Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Calon Taruna Akpol Wajib Long March Boyolali - Magelang, Mengapa?
Dalam diklatdasbhara, para calon taruna Akpol melakukan long march dari Bumi Perkembahan Indraprasta, Boyolali ke Seminari Mertoyudan, berjarak 50 km.
Editor: Domu D. Ambarita
Oleh AM Putut Prabantoro*
UNTUK membantu pOLRI dalam menjawab tantangan yang semakin berat, dan sekaligus mewujudh pasukan Bhayangkara sejati, masyarakat perlu mendukung dengan cara yang positiF.
Memberi apresiasi terhadap polisi, yang baik, bagus, benar dan beprestasi (4B), apa pun pangkatnya akan mengubah persepsi negatip yang selama ini diterima polisi. Salah satu cara apresiasi adalah menggunakan media sosial ataupun media cetak.
Menurutnya, Polri mengambil Bhayangkara Majapahit dan Mahapatih Gajahmada sebagai patron dalm bekerja yang kemudian dituangkan dalam Tribrata. Patron itu kemudian diujudkan pemasangan patung Gajahmada di Mabes Polri. Namun, spirit pasukan Bhayangkara itu belum menjadi way of lifenya Polri.
Nama Bhayangkara muncul ketika Gajahmada dan pasukannya berhasil menumpas pemberontakan Ra Kuti yang ingin melengserkan Jayanegara, Raja Majapahit pada waktu itu. Bhayangkara Majapahit ini semakin popular karena menjadi tulang punggung pelaksanaan Sumpah Palapa menyatukan nusantara dari Tumasik (Singapura) hingga Seram (Maluku).
Wujud Bhayangkara yang seperti ini harus melibatkan masyaratkan dalam mewujudkannya. Jika Polri sekarang belum mewujudkan pasukan Bhayangkara yang tangguh, masyarakat perlu membantu agar rasa percaya diri Polri kembali. Caranya adalah masyarat perlu memulai memberi apresiasi kepada polisi apapun pangkatnya melalui media sosial ataupun media masa. Ini langkah sederhana tetapi pasti akan memberi efek ganda bagi pengembalian citra polisi.
Langkah awal Polri mengambil jati diri pasukan Bhayangkara, sudah baik. Dalam pendidikan latihan dasar Bhayangkara (diklatdasbhara) yang berlangsung tiga bulan, para calon taruna Akademi Polisi (Akpol) melakukan jalan panjang (long march) dari Bumi Perkembahan Indraprasta, Boyolali ke Seminari Mertoyudan, Magelang, yang berjarak 50 km.
Boyolali dipilih sebagai tempat pendidikan karena memenuhi kriteria latihan berganda (latganda) yakni pembulatan semua latdasbhara dari halang rintang, menembak, SAR dll. Bumi perkemahan tersebut dianggap sangat mendukung latganda yang berlangsung selama satu pekan karena berkontur perbukitan, tanah lapang dan tebing-tebing yang cocok untuk kegiatan dasar SAR.
Sementara Seminari Menengah St. Petrus Kanisius Mertoyudan, Magelang dipilih dengan alasan sejarah karena merupakan "rumah bersalin" Sekolah Polisi Negara (SPN) yang kelak kemudian menjadi Akademi Polri dan PTIK. Seminari Menengah Mertoyudan itu sendiri adalah sekolah pendidikan calon pastor (pemuka agama Katolik) yang telah ada sejak 30 Mei 1912.
Ini merupakan langkah yang baik, karena Polri mengingat sejarah pada 1946 dengan mengadakan Latdasbhara.. Namun demikian tidak cukup mengingat sejarah tahun 1946, Bhayangkara itu ada pada abad 14 sehingga dibutuhkan pula upaya untuk menuju ke sana, jika mengambil Bhayangkara Majapahit sebagai patron.
Pemberian apresiasi secara sederahana namun berdampak ganda serta sekaligus terus menerus mengambil roh sejarah masa lalu untuk kemudian menjadi spirit dalam memenuhi panggilan sebagai anggota Bhayangkara modern -akan memberi semangat positip bagi anggota Polri dalam bertindak.
Bhayangkara adalah pasukan pilihan yang sangat setia kepada Raja dan Negara Majapahit. Karena pilihan, ada sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh pasukan Bhayangkara Majapahit. Mengapa Bhayangkara mampu membuat Majapahit kuat dan disegani?
Majapahit disegani karena terpenuhinya sumpah Palapa yang merupakan hasil kerja keras pasukan Bhayangkara yang menjiwai cita-cita bersama. Selain itu, Pasukan Bhayangkara jaman dulu yang hidup di tengah masyarakat, mampu menghadirkan seluruh perilakunya sebagai cerminan kehadiran negara Majapahit dalam rakyatnya.
Dilihat dari sepak terjang dalam penumpasan Ra Kuti dan ekspedisi penyatuan nusantara, tentu fisik anggota Bhayangkara, misalnya, harus prima karena terutama harus menang atas tantangan alam.