Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Tenaga Humas Pemerintah, Jalan Pintas Menjaga Popularitas?
Kemenkominfo akhirnya secara resmi membuka lowongan mencari Tenaga Humas Pemerintah (THP) melalui situsnya.
Editor: Sanusi
Banyak pejabat menyalahkan peran PR tak maksimal kala reputasinya di publik menurun, padahal, skenario pencitraan sudah dirasa maksimal.
Tanpa audit komunikasi yang bisa dipertanggungjawabkan, rasanya tak wajar jika penurunan reputasi hanya disalahkan ke pekerjaan PR.
Seorang Praktisi PR terkemuka, James E. Grunig menyatakan PR biasanya tidak mempunyai kebebasan untuk bertindak sebagai seorang profesional kecuali dia duduk sebagai bagian dari koalisi yang dominan.
Jika unit PR menjadi bagian koalisi yang dominan, mereka mempunyai wewenang untuk memasukkan unsur tanggungjawab sosial, pemahamanan publik atau komunikasi dua arah. Hanya dengan cara ini akan lebih mudah kontribusi PR terhadap efektivitas organisasi.
Lebih jauh lagi, jika tujuan PR dimasukkan menjadi tujuan organisasi, eksekutif PR duduk sebagai koalisi yang dominan.
Sasaran program PR akan lebih dapat diadaptasikan jika eksekutif PR merupakan koalisi yang domainan dalam organisasi, Sebaliknya jika eksekutif PR tidak duduk dalam koalisi dominan, akan sulit untuk menentukan fungsi PR, betapun pelaksana PR berusaha untuk memenuhui tujuan komunikasinya.
Nah, pertanyaan saya, sudahkah petinggi-petinggi negara ini menempatkan pekerja PR di lembaganya dalam posisi koalisi dominan? Benarkah nantinya 100 profesional yang direkrut ini dalam koalisi dominan di semua kementerian?
Hal yang tak saya habis pikir adalah kenapa Kemenkominfo tidak memilih jalan menerapkan reward and punishment dengan menetapkan Key Performance Indicator (KPI) bagi setiap Humas di Kementerian atau Lembaga setelah adanya audit komunikasi di setiap Kementerian.
Jika langkah ini yang diambil, Kemenkominfo cukup memberikan guideline tanpa harus terjun sampai terlalu teknis dan masuk ke dapur masing-masing kementrian dengan menempatkan 100 tenaga "profesional".
Ditambah dengan menggandeng kampus, organisasi Kehumasan, bahkan jika perlu datangkan Praktisi PR Internasional untuk meningkatkan skill personal, rasanya posisi Kemenkominfo lebih rancak dalam meningkatkan kompetensi PR pemerintah ketimbang beraksi di jalan pintas yang tak jelas ujungnya.
Penulis:
Doni Ismanto Darwin
Alumnus MM Komunikasi Universitas Trisakti dan aktif di komunitas IndoTelko Forum serta Indonesia Digital Society Forum