Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Rieke Diah Pitaloka: Saya Tidak Mendukung Subsidi BBM Dicabut
Begitu kira-kira perumpamaan yang tepat ketika bicara soal isu BBM
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lagu lama kaset baru. Begitu kira-kira perumpamaan yang tepat ketika bicara soal isu BBM. Alasan tak beranjak meski pemerintahan berganti. Kas negara kosong gara-gara subsidi BBM, untuk menyelamatkan keuangan negara subsidi harus dicabut. Mari kita otak-atik analisis dari argumen di atas:
Betulkah kas negara kosong (defisit)? Berapa angka devisit yang ditinggalkan pemerintahan SBY? 80 T atau 109 T?
Jika devisit benar adanya, artinya di akhir pemerintahannya SBY telah menegaskan "salah urus" negara plus keuangannya.
Namun, kita tetap gunakan azas praduga tak bersalah, tanyakan saja langsung kepada Pak SBY dan para menterinyan terutama Menteri Keuangan, Chatib Basri, betulkah ada devisit? Berapa angka devisit yang sesungguhnya? Hal ini penting, bukan untuk menjelek-jelekkan pemerintah yang lalu, tapi agar jelas kondisi keuangan negara.
Sampaikan ke publik, transparansi kondisi kas negara penting, agar pemerintah Jokowi bisa berjalan "tanpa beban masa lalu" dan tidak dipecundangi "para pemburu rente", yang sepertinya bersembunyi di balik topeng "subsidi penyebab negara bangkrut".
Lalu, kalimat berikutnya "alihkan pada program pembangunan", dan kalimat yang tak disampaikan "subsidi BBM dicabut artinya ada tambahan proyek yang bisa digarap"
Pemerintah Jokowi tidak bertanggung jawab atas indikasi salah kelola keuangan negara yang terjadi pada pemerintah SBY, namun juga tak boleh lepas tangan dari akibat "salah urus" yang terjadi. Saya masih meyakini "Jokowi adalah Solusi".
Saya mendukung Jokowi atas sikap tegasnya yang menyatakan: KIS, KIP tak ada hubungannya dengan kenaikan BBM, itu program unggulan yang harus dipenuhi sebgai janji kampanye, bukan sebagai kompensasi kenaikan BBM!
Jokowi dengan caranya telah menjelaskan pada kita semua, tanpa perlu mencabut subsidi BBM, dua bulan pertama tetap pemerintah bisa jalankan program yang penting dan ditunggu rakyat!
Berapa sesungguhnya APBN 2014? Berapa Alokasi Subsidi BBM? APBN 2014 (Pemerintahan SBY) sebesar Rp.1,876,872.7 Triliun. Belanja non Kementrian/Lembaga berupa subsidi BBM: Rp.246,494.2 Triliun. Hanya 14,4% dari total APBN 2014. Masih ada 85,6% yang harus "disisir" secara seksama sudah dikemanakan, sampaikah kepada rakyat atau lagi-lagi lebih banyak untuk "bancakan para pemburu rente"?
Apapun, dengan data di atas jelas alokasi 14,4% untuk subsidi BBM adalah tidak bisa dijadikan penyebab devisit APBN
Alokasi APBN 2014, dilakukan bukan oleh pemerintah Jokowi. Postur APBN 2014 dibuat oleh pemerintah SBY. Pemerintahan Jokowi yang baru berusia dua minggu tentu tak bertanggung jawab atas "salah alokasi" APBN 2014. Namun, tentu tak berarti lari dari akibat postur APBN 2014 buatan Pemerintah SBY.
Jokowi adalah solusi. Kalaupun ada devisit, saya masih yakin, Pemerintah Jokowi tak akan "cari jalan pintas", ada alternatif-alternatif yang bisa dilakukan selain mencabut subsidi BBM.
Belum ada bukti pencabutan subsidi BBM dengan kompensasinya seperti BLT dan BLSM pasti akan membuat rakyat sejahtera. Yang sudah pasti: Subsidi BBM dicabut, harga BBM ke rakyat pasti naik, yang pasti akan lahirkan efek domino pahit bagi rakyat.
Saya mendukung Jokowi jalankan KIS dan KIP, sebagai bukti jalankan perintah konstitusi. Tapi, saya tidak mendukung subsidi BBM dicabut selama tak penuhi logika konstitusi UUD 1945 yang saya yakini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.