk yang telah diolesi kotoran.
Rekaman ini memicu kemarahan besar di media sosial, dengan banyak pengguna di platform X (dulu Twitter) yang menyerukan larangan bagi wisatawan.
Untuk mencegah insiden serupa, Asosiasi Perlindungan Rusa Nara bersama pejabat prefektur memperingatkan wisatawan agar tidak menyentuh rusa tanpa alasan.
Tanda elektronik telah dipasang di stasiun kereta, dan kampanye di media sosial digencarkan untuk mengedukasi pengunjung tentang cara berinteraksi dengan rusa, terutama rusa jantan, secara lebih hati-hati.
Rusa Nara: Simbol Suci dari Ibukota Pertama Jepang
Sejak abad ke-8, rusa di Nara dihormati sebagai utusan suci para dewa.
Legenda menyebutkan bahwa dewa Shinto, Takemikazuchi-no-Mikoto, datang ke Kuil Agung Kasuga di Nara dengan menunggangi seekor rusa putih besar.
Sejak itu, rusa dianggap sebagai simbol hewan suci di ibu kota pertama Jepang, Heijyokyo, yang berada di wilayah Nara saat ini.
Saat ini, terdapat sekitar 1.325 rusa suci di kawasan Taman Nara.
Mereka dianggap sebagai spesies leluhur yang langka dan telah hidup berdampingan secara damai dengan warga Nara selama bertahun-tahun.
Meski wisatawan sering memberi mereka shika senbei, makanan utama rusa ini tetap berasal dari alam, seperti rumput, daun, dan biji pohon ek.
Pihak taman terus mengingatkan pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan atau memberi makan rusa dengan selain kerupuk khusus.
Perilaku rusa di Nara merupakan refleksi dari interaksi manusia dengan satwa liar.