Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Pancasila Identitas Pikir Bangsa
Negara Pancasila merupakan keagungan anugrah dan amanah untuk terus diteruskan pendiriannya hingga akhir zaman.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Dody Susanto
Direktur Klinik Pancasila
TRIBUNNEWS.COM - Pancasila adalah Identitas-pikir bangsa ini, yang digali dari kearifan majemuk setiap tradisi, budaya dan pengetahuan masyarakatnya. Hal ini perlu, ditegaskan kembali, agar generasi dari generasi memperoleh kebanggaannya, karena para leiuhurnya mampu mewujudkan rasa dan karsanya menjadi suatu Ideologi, pandangan hidup (Weltanschauung) dan koridor serta kaidah bergaul dan bermasyarakat.
Pancasila sebagai identitas pikir lahir dari suatu perenungan dan refleksi historis yang didedahkan untuk kejayaan Bumi Pertiwi, bukan dari Polemik ideologis, apalagi perseteruan blok seperti ideologi-ideologi Dunia. Hanya dalam kandungan nilai-nilai Pancasila etos dan budaya kosmopolitan dapat dianjungkan ke persada dunia. Dengan Identitas-pikir ini, jatidiri bangsa terbentuk. Jatidiri ini merupakan cerminan dari setiap unsur nilai yang dikandung Pancasila.
Misalnya, Manusia Indonesia adalah manusia yang berketuhanan; memegang daya religi dalam kehidupannya. Sehingga dalam setiap laku kehidupan, hal-hal semacam yang berbau relijiusitas tak bisa lenyap dalam diri seorang manusia Indone¬sia. Hendak kemanapun dia menghadap, disitu ia akan menemukan Tuhannya.
Atas dasar identitas inilah, titik perjuangan dulu kala tidak lepas dari inspirasi agung untuk menjadi makhluk Tuhan yang bebas (merdeka) dan bertanggung jawab menyelesaikan tugas penciptaannya. Sebelum "Organ" negara-bangsa Indonesia lahir, Pangeran Diponogero, misalnya, teguh berjuang lantaran semangat Identitas-pikir ini menjiwai setiap harapannya. Lalu sekarang atas dasar Identitas-pikir yang mana para pemanqku kebijakan hendak mengarahkan bangsa ini?
Di dalam sila kedua, Pancasila semakin menguatkan Jatidiri bangsa. Kalau bukan karena Identitas-pikir rasa kemanusiaan yang didorong oleh semangat juang memerdeka negeri, tentu Pattimura, misalnya, merasa sia-sia gugur di tiang gantungan. Identitas- pikir ini bukan tidak ada dalam jiwa-juang anak-anak negeri dulu kala. Identitas-pikir ini tentu tidak mengakui setiap bentuk penindasan dan perampasan hak. Seandainya mereka menyadari bahwa kelak Indonesia terwujudkan dalam “Kesatuan dan Persatuan”-nya, tentu mereka telah lebih dulu menggelora- kannya. Lihat saja, misalnya, di awal abad 20-an seluruh anak-anak negeri dari segala identitas pri¬mordial (suku, tradisi, warna kulit, dll) menegaskan diri dalam satu identitas yang kita kenal kemudian dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Inilah satu Identitas-pikir yang didalamnya ada kesamaan rasa dan cita, kebersamaan nasib, dan persamaan derajat untuk menjadi bangsa Indonesia.
Lalu kita kenallah satu peristiwa polemik di seputar pendirian fondamen negara, Piagam Jakarta, dll. di awal kali Proklamasi masih berumur sehari. Tetapi betapa luhur sikap dan sifat mereka yang lebih mengedepankan Identitas-pikir yang sesuai dengan nilai luhur sila keempat. Bahwa musyawarah yang menjunjung kebenaran-keadilan dan rasa Kesamaan untuk bersatu, berdaulat, dan kebersamaan (kekeluargaan) dalam memikul tanggung jawab kemerdekaan, serta persamaan untuk hidup sederajat dan sejajar dalam perolehan penghidupan adalah penting dari pada keinginan sesaatdan instan. Itulah suatu identitas pikir yang digambarkan para founding fathers di depan generasi kita. Lalu apa yang menyebabkan kita bertahan dalam satu atap Rumah Indonesia kalau bukan karena Identitas-pikir ini?
Hendaknya anak-anak negeri yang tak lain adalah putra-putri bangsa yang mengemban amanah kusuma perjuangan para pendahulunya, untuk menyadarkan kembali pikiran-pikiran yang selama ini mulai terlemahkan akibat zaman. Untuk bangkit dalam kesadaran baru di zaman yang “berubah” dengan Identitas-pikir yang lebih universal memotivasi semangat pembangunan Bangsa. Kita menyadari dengan sesadar-sadarnya, walau bangsa ini merdeka, bangsa ini belum mempunyai kesempatan untuk menampakkan Identitas jatidirinya sebagai bangsa yang berdaulat. Mari kembali kepada Jatidiri, Identitas Pikir bangsa ini.
Identitas-pikir ini adalah kebijaksanaan dan kearifan yang lahir dari setiap mata air kesadaran akan makna dan nilai-nilai luhur universalitas Pancasila. Manusia Indonesia dikenal karena hal ini. Jika bukan karena Nilai “Persatuan Indonesia” tentu Manusia Indonesia tidak akan ada. Jika semua nilai-nilai dalam sila-sila Pancasila tidak saling mengilhami dan menguatkan tidak akan muncul Identitas pikir ini yang menegaskan Jatidiri Bangsa.
Identitas-pikir itu tak lain adalah jatidiri bangsa. Jatidiri yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa (Sila Pertama); Mengenal dan mengakui prinsip-prinsip kemanusian dalam peri kehidupan (Sila Kedua); Menyatakan menyatukan diri dalam persaudaraan sebangsa dan setanah air secara etis, etos, dan moral (Sila Ketiga); Menjunjung prinsip-prinsip dasar dalam peri kehidupan bermasyarakat (sosial) seperti tenggang rasa, saling memberi kesempatan, kepartisipasian, dan mencintai kebijaksanaan dalam setiap penyelenggaraan urusan anak-anak negeri (Sila Keempat); Mencitakan suatu tatanan ideal masyarakat yang sejahtera, aman dan sentausa bersendikan tatanan hukum yang berkeadilan (Sila Kelima).
Identitas-pikir ini tidak pisah satu sama lain dalam diri putra bangsa. Dengan demikian indentitas-pikir ini mencirikan suatu kekhasan bangsa Indonesia yang majemuk ini. Sebab Identitas-pikir ini sendiri merupakan way of life bangsa ini; yaitu suatu falsafah ideologis yang mendunia. Di dalam Identitas-pikir ini terkandung Cita-ideal, yakni tatanan masyarakat makmur, sejahtera, adil, dan sentausa. Yang bercirikan pada pembangunan masyarakat ekonomi maju berkesejahteraan. Dan Pancasila ini, sebagai Identitas-pikir anak-anak negeri, mempunyai Tujuan- eksistensial dan Kehendak-perenial.
Kehendak-perenial itu terkait dalam sila ketiga. Yaitu Persatuan Indonesia yang langgeng di atas fakta keberagaman dan keberbedaan (Bhinneka) yang tetap berte- mu dalam Esensi Kesatuan (Tunggal Ika). Jadi letak Kehendak Perenial ini ada di simpulan Sila Ketiga mem- bangun padanan makna dari maksud pengertian semboyan Bhinneka Tunggal Ika. “Bersatu dalam keberagaman dan keindahan”. Demikian siratannya.
Tentu suatu gagasan Persatuan tidak akan terjadi kalau belum ada kesamaan, kebersamaan, dan persamaan. Kesamaan ialah kesamaan kehendak untuk bersatu, berdaulat, dan maju di kancah Dunia Global. Kebersamaan ialah persatuan rasa, pikir, dan karsa dari setiap anak negeri yang ikut turut serta bercita-cita membangun negeri ini ke kemajuan dan kemandirian; serta kebersamaan dalam menanggung perjuangan, penderitaan dalam sepemahaman sepenanggungan. Persamaan ialah kesetaraan dalam mengakses hak-hak dasar hidup, dan kesejajaran di hadapan hukum, serta kesederajatan dalam menyumbang andil dan karya (prestasi) sebagai kewajiban anak negeri mengabdi pada pembangunan negeri (Padamu Negeri).
Itulah rangkuman dari Tujuan Eksistensial pendirian Negara bangsa ini. Sementara Tujuan-eksistensial ini ialah membangun kokoh Identitas-pikir bangsa ini yang tersirat dalam sila-sila Pancasila. Jadi Tujuan- eksistensial ini jika dibahasakan menjadi “Suatu tujuan yang hendak menyatukan aspek meteril bangsa ini (tanah dan airnya) dengan batin dan jiwanya yang bersifatkan ciri-ciri luhur Insan pewaris kekayaan Ibu Pertiwi yang amanah, bersih dan bertanggung jawab menjaga kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia dalam mewujudkan tatanan peri kehidupan yang aman, adil, dan sejahtera”.
Sekarang adalah, sekali lagi, zaman keterbukaan; terbuka untuk mengeksplorasi kembali semangat juang (patriotisms) dan kepahlawanan; terbuka untuk meng- eksplorasi pemahaman nilai-nilai Pancasila di aras zaman baru yang selama ini dianggap usang akibat dikatatoriat kekuasaan. Pancasila yang kaya dan mengayakan Sumber Daya Nilai bangsa ini dalam mengarungi zaman demi zaman tak salah bila direstorasi dan diangkat kembali ke dalam kancah perikehidupan berbangsa dan bernegara secara merata.
Jika bukan karena Identitas-pikir ini bagaimana mungkin Manusia Indonesia menamai dirinya? Jika bukan karena Identitas-pikir ini bagaimana mungkin Manusia Indonesia mengenal asal-usulnya? Bagaimana mungkin Manusia Indonesia mengerti jejak kesadaran yang dibangun oleh para moyangnya, jika tak ada Identitas-pikir ini?
Semesta Inisiatif Prilaku Pancasila
Pancasila telah mencapai usia setengah abad lebih (70 tahun), setia menemani arung perjalanan bangsa ini. Sedari dulu, Pancasila setia memberikan inspirasi bagi anak-anak negeri untuk kembali membangun negerinya. Semesta Inisiatif Prilaku yang menggambarkan Jatidiri dan Identitas kebangsaan telah dibukakan oleh perubahan zaman. Semesta Inisiatif Prilaku tentu datang dari batin nilai dan etika bangsa ini, yang terdapat dalam Identitas-pikirnya yakni Pancasila.