Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Mahkamah Agung Bisa Uji Proses Pemilihan Pimpinan DPR
Kegaduhan pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengundang reaksi beragam dari masyarakat.
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh Ketua Umum Laskar Dewaruci, Mochtar Mohamad
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kegaduhan pemilihan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengundang reaksi beragam dari masyarakat. Mekanisme tata tertib (Tatib) DPR, sengaja disetting, untuk menjegal partai pemenang Pemilu, yakni PDI Perjuangan.
Periode sebelumnya, pimpinan DPR merupakan hak Partai pemenang Pemilu. Karena logika politiknya, partai pemenang mendapat mandat paling banyak dari rakyat. Dan tidak pernah ada persoalan. Tapi, di Pemilu 2014 tiba-tiba aturan tersebut diubah, diganti dengan sistem paket.
Apalagi, proses pemilihan Pimpinan DPR terkesan sangat tidak demokratis, banyak interupsi diabaikan oleh pimpinan sidang Paripurna. Beberapa protes tentang kesalahan tatacara pengambilan dan penetapan keputusan juga tidak dihiraukan. Sidang Paripurna menjadi sangat gaduh.
Proses pemilihan Pimpinan DPR terasa sangat aneh. Saya rasa ini harus ditindaklanjuti ke Mahkamah Agung (MA). MA menurut saya mempunyai kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-undang terhadap Undang-undang.
Dalam UUD 1945 Pasal 24 Ayat 1 menyebutkan : Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat Kasasi, Menguji Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan Undang-undang (Amandemen ketiga).
Saya menyarankan kepada partai-partai yang tidak puas dengan tatacara dan proses pemilihan Pimpinan DPR, bisa melakukan gugatan ke MA atau setidaknya meminta Fatwa MA, dengan melampirkan rekaman Sidang Paripurna DPR RI beberapa waktu lalu.
Penting dilakukan, setidaknya menghilangkan keraguan masyarakat atau cemoohan masyarakat terhadap lembaga legislatif yang terhormat tersebut.
Rakyat Indonesia tidak bodoh, mereka melihat apa yang sebenarnya terjadi. Jika hal semacam ini dibiarkan, maka ke depan lembaga DPR akan kehilangan kewibawaannya dan tidak dipercaya oleh rakyat.