Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Mengapa Pendidikan Diniyah Formal?

JIKA mencermati layanan satuan pendidikan formal tingkat pendidikan dasar dan menengah saat ini, negara kita hanya mengenal satuan pendidikan formal

Editor: Yulis Sulistyawan
zoom-in Mengapa Pendidikan Diniyah Formal?
surya/adrianus adhi
Ilustrasi Pondok Pesantren 

JIKA mencermati layanan satuan pendidikan formal tingkat pendidikan dasar dan menengah saat ini, negara kita hanya mengenal satuan pendidikan formal: jenis pendidikan umum dan jenis pendidikan umum berciri khas Islam.

Satuan pendidikan formal jenis pendidikan umum diwujudkan dalam bentuk SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), dan SMA/SMK (Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan). Layanan pendidikan berjenis pendidikan umum ini menjadi otoritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Jika melihat beban belajarkurikulernya, mata pelajaran agama (Islam) diajarkan kepada para siswanya hanya 2 hingga 3 jam pelajaran untuk setiap minggunya.

Melihat kondisi ini, Kementerian Agama memberikan penguatan kepada para siswa sekolah mulai jenjang SD, SMP hingga jenjang SMA/SMK ini untuk mengikuti layanan pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) jenjang Ula, Wustha, dan Ulya yang masing-masing diselesaikan selama 4 (empat), 2 (dua), dan 2 (dua) tahun.

MDT ini merupakan layanan pendidikan diniyah nonformal sebagai pelengkap (suplemen) atas mata pelajaran agama yang biasanya diselengarakan oleh masyarakat pada sore hari.

Adapun satuan pendidikan formal jenis pendidikan umum berciri khas Islam ini diwujudkan dalam bentuk MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), dan MA (Madrasah Aliyah).

Layanan pendidikan jenis pendidikan umum berciri khas Islam ini menjadi otoritas Kementerian Agama, Cq. Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.

Berita Rekomendasi

Jika melihat beban belajar kurikulernya, mata pelajaran agama Islam yang diajarkan kepada para siswanya diwujudkan dalam mata-mata pelajaran: Al-Quran-Hadits, Fiqh, Aqidah-Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab yang diajarkan dalam beberapa jam pelajaran yang jauh lebih sedikit dibanding dengan mata-mata pelajaran umum.

Lulusan pendidikan murni (pure)baik dari sekolah (pendidikan formal jenis pendidikan umum) maupun dari madrasah (pendidikan formal jenis pendidikan umum berciri khas Islam) dengan tanpa ada ‘sentuhan’ pendidikan pesantren, dalam banyak hal oleh sebagian besar masyarakat dinilai belum cukup mampu untuk melahirkan ahli di bidang ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin).

Materi agama (Islam) yang diajarkan selama 2 hingga 3 jam pelajaran di sekolah dan materi agama Islam yang diwujudkan dalam 5 (lima) mata pelajaran Al-Quran-Hadits, Fiqh, Aqidah-Akhlak, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab yang diajarkan dalam beberapa jam pelajaran yang jauh lebih sedikit dibanding dengan mata-mata pelajaran umum di madrasah, dengan tanpa mendapatkan layanan pendidikan pesantren, itu dinilai belum mampu melahirkan lulusan yang memiliki kapabilitas atau kompetensi ulama, mutafaqqih fiddin, ahli di bidang ilmu agama Islam. Tegasnya, lulusan sekolah dan lulusan madrasah secara murni tidak mampu menghasilkan kader ulama.

Pendidikan Diniyah Formal dan Kaderisasi Ulama
Kementerian Agama RI membuka ruang baru dan memberikan pilihan kepada masyarakat untuk mendidik putera puterinya menjadi kader ulama melalui layanan Pendidikan Diniyah Formal (PDF).

Layanan PDF ini tunduk atas Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, yang merupakan turunan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, yang merupakan implementasi dari Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

PDF merupakan salah satu dari entitas kelembagaan pendidikan keagamaan Islam yang bersifatformal untukmenghasilkan lulusan mutafaqqih fiddin (ahli ilmu agama Islam) guna menjawab atas langkanya kader mutafaqqih fiddin. PDF diselenggarakan oleh dan berada di pesantren yang dilakukan secara terstruktur dan berjenjang pada jalur pendidikan formal.Sebagaisatuan pendidikan yang bersifatformaldan memiliki civil effect yang sama, sepertihalnya sekolah dan madrasah, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunjangan sertiikasi guru, akreditasi, dan lain-lain. Di samping itu, PDF juga merupakan bagian dari upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dunia pesantren,di samping sebagai ikhtiar konservasi tradisi akademik tafaqquh fiddin dan pengembangan disiplin ilmu-ilmu keagamaan Islam.

Jenjang PDF dimulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi.Jenjang pendidikan dasar ditempuh pada PDF Ula selama 6 (enam) tahun, dan PDF Wustha selama 3 (tiga) tahun. Jenjang pendidikan menengah ditempuh pada PDF Ulya selama 3 (tiga) tahun. Sedangkan jenjang pendidikan tinggiditempuh pada Ma’had Aly untuk program sarjana (S1), magister (S2), dan doktor (S3).

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas