Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Momentum "Gongsipakas"
Dibutuhkan satu norma otentik yang genuine untuk mengangkat satu filosofi dasar bahwa pangan adalah kebutuhan vital peradaban.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila
TRIBUNNEWS.COM - Perbicangan daging sapi dan melejitnya kenaikan harga cabai di pasaran yang mengemuka akhir-akhir ini telah mengkonfirmasi sejumlah anomali-anomali perilaku pasar yang sebahagian besar pendekatan yang diambil berstandar ad hoc dan taktis.
Dibutuhkan satu norma otentik yang genuine untuk mengangkat satu filosofi dasar bahwa pangan adalah kebutuhan vital peradaban. Kesungguhan untuk merancang satu peta jalan kecukupan pangan yang kredibel berbasis suara ibu rumah tangga yang diotentifikasi dengan data riset mutakhir sangat berpeluang untuk menciptakan data nasional eksekutorial, bukan data statis yang prosedural dan terpahami hanya oleh majelis ahli.
Beragam sensus yang berlangsung, belum mencerminkan langkah-langkah operasional yang dapat dieksekusi publik karena ketiadaan bahasa aksi yang bunyi secara otomatis dialam pikir hati dan kaki orang banyak.
Urusan pangan sudah tiba masa digeser menjadi penanganan publik bukan sekedar kebijakan teknokratik birokratik. Peran pers yang terus menerus mencerahkan publik tentang tips-tips pangan mandiri sejak dini melalui kolom wajib Pangan Indonesia, Indonesia Pangan.
Gerakan Nasional TNI/Polri Peduli Bapok (bahan pokok), Kementan meluncurkan Gerakan 2 m PERAPAT atau 2 meter Pekarangan Ekstra Rumah Areal Penanaman Aneka Tumbuhan.
Kemendag meluncurkan Forum CABAI ( Cipta Akses Barang Aman Inflasi), Kemendikbud berpeluang menyemangati 2 m PESAWAT BUSUR (2 meter Pekarangan Ekstra Sekolah Area Wajib Aksi Tanam Buah Sayur ), terbentuk komunitas Politisi Peduli Pangan dan terbuka peluang Gerakan Nasional Gotong Royong Mandiri Pangan (GONG MANGAN ).
Pusat Pembinaan Bahasa bekerjasama dengan Mabes Polri yakni Baharkam Direktorat Binmas untuk membina para pengusaha dan pedagang kuiliner agar taat pada nilai-nilai Pancasila dalam menuliskan spanduk dengan kalimat yang pantas dan sesuai etika penulisan.
Juga dapat menyisir konotasi negatif dalam peristilahan publik yang tidak mencerminkan tata krama sila pertama Pancasila seperti Otak Udang Kambing, Hitam Licin Bagai Belut Koruptor Kelas Kakap, Penjahat Kelas Teri, Nasi Rawon Setan, Nasi Goreng Gila, Adu Domba dan banyak istilah berkonotasi negatif yang tidak mencerminkan budaya mulia terhadap anugerah Tuhan sehingga produk produk pangan kita tidak bergigi dalam sisi branding merk dan status persaingan karena kehilangan taji sejak di barisan lidah ucap serta komunikasi.
Dengan penerbitan daftar putih brand dan istilah pangan unik Indonesia yang bersih konotasi negatif dapat mewujudkan Republik Digdaya Pangan dalam waktu sesingkat singkatnya. Pemusatan Kegiatan Nasional yang dimulai dari amal sila kelima Pancasila dapat dimulai untuk mengisi rasa syukur 70 RI Merdeka dan momentumnya peluncuran Gerakan Gotong Royong Sila Padi Kapas atau GONG SI PAKAS sebagai pemicu mari sukseskan 1 Tahun Tanpa IMPOR atau Input Muatan Pangan Olahan Luar. Semoga.