Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Revolusi Mental Butuh Bertepuk Dua Tangan

Bangsa yang menuju peradaban yang efisien cenderung gandrung pada nilai-nilai yang humanistik.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Revolusi Mental Butuh Bertepuk Dua Tangan
TRIBUN/DANY PERMANA
Presiden Republik Indonesia terpilih Joko Widodo mengunjungi Ketua Umum Partai Gerindra yang juga mantan pesaingnya dalam Pilpres lalu, Prabowo Subianto, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2014). Dalam pertemuan tersebut Jokowi bersilaturahmi dan mengundang Prabowo untuk menghadiri pelantikan Presiden Senin 20 Oktober 2014 mendatang. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila

Pilihan  mengkreasi cara-cara publik memanfaatkan waktu akan menentukan kualitas peradapan suatu bangsa.

Bangsa yang menuju peradaban yang efisien cenderung gandrung pada nilai-nilai yang humanistik.

Kemampuan mengenali kebutuhan hakiki antar manusia yang disusun dengan bata-bata kehidupan interaksi memberi peluang sebuah bangsa pada tahapan puncak-puncak kebahagiaan.

Protes yang terjadi oleh sebagian manusia atas bertumpuknya kemacetan dijalan, pembangunan mall-mall yang mengikis ruang terbuka hijau, penggunaan sarana IT yang menggerus kontak fisik antar manusia adalah sederetan noktah-noktah peradaban yang merupakan refleksi cita rasa manusia pada zamannya.

Kehadiran gagasan  revolusi mental sangat layak dianjungkan untuk menggeser perilaku belanja materi menuju belanja pengalaman.

Dalam frame work belanja materi, lingkungan menjadi keras karena artefak-artefak beton mall dan gedung-gedung menciptakan kekerasan simbolik yang berkontribusi pada disharmoni manusia dan lingkungannya.

Berita Rekomendasi

Bekasi efek memberi contoh bagaimana hukum kleiber tidak berfungsi. Mark Kleiber adalah seorang ilmuwan Swiss yang pada tahun 1930an  menemukan fakta yang menakjubkan tentang hukum alam, sehingga diberi nama hukum Kleber.

Hukum Kleber menyatakan bahwa laju metabolisme hewan sama dengan masa hewan tersebut dipangkatkan tiga perempat. Sederhananya hukum ini menghubungkan antara “ukuran” dan “kecepatan” suatu organisme. Kecoa yang ukurannya lebih kecil dari gajah memerlukan kecepatan metabolism yang lebih besar dari gajah (itulah mengapa kecoa larinya lebih cepat).

Hukum ini juga menyatakan meski gajah beratnya 10000 (=10000 dipangkatkan ¾) kali setara energy kelinci saja (bukan 10000 kali lipat). Hukum ini ternyata berlaku universal bagi hampir semua organisme.

Ada yang lebih mencengangkan lagi, apa yang terjadi pada organisme ternyata juga berlaku pada kota dan wilayah.

Selanjutnya Geofrey West seorang ahli fisika dari Stanford University mencoba menerapkan Hukum Kleber pada aspek pembangunan wilayah dan perkotaan. Temuannya cukup mencengangkan, ternyata Hukum Kleiber berlaku pula untuk tata kota.

Sebuah kota dengan penduduk 200 ribu misalnya, dengan Hukum Kleiber West, bisa menghitung berapa kebutuhan ruas jalan, gorong-gorong, pom bensin, mall, jumlah angkot, jaringan transfortasi, jaringan telepon, kebutuhan sanitasi dan lain sebagainya.

Sebagaimana halnya gajah, kota dan wilayah yang gendut tidak harus memerlukan sumberdaya yang eksponensial, namun akan mengikuti hukum Kleiber, yaitu hanya sekitar 85% saja sumberdaya yang dibutuhkan.

Halaman
12
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas