Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Kupi Olong, Kupi Kertub, dan Kupi Tubruk

DAUN kopi dikeringkan dan diremas. Potongan daun itu kemudian diseduh dalam segelas air mendidih. Untuk menambah rasa, diminum dengan gula merah.

Editor: Yulis Sulistyawan
zoom-in Kupi Olong, Kupi Kertub, dan Kupi Tubruk
TRIBUNNEWS.COM / FIKAR W EDA
Pemandangan alam Tanah Gayo dengan danau Laut Tawar 

TRIBUNNEWS.COM - DAUN kopi dikeringkan dan diremas. Potongan daun itu kemudian diseduh dalam segelas air mendidih. Untuk menambah rasa, diminum dengan gula merah.

Orang Gayo menyebut cara minum seperti itu dengan istilah “minum kupi olong” atau minum kopi daun. “Olong” dalam bahasa Gayo, artinya daun dalam bahasa Indonesia.

Cerita tentang “kupi olong” ini disampaikan M Yusuf Hakim, dalam suatu perbincangan di rumahnya di Kampung Hakim, Takengon, Aceh Tengah. Rumahnya “bertengger” di sebuah bukit di persimpangan Bale Atas dan Kampung Hakim.

“Kupi olong” itu terjadi pada jaman Belanda. Kolonialis melarang orang-orang lokal minum dari biji kopi.

“Ketika itu berkembang kabar, bahwa biji kopi beracun untuk orang lokal. Kami juga ditakut-takuti, kulit dan warna mata kami akan ikut berubah seperti kulit dan mata ‘kapir’ kalau minum kopi,” kenang Yusuf Hakim tentang masa remajanya. Ia lahir pada 1940 di Takengon.

Kisah tentang minum “kupi olong” juga dikabarkan penyair Gayo Ibrahim Kadir.

“Masa itu orang Gayo sama sekali belum memiliki pengetahuan apapun tentang cara minum kopi,” kata Ibrahim Kadir di rumahnya sambil menikmati hidangan kopi susu.

Berita Rekomendasi

“Saya masih ingat, karena orangtua saya melakukannya seperti itu,” kata Ibrahim Kadir, pemeran sosok “penyair” dalam film “Tjoet Nja’ Dhien” karya Eros Djarot dan tokoh utama film “Puisi Tak Terkuburkan” karya sutradara Garin Nugroho.

Belakangan disadari oleh penduduk Gayo, minum “kupi olong” adalah cara Belanda mengelabuhi masyarakat lokal agar tidak memiliki perhatian terhadap biji kopi yang mulai berproduksi dari perkebunan-perkebunan kopi pada pertengahan 1930-an.

Cara minum kopi juga mengalami perubahan. “Orang Gayo juga mulai minum kopi seperti Belanda minum kopi,” kata Ibrahim Kadir.

Di Gayo terdapat beberapa cara minum kopi. Ada yang disebut “kupi (kopi) kertub, kupi tubruk, kupi saring,” sampai kopi hasil seduhan “coffee maker” atau alat penyeduh kopi impor.

“Kopi kertub” terbilang cara minum kopi orang Gayo paling klasik. Seduhan kopi diminum terpisah dengan gula aren. Potongan gula aren dalam bentuk dadu kecil diemut dalam mulut dan kemudian kopi diminum. Antara gula aren dan kopi “beradu” dalam mulut. “Waktu itu di Gayo hanya ada gula gula aren yang diolah sendiri oleh masyarakat. Kopi dihirup, lalu dicicip gula aren,” kata Yusuf Hakim.

Cara minum kopi lainnya adalah “kopi tubruk,” yaitu campuran bubuk kopi dengan gula putih dalam satu cangkir berisi air panas. Cara minum kopi seperti ini umumnya berlaku di rumah tangga di Gayo.

Ampas bubuk kopi yang mengendap di dasar gelas, kadang-kadang dioleskan ke batang rokok. Sementara kopi saring—ini umumnya banyak berlaku di warung-warung kopi milik orang Aceh---seduhan kopi yang disaring menggunakan saringan kain.

Ada lagi istilah “kupi jelobok” yaitu seduhan kopi pada air mendidih yang membentuk gelembung-gelembung air. Kopi mendidih (jelobok) kemudian dituang dalam cangkir dan siap diminum apakah dengan cara “kertub” dengan gula arena tau dicampur dengan gula putih.

Minum kopi hasil “coffee maker” adalah cara ‘ngopi’ baru di Gayo. Masyarakat Kota Takengon bisa menikmati cara minum kopi seperti ini di tempat-tempat tertentu.

Kopi bagi masyarakat Gayo adalah kehormatan. Tiap rumah tangga di Gayo selalu menyediakan menu kopi dan menjadikan hidangan kepada tamu.

“Kita tidak boleh menolak suguhan kopi apabila sedang bertamu,” kata Ibrahim Kadir mengigatkan.

Menolak suguhan kopi, sama dengan telah menghina dan tidak menghormati tuan rumah. Itulah sebabnya, saat berada di Gayo, kita bisa minum bergelas-gelas kopi dalam sehari.

“Tak perlu kuatir, kopi Gayo adalah kopi asli dan bebas campuran. Sama sekali tidak akan menimbulkan gangguan kesehatan,” kata Ibrahim Kadir yang terbiasa minum kopi sebelum tidur.

Kopi adalah minuman pengusir hawa dingin. Panggung pertunjukan seni “didong jalu” atau didong tanding yang berlangsung satu malam suntuk pasti dilengkapi suguhan “kopi malam.”

Dari hitam kopi mengalir syair sampai pagi. Didong merupakan kesenian tradisional Gayo yang paling diminati, dipanggungkan dengan cara bertanding puisi antara dua grup didong. Masing-masing grup beranggotakan 30 pendukung, terdiri dari penyair atau ceh dan tukang tepuk atau penepok.

Ditulis Fikar W Eda
Jurnalis Serambi Indonesia sekaligus pecinta dan pegiat kopi asal Gayo

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas