Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pengungsi Merapi Rindu Ternak dan Sawah
Bagi para pengungsi di Stadion Maguwoharjo yang memiliki hewan ternak, sudah merupakan kewajiban bagi mereka
Penulis: sulistyawan
Editor: Widiyabuana Slay
Tak terkecuali bagi Mardi Hutomo (89). Warga Miri Wetan, Hargobinangun, Sleman ini memiliki tiga ekor sapi perah dan satu hektar kebun salak. Ia mengaku tidak tega membiarkan sapi-sapinya tidak makan. Sejak ia mengungsi pada hari Jumat (5/11/2010), sapi-sapinya terpaksa “berpuasa” selama dua hari. Meski ia sudah mendaftarkan hewan-hewan ternaknya ke kelurahan setempat untuk antisipasi penggantian, tetapi ia lebih tenang bila bisa merawat dengan tangannya sendiri. Padahal, lokasi rumahnya hanya berjarak 10 kilometer dari puncak Merapi.
Lelaki yang kenyang pengalaman zaman penjajahan Jepang dan Belanda ini mengaku, meskipun segala kebutuhannya akan sandang dan pangan telah terpenuhi, tetap saja ada satu hal yang kurang. “Hidup itu kan tidak cuma sandang dan pangan,”ujarnya. Masih ada beberapa kebutuhan lain yang harus ia penuhi.
Di desa asalnya, orang-orang berusia lanjut seperti Mardi merokok linting, yaitu rokok yang dibuat sendiri dengan cara memasukkan tembakau pada kertas rokok, lantas dipelintir hingga rapi. Selain itu, mereka memiliki kebiasaan nginang, yakni mengunyah campuran daun sirih dan kapur. Dua kebiasaan ini tidak bisa terlepas dari diri Mardi, terlebih nglinting. Ia sering terlihat duduk-duduk merenung sambil menghisap rokok linting miliknya. Jika stok yang dibawanya sudah habis, ia akan kembali ke rumah untuk membawa persediaan baru sambil memberi makan ternak atau mengambil keperluan lain.
Mardi yang terbiasa merokok linting merasa tidak enak jika diganti dengan rokok merk lain. Apalagi di tempat baru ini, sulit untuk menemukan rokok linting yang sesuai seleranya. Satu-satunya tempat yang menyediakan rokok linting itu hanyalah persediaannya sendiri. Di samping itu, ia merasa malu untuk meminta kebutuhannya ini pada para relawan.
Menurut psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Kusrohmaniah, efek rokok linting dan nginang ini sama halnya dengan efek nikotin dari rokok biasa. Sama-sama menimbulkan rasa tenang. Terutama bagi para pengungsi yang terlihat sering memikirkan hewan ternak. Bisa jadi, rokok itu akan sedikit menenangkan meski sebentar. Selain itu, ia menambahkan, alasan kembalinya para pengungsi ke rumah mereka juga harus dipahami sebagai bentuk kerinduan pada rumah. “Mereka memiliki ikatan emosi yang kuat dengan rumahnya,” kata wanita yang akrab disapa Kus ini.
Walaupun setiap hari Mardi merasa tenang setelah merokok linting dan nginang selama di pengungsian, tetap saja ia mengharapkan adanya janji pemerintah untuk mengganti kebun salak para pengungsi.