Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Masih Inginkah Kita Membuat PLTN (Nuklir) ?
Menurut Kepala Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir BATAN, Setiyanto, Indonesia memang sudah
Editor: Widiyabuana Slay
Tepco pun akhirnya mengakui untuk pertama kalinya pada 12 Oktober 2012 bahwa mereka telah gagal untuk mengambil tindakan kuat untuk mencegah bencana karena takut mengundang tuntutan hukum atau protes terhadap nuklirnya. Meskipun demikian tidak ada yang jelas rencana pembongkaran PLTN mereka tersebut.
Kasus masih berlanjut tanggal 22 Juli 2013, lebih dari dua tahun setelah insiden tersebut, terjadi kebocoran air radioaktif ke Samudra Pasifik sesuatu yang lama dicurigai oleh nelayan lokal dan peneliti independen .
Padahal sebelumnya Tepco telah membantah bahwa hal itu terjadi. Kembali lagi Tepco berbohong sehingga pemerintahan Shinzo Abe menekan keras Tepco agar melakukan penyelidikan dengan lebih seksama mengenai kebocoran tersebut dan akhirnya mengakui kebenaran tersebut.
Bisa dibayangkan, 300 metrik ton air yang sangat terkontaminasi radioaktif telah bocor dari tangki penyimpanan, sehingga membahayakan daerah sekitar termasuk tanah pertanian sekitarnya. Kebocoran itu dinilai pada level 3 Skala Pendeteksian Radioaktif Nuklir Internasional. Akhirnya tanggal 26 Agustus 2013, pemerintah mengambil alih tindakan darurat untuk mencegah kebocoran air radioaktif lebih lanjut. Satu bukti kurang percaya kepada Tepco.
Fakta di lapangan menunjukkan, Jepang yang telah bekerja sangat presisi, sangat tepat, kerja keras, kerja detail dan tepat waktu, harus pula mengalami ketidakmampuan penanganan PLTN nya hingga kini. Padahal kejadian telah dua setengah tahun berlalu.
Banyak dampak kecelakaan nuklir tersebut dan terakhir adalah larangan masuk ikan dan makanan laut dari Jepang ke Korea Selatan, sejak sekitar Juni lalu hingga Oktober 2013 ini. Ketua Federasi Asosiasi Koperasi Perikanan Nasional Jepang, Hiroshi Kishi, 2 Oktober 2013 sempat menghadap kepada Duta Besar Korea di Tokyo memohon agar larangan tersebut dicabut segera karena akan berdampak kurang baik bagi industri perikanan Jepang.
Menjadi pertanyaan kini, dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan cara kerja yang ada di Indonesia saat ini, apakah kita semua siap untuk tetap melanjutkan proyek PLTN di Indonesia dengan segala risiko yang sangat besar bagi anak cucu kita?
Daripada debat kusir berkepanjangan mengenai PLTN mengapa tidak mengembangkan pembangkit listrik sumber energi alternatif yang lain, misalnya matahari, gas bumi, batubara. Bahkan batubara di Kalimantan yang jumlah cadangannya terlalu amat sangat banyak, bisa dikembangkan untuk pembangkit listrik. Kualitas batubara Kalimantan pun telah ditingkatkan dengan level kekeringan jauh lebih baik oleh sebuah perusahaan Jepang di sana, sehingga nantinya tidak akan mengeluarkan asap tebal hitam seperti terjadi selama ini.
Penggunaan sumber energi tersebut masih jauh lebih baik, apalagi kalau melihat risiko terhadap kelanjutan kehidupan manusia di masa mendatang. Katanya Indonesia kaya akan sumber daya alam, mengapa tak dilakukan perencanaan dan pengembangan semua itu dengan lebih baik sejak sekarang. Tidak ada kata terlambat bagi upaya penyelamatan dan pengembangan hidup manusia bagi masa depan yang lebih baik. Sekarang juga dilakukan, kita pasti bisa!
*) Penulis adalah Koordinator Forum Ekonomi Jepang-Indonesia yang berdomisili di Tokyo sejak lebih dari 20 tahun. Konsultan Bisnis Profesional Jepang-Indonesia. Email: info@promosi.jp